Jakarta – Pengamat ekonomi Enny Sri Hartati menilai, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan perlu menerapkan pajak progresif terhadap konsumen properti. Hal itu, kata dia, sebagai salah satu upaya mendongkrak realisasi penerimaan pajak.
“Banyak konsumen yang membeli rumah bukan sebagai rumah hunian, namun juga investasi. Ini bisa menjadi langkah untuk optimalisasi (penerimaan pajak),” kata Enny dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) di Jakarta, Senin (25/8).
Dia berpendapat, hal tersebut dapat menjadi salah satu upaya pemerintah agar tidak melulu mengandalkan sektor-sektor tradisi onal seperti pertambangan dan komoditas dalammeningkatkan penerimaan pajak pada tahun-tahun mendatang.
Menurut dia, penerapanpajakprogresif pada sektor properti, juga dapat membantu perbankan untuk mengerem permintaan kredit kepemilikan rumah yang terus meningkat.
Ennymenilai, permintaan kredit pemilikan rumah (KPR) yang terus meningkat lebih banyak didasari motif konsumen yang ingin berinvestasi. Akibatnya, kata dia, terjadi ketimpangan kepemilikan rumah, antara masyarakat menengah ke bawah, menengah dan menengah ke atas.
“Masyarakat mampu ini membeli rumah lebih dari satu untuk investasi. Sedangkan yang benar-benar butuh rumah hunian malah banyak yang tidak kebagian,” ungkapnya.
Karena itu, lanjutnya, penerapan pajak progresif pada properti dapat membatasi kepemilikan rumah oleh konsumen mampu bermotif berinvestasi.
Dengan demikian, ujar dia, masyarakat menengah ke bawah jadi memiliki kesempatan lebih besar untuk mengajukan kredit pembiayaan rumah ke perbankan. “Ini juga dapat membantu persoalan rasio kepemilikan rumah yang masih sangat timpang. Dari ratusan juta masyarakat, sedikit yang sudah punya rumah,” kata dia.
Pajak progresif merupakan tarif pemu ngutan pajak dengan persentase yang naik seiring semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan. Jika pajak progresif diterapkan pada industri properti, katanya, kemungkinan pajak tersebut akan bertambah nilainya pada rumah setelah pembelian rumah pertama.
Dalam pajak properti, terdapat beberapa komponen pajak, di antaranya yakni Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, Pajak Pertambah anNilai, Pajak Penjualan BarangMewah, dan Pajak Penjualan Properti.
Sebelumnya, dalam Rancangan APBN 2015, pemerintah mengusulkan target pe nerimaan pajak sebesar Rp1.370 triliun atau meningkat 10% dari target pada APBN-Perubahan (APBNP) 2014 sebesar Rp 1.246,1 triliun. (ant/ed)
Investor Daily, Selasa 26 Agustus 2014, Hal. 24