Kepemilikan Asing Dibahas Industri Asuransi Nasional Harus Tetap Tumbuh

JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan bersama pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat masih membahas batasan maksimal kepemilikan asing pada perusahaan asuransi yang beroperasi di Indonesia. Pembatasan itu akan tercantum dalam undang-undang perasuransian yang baru.
Hal itu diungkapkan Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Nonbank (IKNB) I Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ngalim Sawega kepada pers, di Jakarta, Kamis (21/8).
”Angka maksimal (kepemilikan asing) belum diputuskan. Arahnya ada kesamaan, yakni kepemilikan asing perlu ada batasannya,” kata Ngalim.
Ngalim menegaskan, porsi kepemilikan pihak asing di perusahaan asuransi di Indonesia menjadi perhatian OJK, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, bersama Lembaga Penjaminan Simpanan dan DPR yang tengah membahas Rancangan Undang-Undang Perasuransian.
Industri perasuransian di Indonesia tetap harus tumbuh seiring pertumbuhan ekonomi nasional. Pengetatan batasan kepemilikan asing yang terepresentasikan dalam bentuk modal dalam perusahaan yang beroperasi di Indonesia harus dipastikan mampu diisi oleh kecukupan modal perusahaan nasional.
Ngalim menyatakan, kebutuhan masyarakat atas perasuransian menjadi pertimbangan utama. Menurut dia, hal itu lantaran masih banyak perusahaan asuransi yang modalnya relatif kecil sehingga membutuhkan permodalan yang diperoleh dari pihak asing. Sebagai gambaran, jika masyarakat perlu skala 100, perlu juga perusahaan berskala 100.
”Jika diturunkan, skala ekonomi yang mengikutinya menjadi pertimbangan. Jadi, kami sepakat diperlukan kehati-hatian dalam proses itu,” kata Ngalim. Dia menegaskan, selama proses pembahasan RUU ini, aturan yang ada masih berlaku.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008, persentase kepemilikan asing di perusahaan asuransi diperbolehkan sampai 80 persen. Sementara menurut aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), batas maksimal kepemilikan asing atas perusahaan industri di suatu negara adalah 49 persen.
Basis data agen
Terkait perkembangan terbaru lainnya tentang perasuransian, OJK juga tengah menyusun basis data agen asuransi individual. Hal itu diharapkan dapat menunjang kerja industri sekaligus meningkatkan perlindungan konsumen yang mayoritas berinteraksi langsung dengan agen asuransi.
Menurut Ngalim, perusahaan asuransi telah diminta menyampaikan data semua agen individual yang dimilikinya. OJK juga telah berkoordinasi dengan asosiasi perasuransian, yakni Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI).
”Sebagai pihak yang menerbitkan sertifikat keagenan asuransi, kami meminta AAJI dan AAUI menyampaikan data agen untuk dilakukan crosscheck (pengecekan silang) dengan data dari perusahaan asuransi,” kata Ngalim.
Berdasarkan data AAJI, saat ini agen asuransi jiwa yang telah bersertifikat sebanyak 1 juta agen, tetapi yang tercatat masih aktif 360.000 agen. Sementara berdasarkan data AAUI, agen asuransi umum yang bersertifikat ada 18.000 agen. Sebanyak 1.300 agen di antaranya bersertifikat khusus untuk penjualan surety bond (surat jaminan).
Direktur IKNB Syariah OJK Mochamad Muchlasin menyatakan, OJK memproses pengajuan izin perusahaan asuransi syariah. Industri asuransi syariah diharapkan terus berkembang. Dari empat izin, dua adalah Kospin Jasa dan PT Asuransi Parolamas. (BEN)
Kompas 22082014 Hal. 20

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.