JAKARTA, KOMPAS — Meskipun sudah berlangsung pertemuan antara Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan direksi PT Jakarta Monorail, kelanjutan proyek pembangunan monorel tetap belum jelas. Masih ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh PT Jakarta Monorail sebelum bisa memulai proyek tersebut.Gubernur Jokowi meminta agar direksi PT JM menyelesaikan sejumlah hal yang belum tuntas. ”Saya minta mereka melanjutkan, tetapi masih banyak hal yang belum terpecahkan. Ini sangat teknis, tetapi saya memang minta semua detail. Letak stasiunnya di mana. Kalau di situ, tiang stasiun akan berdiri di atas lahan siapa, apakah lahan publik, di trotoar, atau di lahan orang lain. Memungkinkan atau tidak (dibangun di atas lahan itu),” kata Jokowi seusai bertemu direksi PT JM, Rabu (20/8).
Dia meminta PT JM segera menyerahkan gambar detail stasiun tersebut. ”Stasiun ada di atas, tetapi kakinya di bawah. Mana bisa melayang sendiri. Nah, itu kakinya ditaruh di mana? Kalau di trotoar, berarti trotoarnya tertutup tiang. Kamu mau, selagi jalan di trotoar menabrak tiang?” ujarnya.
Selain persoalan teknis, Jokowi juga meminta PT JM memberikan detail tentang kesiapan pendanaan proyek dalam bentuk tertulis. Kesiapan itu menjadi jaminan bagi Pemprov DKI Jakarta untuk keberlanjutan pembangunan monorel.
Sebelumnya Pemprov DKI Jakarta memberikan waktu kepada PT JM untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang desain dan jaminan pendanaan hingga Agustus. Kini Pemprov memberikan waktu hingga September bagi PT JM untuk menyelesaikan permintaan tersebut.
Direktur Utama PT Jakarta Monorail John Aryananda, seusai pertemuan dengan Jokowi, mengatakan, pihaknya siap untuk menyerahkan detail yang diminta Pemprov DKI Jakarta pada waktu yang sudah ditentukan. Dia juga yakin bisa memenuhi permintaan Jokowi agar monorel tidak mengganggu estetika kota.
”Desain dan detail engineering design akan kami perbaiki lagi. Dari enam syarat yang diajukan Pemprov DKI, tiga di antaranya akan kami penuhi pada September, yaitu financial closing, dokumen kajian teknis, dan dokumen aspek legal,” tuturnya.
Persyaratan lain, yaitu pembaruan izin analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan kajian lalu lintas saat pembangunan, akan segera diselesaikan. John berharap, dengan selesainya kelengkapan yang diminta Pemprov DKI, kedua pihak segera bisa menandatangani perjanjian kerja sama untuk pembangunan monorel jalur hijau dan jalur biru.
Belum selesaiWakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, PT JM belum memberikan jaminan modal yang cukup membangun monorel paling tidak Rp 3,6 triliun atau setara dengan 5 persen dari nilai investasi proyek.
Tidak hanya itu, desain monorel sampai saat ini juga belum ada kesepakatan. Menurut Basuki, desain yang diajukan PT JM, tidak masuk akal. Sebab, terlalu banyak memanfaatkan ruang udara di pusat bisnis.
”Mereka akan bangun stasiun layang di Senayan dan pusat bisnis lain, mau jadi apa kota ini jika konsep itu direalisasikan. Jadi tempe barangkali,” kata Basuki.
Menurut Basuki, Pemprov DKI menolak proposal PT JM jika pembangunan proyek monorel diambil dari nilai properti milik pemerintah seluas 200.000 meter persegi.
Dinamika proyek monorel di Jakarta terjadi bertahun-tahun. Proyek ini diluncurkan pertama pada 2004, dan kemudian pembangunannya terhenti pada 2007 karena persoalan keuangan. Setelah Gubernur Jokowi dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama terpilih pada 2012, proyek ini kembali dihidupkan.
Gubernur Jokowi menunjuk PT JM melanjutkan pembangunan monorel. Namun, setelah ditunjuk pada 2013, proyek ini kembali terkendala. PT JM dan Pemprov DKI belum menyepakati perjanjian kerja sama karena belum ada kesepahaman soal desain dan rencana bisnis. (FRO/NDY)
Kompas 21082014 Hal. 26