KPK Desak Pemerintah Tarik RUU KUHP

YOGYAKARTA, KOMPAS Komisi Pemberantasan Korupsi kembali mendesak pemerintah menarik draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang saat ini dibahas bersama DPR. Menurut KPK, sejumlah pasal dalam draf itu melemahkan upaya pemberantasan korupsi sehingga perlu diperbaiki secara komprehensif melibatkan para ahli hukum.
Desakan tersebut disampaikan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dalam peluncuran buku Anotasi Delik Korupsi dan Delik Lainnya yang Berkaitan dengan Delik Korupsi dalam RUU KUHP di Balai Senat Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu (20/8). Hadir pada acara itu Guru Besar Fakultas Hukum UGM Eddy OS Hiariej dan anggota DPR Budiman Sudjatmiko.
”Buku ini merupakan kajian atas RUU KUHP, terutama terkait pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan KPK bersama para ahli hukum,” kata Bambang. Dia menambahkan, hasil kajian itu menunjukkan sejumlah pasal dalam RUU KUHP yang disusun pemerintah berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi.
Salah satu contoh, dimasukkannya aturan tentang tindak pidana korupsi sebagai bagian dari KUHP. Menurut Bambang, hal itu akan membuat korupsi sebagai tindak pidana umum yang tidak memerlukan aturan khusus dalam penegakan hukum. ”Padahal, tingkat korupsi di Indonesia masih sangat tinggi sehingga perlu aturan khusus untuk memberantasnya. Karena itu, penegakan hukum atas korupsi tetap harus mengacu pada undang-undang khusus, bukan KUHP,” ujar Bambang.
Kelemahan lain RUU KUHP adalah penyempitan definisi tindak pidana korupsi. Draf itu, misalnya, tidak menggolongkan pegawai negeri sipil dan hakim yang menerima suap sebagai tindak pidana korupsi. Penerimaan suap itu hanya digolongkan sebagai tindak pidana jabatan. Padahal, dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang saat ini berlaku, penerimaan suap sebagai tindak pidana korupsi.
Eddy OS Hiariej mengatakan, pemerintah dan DPR perlu membentuk komisi khusus beranggotakan para ahli hukum untuk ikut membahas RUU itu. Sebab, pembahasan RUU KUHP benar-benar membutuhkan keahlian yang memadai tanpa kepentingan politik. Pemerintah dan DPR harus mendahulukan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi supaya sesuai dengan Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC) dibandingkan revisi KUHP.
Budiman setuju jika pembahasan RUU KUHP dihentikan karena draf aturan itu memiliki kekurangan dalam banyak hal, tak hanya terkait korupsi. (HRS)
Kompas 21082014 Hal. 4

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.