JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan rekomendasi Ekspor Terdaftar (ET) kepada 12 perusahaan pertambangan batubara. Rekomendasi ini akan dikirim ke Kementerian Perdagangan untuk ditetapkan menjadi ET.
Sekretaris Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Paul Lubis mengatakan 12 perusahaan pertambangan batubara tersebut telahmemenuhi syarat untuk mendapatkan rekomendasi.
“Setelah kami evaluasi, sudah ada 12 perusahaan yang memenuhi per syaratan,” kata Paul di Jakarta, Selasa (19/8).
Paul menerangkan 12 perusahaan itu terdiri atas 11 perusahaan peme gang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan satu perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), dianta ranya Banpu Group. “Rencanananya besok rekomendasi itu kami kirim ke Kemendag,” jelasnya.
Pemerintah memberlakukan per syaratan ekspor batubara berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39/M-DAG/PER/7/2014 tentang ketentuan ekspor batu bara dan produk batubara. Permendag itu berlaku efektif mulai pada 1 Septem ber 2014 mendatang.
Dalam peraturan itu menyebutkan untuk mendapatkan status ET batu bara dari Kementerian Perdagangan harus terlebih dahulu memperoleh rekomendasi dari Ditjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.
Adapun syarat mendapatkan reko mendasi ET yakni bagi PKP2B dan IUPmelampiran dokumen pembayar an pajak maupun bukti pelunasan pembayaran royalti atau penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sedang kan untuk IUP ada persyaratan tam bahan yakni telah memiliki sertifikat clean and clear (CnC) sebagai asal produknya, nomor pokok wajib pajak (NPWP), serta tanda daftar perusa haan (TDP). Persyaratan ini juga berlaku untuk IUP operasi produksi khusus pengangkutan dan penjualan
Renegosiasi Weda Bay
Sementara itu, Kementerian ESDM juga menyatakan bahwa renegosiasi Kontrak Karya dengan PT Weda Bay Nickel telah mencapai titik temu. Ke sepakatan renegosiasi dalam waktu dekat akan dituang dalam nota kese pahaman (memorandum of understanding/MoU) amandemen kontrak pertambangan.
Direktur Pembinaan dan Pengusa haan Mineral Kementerian ESDM, Edi Prasodjo mengatakan Weda Bay telah menyepakati enam poin renegosiasi. “Secara prinsip sudah disepakati. Kami akanmelaporkannya dulu ke pimpinan,” kata Edi di Jakarta, Selasa (19/8).
Enam poin renegosiasi itu ialah pembangunan unit pengolahan dan pemurnian (smelter), penciutan luas lahan tambang, perubahan perpan jangan kontrak menjadi izin usaha pertambangan (IUP), kenaikan royalti untuk penerimaan negara, divestasi, serta penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri. Edi menerangkan Weda Bay bakal membangun smelter yang terinte grasi dengan tambang. Perusahaan asal Perancis ini akan menambang bijih nikel di Kepulauan Halmahera, Maluku Utara. Investasinya mencapai US$ 5 miliar dengan rincian diguna kan membangun smelter sebesar 80%, sedangkan 20 % sisanya untuk penambangan.
Dengan terintegrasinya kegiatan hulu dan hilir pertambangan maka divestasi Weda Bay sebesar 40%. Hal ini mengacu pada draft revisi Pera turan Pemerintah (PP) No 24 tahun 2012 tentang perubahan PP No 23 tahun 2010 terkait Kegiatan Usaha Penambangan. Isi revisi itu menga tur kewajiban divestasi berdasarkan tiga jenis perusahaan tambang yang dimiliki pihak asing.
Bagi perusahaan yang hanya mela kukan kegiatan pertambangan maka divestasi sebesar 51%. Untuk pelaku pertambangan yang melakukan ke giatan pertambangan serta mengope rasikan smelter atau terintegrasi maka divestasi mencapai 40%. Sedangkan perusahaan yang mengoperasikan tambang dengan metode tambang bawah tanah (underground) kewa jiban divestasinya hanya 30 %. “Luas lahan yang disepakati sekitar 47 ribu hektare,” ujar Edi.
Terkait penerimaan negara dalam bentuk royalti, Edi belummau menye butkan. Pasalnya besaran royalti dari produk pengolahan pemurnian bijih nikel belum tercantum dalam Pera turan Pemerintah No.9 Tahun 2012 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). “ProdukWedaBay akan tercantumdalam revisi PP 9,” jelasnya.
KegiatanWeda Bay di MalukuUtara bakal membuka lapangan pekerjaan kepada 3500 pekerja yang sebagian besar diambil dari tenaga lokal. De ngan begitu maka poin keenam re negosiasi tentang penggunaan barang dan jasa pertambangan dalam negeri, terpenuhi.
Proyek Weda Bay dimiliki 90% sa hamnya oleh Strand Mineral Pte Ltd (Singapura) dan PT Aneka Tambang Tbk 10%. Sedangkan, kepemilikan saham Strand Mineral mayoritas dipegang oleh perusahaan asal Pe rancis, Eramet SA sebesar 66,6%, kemudian perusahaan asal Jepang, Mitsubishi Corporation sekitar 30%, dan Pamco 3,4%.
Investor Daily, Rabu 20 Agustus 2014, hal. 8