Badan Arbitrase Jasa Konstruksi Terbentuk

JAKARTA – Para pelaku jasa konstruksi akhirnya membentuk Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi Indonesia (Badapski) untuk menangani masalah sengketa proyek konstruksi. Selain itu, lembaga independen ini juga dibentuk untuk melindungi kontraktor lokal saat diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.
Menteri Pekerjaan Umum Djo­ko Kirmanto mengatakan, selama ini lembaga independen untuk menyelesaikan per­ma­ salahan sengketa di sektor konstruksi belum ada. Pe­nye­ lesaian masalah sengketa kon­ struksi yang terjadi dilakukan di Badan Arbitrase Nasional In­donesia (BANI) dan butuh waktu panjang.
“Hingga saat ini belum ada ba­dan yang khusus menangani penyelesaian sengketa dibidang kon­struksi. Oleh karena itu, pen­dirian Badan Arbitrase ini menjadi sangat penting, meng­ ingat panjangnya proses me­ lalui pengadilan, yang hampir se­lalu akan diikuti dengan pro­ses pengajuan banding ke Pengadilan Tinggi dan ke­mu­ dian pengajuan kasasi ke Mah­ kamah Agung, sehingga me­ makan waktu lama,” tutur dia di Jakarta, Selasa (19/8).
Pendirian badan ini meng­ gu­nakan dua landasan hukum, yaitu Undang-Undang (UU) No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Seng­keta dan UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kon­ struksi.
Menurut Djoko, salah sa­tu masalah utama dalam pe­lak­ sanaan konstruksi di Indonesia adalah adanya sengketa kon­ str uksi yang terjadi antara peng­guna jasa dan pihak kon­ traktor selaku penyedia jasa. Kecenderungan terjadinya seng­ keta ini mengingat kontrak kon­struksi bersifat dinamis dan berbeda dengan kontrak-kon­ trak yang lain.
Faktor yang membedakannya yaitu durasi proyek yang relatif pan­jang, kompleks, serta ukur­ an dan fakta bahwa harga yang disepakati dan jumlah pekerjaan yang dilaksanakan dapat ber­ ubah setiap saat selama ma­ sa kontrak pelaksanaan kon­ struksi. “Faktor-faktor ter­sebut menyebabkan kontrak kon­ struksi rawan sengketa dan penyelesaiannya pun cenderung lama,” ujar Djoko.
Berlar utnya penyelesaian sengketa, sambung dia, me­nye­ babkan tidak terserapnya ang­ garan yang telah dialokasikan, yang kemudian berimbas pa­ da terhambatnya program pem­bangunan. Bahkan me­ mak­sa pengeluaran lebih un­ tuk legal cost, yang sulit di­ pertanggungjawabkan dan tidak dapat dibukukan sebagai biaya proyek.
Di tempat yang sama, Kepala Ba­dan Pembinaan Konstruksi He­diyanto W Husaini me­nam­ bahkan, pembentukan lem­ baga ini dimaksudkan agar penyelesaian sengketa kon­ struksi menjadi jelas, tidak ma­hal, tidak berlarut-larut, dan tidak saling menyakitkan. Apa­ lagi, selama ini penyelesaian suatu kasus sengketa cenderung dibisniskan.
“Kalau perkara di atas Rp 5 miliar, misalnya, bayarnya se­ kian persen, yang dibebankan kepada penggarap maupun pe­milik proyek. Jadi agak ko­ mersial, karena biaya ditentukan oleh persentase besar kecilnya sta­tus. Namun, dengan hadirnya badan ini hal itu tidak akan terjadi,” tandas dia.
Adapun proyek-proyek kon­ struksi yang paling berpotensi dapat menimbulkan sengketa, tutur Hediyanto, adalah proyek ben­dung, karena menyangkut alam, termasuk perubahan iklim dan cuaca. Sedangkan bentuk seng­ketanya kebanyakan ma­ salah pembengkakan biaya aki­ bat terjadinya perubahan harga ma­terial sebagai akibat kenaikan harga BBMmaupun perubahan kurs mata uang, dan sebagainya.
Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI) Sudar to mengatakan, pem­bentukan badan ini menjadi alternatif selain ke BANI apabila ada sengketa proyek konstruksi. ”Hadirnya badan ini kami jadi pu­nya dua lembaga untuk me­ nyelesaikan sengketa di proyek kon­struksi,” tutur dia.
Namun begitu, sambung dia, penyelesaian sengketa kon­ struksi akan lebih fokus di­ta­ ngani oleh Badapski, sehingga per­masalahan bisa cepat di­atasi. ”Bila melalui BANI, pe­nye­ lesaiannya bisa lebih lama, bu­ tuh enam hingga satu tahun,” ujar Sudarto.
Selama ini, sambung dia, seng­keta di proyek konstruksi ma­sih sering terjadi dan ter­ kadang merugikan kontraktor me­nengah dan kecil. ”Sengketa konstruksi itu pasti terjadi se­ la­ma masih ada pembangunan. Ini yang perlu diminimalisasi de­ngan hadirnya badan ini,” tu­tur dia.
Dia juga menambahkan, pem­bentukan badan tersebut sa­ngat penting, khususnya dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean pada 2015 men­datang. Dengan diber­la­ku­ kannya pasar bebas tersebut, maka semua kontrak proyek kon­struksi akan berstandar in­ternasional yang mengacu pa­da Federation International Des Ingesniieurs Conseils (FIDIC). “Setelah penggunaan FIDIC, harus ada pihak ketiga untuk membantu mengatasi, menangani, dan menyelesaikan masalah sengketa,” ujar dia.
Investor Daily, Rabu 20 Agustus 2014, hal. 6

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.