MANADO, KOMPAS — Jalur baru perdagangan lintas negara Indonesia-Filipina-Tiongkok-Taiwan dibuka melalui pelabuhan laut di Bitung, Sulawesi Utara. Menurut rencana, perdagangan melalui jalur tersebut akan dibuka pada akhir Agustus 2014 dan berlangsung dua kali dalam sebulan.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kabupaten Minahasa Utara Danny Pesik di Manado, Minggu (17/8), mengatakan, jalur baru perdagangan itu menggunakan Kapal Motor Kanaka. Kapal berbobot 2.600 gros ton (GT) itu dapat mengangkut peti kemas 120 TEU dalam sekali jalan.bitung
Barang dari Bitung diangkut ke Pelabuhan Sasa, Davao, Filipina, kemudian diangkut ke Guangzhou, Tiongkok dan Kaohsiung, Taiwan. Sebaliknya, barang dari Taiwan dan Tiongkok dibawa ke Indonesia melalui Pelabuhan Sasa di Davao dan Pelabuhan Bitung di Sulut.
Menurut Pesik, jalur baru perdagangan melalui laut itu menguntungkan pengusaha yang berdagang dengan Tiongkok. Selain murah, barang juga lebih cepat tiba di negara tujuan.
Sejumlah pengusaha Filipina, ujar Pesik, sudah berada di Manado untuk menjajaki komoditas pasar dan angkutan barang.
Lebih prospektifKetua asosiasi pengusaha dari kota General Santos, Filipina, Raymond Salansang, mengatakan, jalur perdagangan Bitung-Davao-Tiongkok lebih prospektif daripada jalur yang pernah ada sebelumnya. Pada 1990-an, Pemerintah Indonesia pernah membuka jalur perdagangan Bitung-Davao, tetapi hanya bertahan dua tahun.
”Saya optimistis perdagangan ke utara lebih ramai karena melibatkan Tiongkok. Kita memiliki pasar dan kapal pengangkut,” kata Raymond.
Pada April lalu, perusahaan logistik Maersk Line membuka jalur perdagangan lintas negara dengan rute Papua Niugini-Bitung yang berakhir di Tanjung Pelepas, Malaysia. Jalur perdagangan ini menghemat biaya ekspor barang dari Bitung menuju Malaysia hingga 30 persen.
InfrastrukturTerkait pembangunan infrastruktur, Pemerintah Indonesia harus mengejar lebih cepat untuk memperbaiki kekurangan yang ada saat ini. Kepala Supply Chain Indonesia Setijadi mengatakan, alokasi pembangunan infrastruktur seharusnya 7,5-10 persen dari produk domestik bruto (PDB).
”Belum bisa dilaksanakan karena sebagian besar terserap untuk subsidi bahan bakar minyak,” kata Setijadi, Minggu.
Investasi infrastruktur di Indonesia baru sekitar 5 persen dari PDB. Padahal, investasi infrastruktur di India sekitar 7,5 persen PDB dan di China sekitar 10 persen PDB.
Pembangunan infrastruktur masih terpisah antara transportasi darat, laut, dan udara. Pembangunan dan pengembangan terfokus pada infrastruktur darat, terutama jalan raya. Selain itu, fokusnya masih di kawasan barat Indonesia.
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk Kementerian PU sebagian besar untuk meningkatkan konektivitas. ”Jika bicara konektivitas di PU, berarti kita bicara tentang jalan,” katanya. (ZAL/ARN)
Kompas 18082014 Hal. 20