JAKARTA, KOMPAS — Penyediaan bank lahan oleh pemerintah untuk perumahan rakyat tidak bermanfaat dalam mempercepat pemenuhan kebutuhan rumah rakyat. Pengembang berperan menyediakan rumah rakyat sepanjang pemerintah memberi kemudahan izin dan dukungan regulasi.Penilaian itu dikemukakan Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz di sela-sela silaturahim Realestate Indonesia, akhir pekan lalu.
”Penyediaan bank lahan oleh pemerintah tidak ada manfaatnya. Yang dibutuhkan rakyat adalah perumahan yang dekat dengan lokasi kerja,” katanya.
Kekurangan rumah di seluruh Indonesia saat ini menembus 15 juta unit. Setiap tahun kebutuhan rumah bertambah 800.000 unit, sedangkan pasokan rumah baru dari pengembang rata-rata 200.000 unit per tahun. Harga rumah yang terus meningkat kian sulit dijangkau masyarakat, khususnya di perkotaan.
Menurut Djan Faridz, upaya mempercepat pembangunan perumahan rakyat dengan penyediaan bank lahan atau landbank oleh pemerintah merupakan usaha yang sia-sia. Alasannya, lahan yang mampu dibebaskan pemerintah terletak jauh dari pusat kota.
Di sisi lain, bank lahan perlu tanah yang luas. Lahan permukiman yang jauh dari pusat kota akan menambah beban transportasi bagi masyarakat.
Faridz menambahkan, percepatan pemenuhan rumah rakyat perlu didorong dengan pembangunan rumah susun bersubsidi di perkotaan di lahan yang disediakan pengembang. Dengan kebijakan pemerintah daerah mendukung koefisien luas bangunan, rumah susun dapat dibangun tinggi sehingga menekan biaya lahan dan harga jual.
Harga patokan rumah susun bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah dapat disesuaikan dengan kondisi pasar secara berkala. Penyesuaian harga jual dilakukan sesuai dengan biaya produksi.
Faridz optimistis rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah dapat diserap pasar. Sebab, kebutuhan rumah sangat tinggi. Harga rumah yang naik diyakini tidak akan membebani masyarakat karena penghasilan masyarakat juga terus meningkat setiap tahun.
”Penghasikan masyarakat terus naik. Jadi, akan bisa menjangkau harga rumah yang naik,” katanya.
Prioritas kebijakanSecara terpisah, Ketua Dewan Kehormatan Realestat Indonesia Enggartiasto Lukita mengatakan, penyediaan bank lahan merupakan salah satu prioritas kebijakan yang harus dilakukan pemerintahan mendatang. Selama ini krisis perumahan di Tanah Air antara lain dipicu harga tanah yang mahal karena dilepas ke mekanisme pasar.
Penyediaan bank lahan oleh pemerintah diperlukan guna menjamin lahan yang murah untuk perumahan rakyat. Selama ini masih banyak lahan negara dan badan usaha milik negara (BUMN) yang tidak produktif, tetapi tidak bisa dikelola untuk kepentingan publik karena terganjal pertanggungjawaban aset.
Tanah telantar milik pemerintah dan BUMN bisa dikelola untuk perumahan rakyat tanpa harus melepaskan aset. Pada lahan tersebut dapat dibangun rumah susun dengan sistem sewa (rusunawa). Dengan demikian, kebutuhan rumah rakyat berpenghasilan rendah terpenuhi, sedangkan BUMN dan pemerintah tidak kehilangan aset.
”Harus ada keputusan politik untuk penyediaan bank lahan. Lahan pemerintah atau BUMN dapat digarap untuk perumahan melalui kerja sama dengan BUMN perumahan,” ujarnya.
Direktur Korporasi dan Pertanahan Perumnas Herry Irwanto mengemukakan, pengembang sulit diharapkan membangun rusunawa bagi masyarakat berpenghasilan rendah karena beban biaya pemeliharaan. Setiap tahun, Perumnas merugi Rp 15 miliar karena harus menyubsidi biaya pemeliharaan rusunawa.
Hingga kini, Perumnas membangun sekitar 5.000 unit rusunawa untuk masyarakat berpenghasilan menengah bawah di Indonesia. Kendalanya adalah sulit menyesuaikan tarif sewa kepada penghuni, padahal biaya pemeliharaan terus meningkat. Selain itu, peruntukan rusunawa juga sulit dikendalikan. (LKT)
Kompas 18082014 Hal. 19