Tantangan Harmonisasi Pasar Modal Indonesia Menyambut MEA

JAKARTA, KOMPAS — Para pemangku kepentingan di pasar modal Indonesia mengaku terus menjalankan proses persiapan menjelang pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015. Harmonisasi peraturan menjadi tantangan di tengah semakin dekatnya waktu pelaksanaan.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nurhaida menyatakan, tahun ini OJK melaksanakan sejumlah program strategis. Program itu melekat dengan persiapan menghadapi MEA dan searah dengan cetak biru pasar modal nasional.
Ada empat hal utama yang dilakukan OJK. Pertama, menyangkut pengembangan infrastruktur pasar modal. Caranya dengan melalui koordinasi tim pengembangan infrastruktur pasar modal dan surat utang. Bentuknya antara lain pengembangan infrastruktur surat utang, standar pelaporan melalui Extensible Business Reporting Language (XBRL), serta peningkatan fungsi bank kustodian dan identitas tunggal investor (SID).
Sistem XBRL adalah sebuah bahasa komunikasi elektronik yang secara universal digunakan untuk transmisi dan pertukaran informasi bisnis. Sistem itu menyempurnakan proses persiapan, analisis, dan akurasi berbagai pihak yang menyediakan dan menggunakan informasi bisnis.
Kedua, penerapan dan penyempurnaan sistem biro administrasi efek secara elektronik (e-BAE) dalam meningkatkan efisiensi industri untuk memenuhi kewajiban pelaporan dan akan mendukung pengawasan mikroprudensial bagi regulator. Ketiga, pemanfaatan sistem pelaporan elektronik (e-reporting) bagi emiten.
”OJK juga melakukan sejumlah kajian dalam rangka regulasi industri pasar modal yang menjamin kepastian hukum, keadilan, dan transparansi,” kata Nurhaida dalam konferensi pers 37 tahun diaktifkannya kembali pasar modal di Indonesia, Kamis (14/8), di Jakarta.
Harmonisasi
Di sisi lain, harmonisasi menjadi tantangan tersendiri bagi otoritas pasar modal di kawasan ASEAN. Setiap negara memiliki aturan sendiri dalam pasar modal. Di Indonesia, acuannya berupa undang-undang sehingga revisinya harus melalui DPR.
”Kami terus berupaya mendorong realisasi aturan cross border offering oleh perusahaan Indonesia di luar negeri. Begitu juga sebaliknya,” kata Nurhaida.
Cross border offering adalah proses penawaran saham perdana (IPO) satu perusahaan di satu negara tertentu pada bursa negara lain.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito mengatakan, mendesaknya waktu menjelang berlakunya MEA membutuhkan kerja keras dalam proses harmonisasi peraturan di kawasan ASEAN ini. Dalam hal peraturan, misalnya, laporan keuangan umum harus melalui akuntan yang terdaftar di OJK. Aturan ini terjadi secara timbal balik dengan di negara lain.
”Kami terus mendukung OJK dalam proses itu dengan prinsip melindungi emiten menghadapi integrasi pasar modal di ASEAN,” kata Ito.
Terus tumbuh
Berdasarkan kondisi saat ini, posisi pasar modal Indonesia cukup menarik bagi investor lain di kawasan ASEAN. Dari sisi kapitalisasi pasar dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), misalnya, Indonesia terus tumbuh. Per 14 Agustus 2014, kapitalisasi pasar modal Indonesia senilai Rp 5.123 triliun dan IHSG tumbuh sekitar 20,62 persen sejak awal 2014.
Pertumbuhan IHSG ini merupakan yang tertinggi di ASEAN. Di Asia, pertumbuhan IHSG hanya di bawah India yang mencapai 24,4 persen. Investor asing juga terus menggelontorkan modalnya ke pasar modal Indonesia. Hingga kemarin, pembelian bersih investor asing sebesar Rp 57,83 triliun. (BEN)
Kompas 15082014 Hal. 20

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.