INDUSTRI MARITIM: Pengusaha kapal minta BUMN beli kapal buatan lokal

JAKARTA. Ikatan Perusahaan Industri Kapal dan Lepas Pantai Indonesia (IPERINDO) mengajak seluruh badan usaha milik negara untuk membeli kapal produksi industri galangan kapal dalam negeri. Ketua Umum Iperindo Eddy Kurniawan Logam mengatakan, jika hal tersebut dilakukan maka akan ada sinergi potensi Indonesia. “BUMN bisa menjadi contoh untuk penggunaan produksi dalam negeri,” ujarnya, Rabu (13/8).

Ia mengatakan BUMN memiliki kebutuhan kapal yang besar. Misalkan Pertamina yang membutuhkan kapal tanker, Kementerian Perhubungan yang membutuhkan kapal roro dan kapal perintis. Selain itu Kementerian Pertahanan yang memerlukan kapal-kapal patroli.

Namun dia mengaku tidak bisa memaksa BUMN tersebut untuk harus membeli kapal-kapal produksi industri galangan kapal dalam negeri. “Saya mengerti mereka juga berhitung untung ruginya. Adalah tugas kami di Iperindo untuk membuat mereka tertarik membeli kapal produksi dalam negeri,” ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, per Maret 2014 jumlah populasi kapal niaga Indonesia sebanyak 13.224 unit, tumbuh 119% dari jumlah kapal Maret 2005 yang sebanyak 6.041 unit. Eddy mengatakan, industri kapal dalam negeri baru menikmati 10% dari jumlah tersebut, sisanya masih diimpor.

Kapal produksi dalam negeri kalah bersaing karena harga kapalnya bisa lebih mahal 20%-40% lebih mahal dari Cina, 5%-15% lebih mahal dari Malaysia dan Vietnam. Pangkal persoalannya, industri galangan kapal dalam negeri dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Bea Masuk (BM) untuk komponen bahan baku. Adapun PPN yang dikenai ke pelaku usaha sebesar 10% dan BM impor komponen bahan baku sebesar 5%-12,5%.

Berdasarkan data Iperindo, sebesar 70% bahan baku produksi masih harus diimpor. Bahan baku tersebut antara lain permesinan seperti pompa, baling-baling, dan komponen elektronik seperti alat navigasi, komunikasi seperti GPS, dan lain-lain. Sisanya 30% dari dalam negeri seperti pelat baja, elektroda, dan lain-lain.  “Selama ini pajak ini membebani kami sehingga menghambat pertumbuhan industri ini,” ujar Eddy.

Kontan.co.id, Rabu, 13 Agustus 2014 | 20:35 WIB

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.