JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung menyatakan, pihaknya berkonsentrasi untuk mempermudah perizinan dunia usaha. Langkah yang dilakukan dalam tiga bulan sisa masa Kabinet Indonesia Bersatu II tersebut akan memacu iklim investasi yang baik.”Hal ini nomor satu yang saya prioritaskan,” kata Chairul di Jakarta, Senin (4/8), menjawab pertanyaan wartawan seusai acara silaturahim dengan pegawai Kementerian Koordinator Perekonomian.
Menurut Chairul, Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (Timnas PEPI) yang bertugas mengevaluasi perizinan kembali bekerja, kemarin. Mereka ditargetkan menyelesaikan tugas pada 17 Agustus 2014. Hasilnya akan dibawa ke rapat koordinasi terbatas pada 18 Agustus 2014 untuk pengambilan keputusan. Meski demikian, keputusan bisa saja diambil dalam sidang kabinet saat diperlukan.
”Diharapkan akhir Agustus atau paling lambat awal November simplifikasi perizinan sudah selesai. Ini juga menyangkut harmonisasi perizinan pusat dan daerah. Hal Ini penting supaya pengusaha kecil dan menengah bisa melaksanakan pembuatan perizinan dengan baik,” kata dia.
Saat ditanya mengenai aturan yang dipangkas, Chairul menyatakan, ada banyak. Namun, dia tidak bisa menyebutkan jumlah dan rinciannya.
Timnas PEPI diketuai Menteri Koordinator Perekonomian. Sejauh ini tim tersebut sudah merevisi daftar negatif investasi (DNI) untuk mempermudah investasi di dalam negeri.
Menghambat ekspor
Sejumlah kebijakan dianggap menghambat ekspor dan investasi. Kebijakan itu, antara lain, berkaitan dengan undang-undang sektoral yang tidak sinkron dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, DNI, dan Pajak Sektor Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi. Selain itu, ada juga sejumlah aturan pemerintah pusat dan daerah yang tidak sinkron satu sama lain.
Sebagaimana pernah disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi, kepentingan sektoral setiap kementerian menghambat implementasi usaha peningkatan ekspor dan investasi. Selama ini setiap kementerian cenderung mempertahankan perizinan yang berada pada kewenangannya masing-masing karena hal itu berujung pada uang.
Aturan di daerah banyak yang berbelit-belit dan tidak sinkron dengan aturan pusat. Kondisi itu menyulitkan investor untuk menanamkan modal. (LAS)
Kompas 05082014 Hal. 17
Menurut Chairul, Tim Nasional Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi (Timnas PEPI) yang bertugas mengevaluasi perizinan kembali bekerja, kemarin. Mereka ditargetkan menyelesaikan tugas pada 17 Agustus 2014. Hasilnya akan dibawa ke rapat koordinasi terbatas pada 18 Agustus 2014 untuk pengambilan keputusan. Meski demikian, keputusan bisa saja diambil dalam sidang kabinet saat diperlukan.
”Diharapkan akhir Agustus atau paling lambat awal November simplifikasi perizinan sudah selesai. Ini juga menyangkut harmonisasi perizinan pusat dan daerah. Hal Ini penting supaya pengusaha kecil dan menengah bisa melaksanakan pembuatan perizinan dengan baik,” kata dia.
Saat ditanya mengenai aturan yang dipangkas, Chairul menyatakan, ada banyak. Namun, dia tidak bisa menyebutkan jumlah dan rinciannya.
Timnas PEPI diketuai Menteri Koordinator Perekonomian. Sejauh ini tim tersebut sudah merevisi daftar negatif investasi (DNI) untuk mempermudah investasi di dalam negeri.
Menghambat ekspor
Sejumlah kebijakan dianggap menghambat ekspor dan investasi. Kebijakan itu, antara lain, berkaitan dengan undang-undang sektoral yang tidak sinkron dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, DNI, dan Pajak Sektor Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi. Selain itu, ada juga sejumlah aturan pemerintah pusat dan daerah yang tidak sinkron satu sama lain.
Sebagaimana pernah disampaikan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi, kepentingan sektoral setiap kementerian menghambat implementasi usaha peningkatan ekspor dan investasi. Selama ini setiap kementerian cenderung mempertahankan perizinan yang berada pada kewenangannya masing-masing karena hal itu berujung pada uang.
Aturan di daerah banyak yang berbelit-belit dan tidak sinkron dengan aturan pusat. Kondisi itu menyulitkan investor untuk menanamkan modal. (LAS)
Kompas 05082014 Hal. 17