Keberhasilan konversi bahan bakar bersulfur tinggi (HSFO) menjadi batubara ditambah tren kenaikan rata-rata harga jual nikel di pasar global memperkuat kemungkinan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) untuk meraih lonjakan kinerja keuangan hingga akhir tahun ini.
Analis RHB OSK Securities Willi Sitorus mengatakan, berjalannya konversi bahan bakar dengan baik berdampak terhadap kenaikan laba bersih perseroan sebesar 54,3% menjadi US$ 68 juta hingga semester I-2014. Pencapaian tersebut setara mencerminkan sekitar 51% dari total target tahun ini.
“Kuatnya pertumbuhan laba bersih ditopang atas berjalannya efisiensi biaya setelah berhasil mengonversi bahan bakar HSFO menjadi batubara,” ujarnya dalam riset yang diterbitkan di Jakarta, belum lama ini. Diperkirakan konsumsi HSFO perseroan tahun ini akan turun sebesar 24% menjadi 1,75 juta kilo liter, dibandingkan tahun lalu. Penurunan konsumsi ini sebagai dampak atas konversi menjadi energi batubara.
Besarnya efisiensi yang diperoleh dari konversi bahan bakar tersebut mendorong RHB OSK Securities untuk merevisi naik target laba bersih Vale Indonesia masingmasing 45% dan 27% periode 2014 dan 2015. Tingkat margin keuntungan perseroan diprediksi juga tetap tinggi hingga akhir tahun. Pada kuartal II-2014, Vale berhasil mencetak peningkatan margin kotor (gross margin) menjadi 28,4%, dibandingkan kuartal I-2014 sebesar 23,5% .
Revisi naik target laba bersih mendorong RHBOSK Securities juga menaikkan target harga saham INCO menjadi Rp 4.500 dari sebelumnya Rp 3.500 hingga akhir tahun. Saham INCO direkomendasikan beli dari sebelumnya netral.
Revisi naik target laba bersih juga menggambarkan kian membaiknya harga jual nikel di pasar global. Willi menuturkan, dampak positif kenaikan harga telah tercermin dalam kinerja keuangan perseroan sepanjang kuartal II-2014 dengan pertumbuhan sekitar 8,8% dibandingkan realisasi kuartal I-2014. Pertumbuhan pendapatan ini tidak terlepas atas peningkatan rata-rata harga jual komoditas nikel sekitar 25,2% pada kuartal II-2014.
Secara keuangan, dia mengatakan, Vale Indonesia diprediksi mampu mempertahankan posisi arus kas bersih tahun ini. Hingga semester I-2014, kas bersihperseroanmencapai US$ 93 juta. “Kami memperkirakan posisi kas bersih akan bertahanhingga penghujung tahun ini. Hal ini didukung atas kuatnya arus kas dari aktivitas operasi,” ujarnya.
Terkait proyeksi rata-rata harga jual nikel, Willi menambahkan, risiko penurunan harga kian terbatas, kecuali pemerintah mencabut larangan ekspor biji mineral. Saat ini, harga jual nikel mencapai kisaran US$ 19.000 per ton. Angka tersebut telah berada di atas perkiraan rata-rata harga oleh RHB OSK Securities level US$ 18.000 per ton.
Dengan asumsi harga jual bertahan di atas US$ 19.000 per ton, dia mengatakan, perseroan kemungkinan mampu meraih pendapatan menjadi US$ 1,13 miliar pada 2014, dibandingkan periode sama tahun lalu US$ 922 juta. Sedangkan laba bersih diharap kan mencapai US$ 192 juta, dibandingkan periode sama tahun lalu US$ 78 juta.
Kenaikan Harga
Sementara itu, CIMB Securities sebe lumnya menyebutkan sejumlah faktor pendongkrak kinerja keuangan Vale Indonesia tahun ini, yaitu tren penguatan harga jual nikel, peningkatan volume produksi, dan penurunan biaya produksi akanmenjadi faktor utama pendongkrak kinerja keuangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) sepanjang 2014. Penguatan kinerja perseroan juga bakal ditopang oleh pertumbuhan ekonomi global ke depan.
Analis CIMB Securities Maureen Natasha dan Erindra Krisnawan mengungkapkan, keberhasilan Vale Indonesia mengonversi bahan bakar bersulfur tinggi (HSFO) menjadi batubaramemberikandampakpositifterhadap penurunan biaya produksi. Hingga kuartal I-2014,biayaproduksiperseroanturunmenjadi US$ 9,01 per ton sepanjang kuartal I-2014.
“Penurunan biaya produksi akan berdampak terhadap kenaikan margin keuntungan, sehingga laba bersih perseroan diproyeksikan mengalami peningkatan ke depan,” ungkapMaureen dan Erindra dalam risetnya, baru-baru ini.
Pertumbuhan kinerja keuangan Vale juga bakal ditopang oleh tren penguatan harga nikel. Larangan ekspor bahanmentah tambang diikuti dengan pemberian sanksi kepada Rusia menjadi faktor penguat harga nikel di pasar global dalambeberapa pekan terakhir. Harga nikel telahmenguat sebesar 32% terhitung sejak awal tahun hingga saat ini.
“Kami menaikkan target rata-rata harga jual nikel sebesar 7% hingga akhir tahun dan 3% pada 2015. Rata-rata harga jual nikel diproyeksikan mencapai US$ 17.000 per ton dalam beberapa bulan hingga akhir tahun ini,” jelas Maureen dan Erindra. Adapun volume produksi perseroan diproyeksi meningkat menjadi 79 ribu ton sepanjang tahun ini dan diproyeksikan turun menjadi 72 ribu ton pada 2015. Lonjakan produksi nikel perseroan diharapkan terealisasi pada 2016 mencapai 84 ribu ton.
Tren penguatan harga nikel, peningkatan volume produksi, dan penurunan biaya produksi, berpotensi mendongkrak harga saham INCO dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini mendorong CIMB Securities mempertahankan rekomendasi add saham INCO dengan target harga Rp 4.520.
Investor Daily, Selasa 5 Agustus 2014, hal. 15