JAKARTA, KOMPAS Realisasi investasi pada triwulan II tahun 2014 mencapai Rp 116,2 triliun, meningkat 16,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2013. Sebaliknya, penyerapan tenaga kerja pada periode yang sama justru turun karena iklim industri yang tidak mendukung.
Tenaga kerja yang terserap pada triwulan II-2014 hanya 350.803 orang, turun dari 626.376 orang pada triwulan II-2013.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Mahendra Siregar mengatakan, iklim industri yang belum membaik menyebabkan serapan tenaga kerja tidak optimal.
”Hubungan industrial dan iklim ketenagakerjaan harus kondusif. Masih ada persoalan dalam pengupahan dan produktivitas. Bahkan, ada pergeseran arah investasi dari provinsi yang satu ke provinsi lain,” kata Mahendra
dalam konferensi pers realisasi investasi di Jakarta, Kamis (24/7).
Sebenarnya, investasi diharapkan bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak. Setelah terealisasi, investasi akan berdampak terhadap peningkatan produksi sekitar 24 bulan kemudian yang diikuti penyerapan tenaga kerja.
Realisasi investasi pada 2012 yang sebesar Rp 76,9 triliun—meningkat dari Rp 62 triliun pada 2011—ternyata tidak berdampak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja pada 2014.
Perubahan petaMahendra mengatakan, sangat jelas terlihat perubahan peta investasi di Pulau Jawa pada penanaman modal dalam negeri akibat hubungan industri dan iklim ketenagakerjaan yang tidak kondusif.
”Tahun 2010, investasi di Jawa Barat mencapai Rp 15,8 triliun atau 26 persen dari PMDN nasional. Tahun 2011, persentasenya turun menjadi 14,7 persen, lalu menjadi 12,3 persen pada 2012, dan pada 2013 tinggal 9,8 persen. Pada 2014, investasinya semakin kecil, bahkan tidak termasuk daerah utama investasi,” kata Mahendra.
Mahendra menolak anggapan bahwa turunnya serapan tenaga kerja pada triwulan II terjadi karena investasi lebih banyak masuk ke sektor padat modal dan bukan padat karya. Menurut dia, kedua sektor itu sama-sama diperlukan sehingga tidak ada yang harus lebih diutamakan.
”Industri padat modal diperlukan, misalnya, untuk menghasilkan produk yang berteknologi tinggi. Industri padat modal diperlukan untuk menyerap tenaga kerja lebih banyak,” katanya.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance Enny Sri Hartati menuturkan, turunnya penyerapan tenaga kerja itu wajar. Dalam beberapa tahun terakhir, investasi baru atau investasi perluasan industri sektor pengolahan atau manufaktur berkurang.
”Investasi yang masuk memang besar, tetapi umumnya tidak menambah kapasitas sektor industri yang memberi nilai tambah besar dan penyerap tenaga kerja banyak di sektor manufaktur,” kata Enny. (AHA)
Kompas 25072014 Hal. 17