PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN: MATANGKAN HOLDING PANAS BUMI

Rencana pembentukan holding panas bumi terus bergulir dan ditargetkan rampung pada tahun ini. Kementerian Badan Usaha Milik Negara masih mematangkan skemanya.
Holding tersebut rencananya akan menggabungkan anak usaha PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) yang bergerak di sektor panas bumi, yakni PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), PT PLN Gas & Geothermal (PLN GG), serta PT Geo Dipa Energi (Persero).
Direktur PLN GG Yudistian Yunis mengatakan bahwa pembentukan holding merupakan ranah Kementerian BUMN dengan induk perusahaan. Pihaknya kini masih dalam posisi menunggu arahan lebih lanjut.
Adapun saat ini, tim PLN bersama Geo Dipa dan subholding Pertamina, PT Pertamina Power Indonesia (PPI), tengah berdiskusi untuk merealisasikan pembentukan holding yang dimandatkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
“Sekarang lagi berdiskusi panjang lebar bagaimana mewujudkan harapan Pak Menteri BUMN. PLN GG tinggal menunggu apa yang harus dilakukan sesuai pembahasan tim. Kami tinggal laksanakan,” ujarnya kepada Bisnis
, Senin (22/2).
Dia menuturkan bahwa wacana pembentukan holding panas bumi sebetulnya telah mengemuka sejak 2009-2010. Namun, saat itu holding tak menjadi prioritas pemerintah sehingga belum terealisasi hingga saat ini.
Dengan didorongnya pembentukan holding panas bumi sekarang ini, dia optimistis pengembangan panas bumi di Indonesia dapat makin terakselerasi.
“Karena pemerintah mengumpulkan jadi satu sumber daya manusia dan modalnya, jadi jauh lebih cepat. Pemerintah fokus satu tempat untuk bangun geothermal,” katanya.
Dia menambahkan pengembangan panas bumi di Indonesia masih sangat minim dibandingkan dengan potensinya yang sangat besar, padahal panas bumi merupakan salah satu energi terbarukan yang bisa diandalkan untuk menjaga kemandirian dan ketahanan energi nasional. Oleh karena itu, imbuh Yudistian, potensinya harus dikembangkan semaksimal mungkin.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi sampai dengan 2020 mencapai 2.130,7 megawatt (MW). Kapasitas tersebut jauh di bawah potensinya yang mencapai 23,9 gigawatt (GW).
Sementara itu, Manager Government and Public Relation PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Sentot Yulianugroho mengaku belum bisa memberikan komentar mengenai rencana pembentukan holding panas bumi tersebut.
MASIH DIBAHAS
Di sisi lain, Kementerian BUMN menyatakan masih melakukan pembahasan rencana pembentukan holding
BUMN panas bumi. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengonfirmasi bahwa rencana pembentukan

holding tersebut tengah diproses oleh pemerintah. “Lagi dikerjakan saat ini,” ujar Arya ketika dihubungi Bisnis.
Dia mengatakan bahwa pembentukan holding panas bumi merupakan upaya pengintegrasian pengelolaan panas bumi sebagai salah satu andalan dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia.
“Ini akan jadi perusahaan panas bumi terbesar di dunia,” katanya. Hingga saat ini, PGE tercatat mengelola enam wilayah kerja panas bumi (WKP) yang dioperasikan sendiri dengan total kapasitas terpasang mencapai 672 MW. Selain itu, PGE juga mengelola empat wilayah kerja panas bumi dengan skema joint operations contract (JOC) yang total kapasitasnya mencapai 1.205 MW.
Sementara itu, PLN GG memiliki 11 wilayah kerja panas bumi yang dikembangkan dengan total kapasitas 267,5 MW.
Dalam perkembangan lain, PLN GG dan PGE juga akan melakukan joint study untuk pengembangan panas bumi.
Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) kegiatan tersebut dilakukan pada akhir tahun lalu. Dengan adanya kesepakatan tersebut, kedua belah pihak akan mengadakan kajian pengembangan dan optimalisasi pemanfaatan
energi panas bumi di wilayah kerja PGE dan PLN, yang dimulai dari Area Ulubelu, Lampung; dan Area Lahendong, Sulawesi Utara.
Langkah strategis ini bertujuan untuk menyinergikan potensi masing-masing dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP). PGE pun telah membangun sarana edukasi panas bumi di beberapa area operasinya, tidak terkecuali Area Ulubelu.
“Pengembangan energi panas bumi bagi kelistrikan akan meningkatkan perekonomian karena dapat menurunkan pemakaian impor energi migas sehingga dapat menyeimbangkan neraca energi Indonesia,” terang Direktur Mega
Proyek PLN Ikhsan Asaad.
Menurutnya, penggunaan energi panas bumi juga dapat mengurangi dampak lingkungan akibat penggunaan energi fosil.
Dia berharap sinergitas ini juga dapat memberikan dampak yang positif untuk perkembangan panas bumi di Indonesia.
Adapun, Kementerian ESDM menargetkan kapasitas terpasang pembangkit energi terbarukan dapat mencapai 11.373 MW dengan porsi bauran sebesar 14,5% pada tahun ini. Kapasitas terpasang hingga 2020 tercatat sekitar 10.467 MW.
Penambahan kapasitas tersebut utamanya berasal dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 557,93 MW, disusul PL 196 MW, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 138,8 MW, dan PLT biomassa 13 MW.
Tahun lalu, penambahan kapasitas energi terbarukan hanya 176 MW. Hal ini disebabkan adanya sejumlah proyek yang mengalami penundaan jadwal beroperasi secara komersial (commercial on date/COD) karena terdampak pandemi Covid-19.
Adapun, penambahan kapasitas EBT tahun lalu di antaranya berasal dari PLTA Poso sebesar 66 MW, PLTBm Merauke 3,5 MW, PLTM Sion 12,1 MW, dan PLTS atap sebesar 13,4 MW.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai untuk mencapai target bauran 23% energi terbarukan pada 2025, paling tidak harus ada penambahan kapasitas pembangkit 4.000 MW tiap tahun.
Untuk itu, imbuhnya, dalam perencanaan pembangunan pembangkit ke depan, energi terbarukan harus diutamakan.
Sumber: Bisnis Indonesia. 23 Februari 2021. Hal 4
Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.