REGULASI PASAR MODAL: Beleid Kompensasi Kerugian Investor Tinggalkan Celah

JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan dana kompensasi kerugian investor yang akan diterapkan otoritas pada pertengahan 2021 diharapkan dapat melindungi hak investor yang dirugikan dalam transaksi pasar modal. Namun, kebijakan ini dinilai masih belum menutup potensi kerugian secara utuh.

Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 65/POJK.04/2020 tentang Pengembalian Keuntungan Tidak Sah dan Dana Kompensasi Kerugian Investor di Bidang Pasar Modal. Regulasi yang diteken Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso pada 29 Desember 2020 dan menurut rencana akan mulai diberlakukan pada pertengahan 1 Juli 2021.

Wakil Presiden Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) James J Purba, Rabu (13/1/2021), menyampaikan, mekanisme pengembalian keuntungan dalam POJK No 65/2020 termuat dalam Pasal 5 dan 7. Dalam Pasal 5 disebutkan, pembayaran pengembalian keuntungan dilakukan pelanggar ke OJK melalui lembaga atau bank yang telah ditunjuk selambat-lambatnya dalam kurun 30 hari.

”Adapun Pasal 7 mengatur, pembayaran boleh dilakukan pihak yang melanggar dengan menggunakan aset tetapnya, dengan syarat harus mendapat persetujuan OJK,” ujarnya.

Disebutkan pula, apabila setelah 30 hari kompensasi belum dilunasi, OJK akan melayangkan surat teguran pertama dengan tenggat tambahan 30 hari. Surat teguran kedua juga akan dilayangkan jika hingga 69 hari kompensasi masih belum dilunasi.

Selanjutnya, apabila hingga 90 hari sejak tanggal penetapan alias 30 hari setelah teguran kedua pun masih tidak ada itikad baik dari pelanggar, OJK akan memblokir rekening efek/rekening lain serta pemindahbukuan rekening pelanggar. Nominal dalam rekening yang dibekukan lantas bakal digunakan untuk pelunasan kompensasi.

Saat membuka perdagangan pasar modal pertama pada awal tahun ini, Wimboh menuturkan, pihak yang terikat dalam POJK No 65/2020 tidak hanya emiten yang sahamnya diperdagangkan di bursa, tetapi semua pemangku kepentingan pasar modal. Pihak-pihak itu termasuk perusahaan efek, broker, analis, dan pelaku pasar modal lain.

”Sepanjang terbukti melakukan kesengajaan pelanggaran untuk mendapat keuntungan, pelanggar akan dipaksa mengembalikan uang sesuai nilai keuntungan yang mereka dapat kepada investor yang terdampak,” katanya.

Sepanjang terbukti melakukan kesengajaan pelanggaran untuk mendapat keuntungan, pelanggar akan dipaksa mengembalikan uang sesuai nilai keuntungan yang mereka dapat kepada investor yang terdampak.

Baca juga: Pemerintah Berupaya Kembalikan ”Denyut Nadi” Pasar Modal

Mekanisme penggantian

Untuk mengantisipasi dana dalam rekening tidak cukup guna menutup pelunasan kompensasi, OJK dapat mengajukan gugatan perdata, permohonan kepailitan, atau penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap pihak pelanggar. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 9.

”Kepailitan secara otomatis memungkinkan aset-aset perusahaan dilikuidasi. Dari sinilah investor bisa mendapatkan sisa ganti rugi yang belum terpenuhi,” kata James.

Beleid Kompensasi Kerugian Investor Tinggalkan Celah

Akan tetapi, lanjut James, kepailitan itu tidak akan lantas menutupi secara utuh potensi kerugian yang bisa dialami investor atau pemegang saham perusahaan. Pasalnya, jika vonis pailit dijatuhkan dan aset perusahaan dilikuidasi, pemegang saham masih harus menunggu cairnya sisa ganti rugi mereka setelah kewajiban utang-utang yang dimiliki perusahaan lebih dulu dipenuhi.

”Dalam hal kepailitan, patut dicermati pula Pasal 150 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). Ketentuan itu memungkinkan ganti rugi yang telah diterima investor ditarik lagi oleh kurator seandainya ada utang perusahaan yang ternyata belum dilunasi,” ujarnya.

Menurut James, UU PT memang memberikan hak kepada pemegang saham untuk mendapat bagian dari hasil likuidasi aset perusahaan pailit. Namun, bagian tersebut adalah sisa kekayaan perseroan setelah kewajiban terhadap kreditor terpenuhi.

Adapun untuk pelunasan terhadap kreditor, lanjutnya, prosesnya acap diklasifikasikan ke dalam tiga skala prioritas, yakni kreditor preferen, kreditor pemegang jaminan, dan kreditor konkuren.

”Untuk menghindari dilema ini, saya menyarankan agar POJK juga memastikan nominal rekening efek dari perusahaan atau emiten memenuhi batas tertentu untuk memastikan kecukupan dana apabila harus ada pelunasan kompensasi,” ujarnya.

Baca juga: Pasar Modal Akan Menopang Pemulihan Ekonomi Tahun Ini

Daya tarik

Di luar celah tersebut, Ketua Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) Octavianus Budiyanto optimistis regulasi ini akan menjadi magnet untuk kehadiran lebih banyak investor ritel ke pasar modal. Di tengah kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan jumlah investor ritel, aturan baru ini sangat bermanfaat.

”Kenaikan investor ritel sepanjang 2020 menandakan kehadiran investor-investor baru dari latar belakang dan pengetahuan yang masih beragam. Aturan ini membantu mengatasi potensi kerugian yang bisa mereka alami,” ujarnya.

Kenaikan investor ritel sepanjang 2020 menandakan kehadiran investor-investor baru dari latar belakang dan pengetahuan yang masih beragam. Aturan ini membantu mengatasi potensi kerugian yang bisa mereka alami.

Baa juga: Investor ”Receh” Tak Masalah asal Melimpah

Manfaat lain dari diterapkannya aturan ini, lanjut Octavianus, juga akan dirasakan oleh pelaku-pelaku pasar modal dari kalangan perusahaan efek, analis, hingga sekuritas. Beleid ini ia yakini akan dapat dapat meningkatkan kehati-hatian para pemangku kepentingan pasar modal.

”Perusahaan efek tidak keberatan untuk melakukan penggantian sepanjang pelanggaran yang ada dapat dibuktikan. Aturan ini justru bisa menjadi pembelajaran agar para pihak lebih berhati-hati dalam melakukan aksi di pasar modal,” katanya.

KOMPAS, KAMIS 14 Januari 2021 Halaman 10.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.