PENANGANAN PANDEMI: Diplomasi Vaksin di Tengah Pandemi

Lebih dari 11 bulan, dunia berjuang melawan pandemi korona. Kasus Covid-19 di seluruh dunia sudah melewati angka 86 juta dan kematian menembus angka 1,8 juta.

Transmisi virus korona di tingkat global belum melambat. Beberapa negara justru tengah diterjang gelombang kedua atau ketiga pandemi, bahkan 33 negara menghadapi varian baru virus korona.

Kehadiran vaksin belakangan ini menumbuhkan harapan sekaligus titik balik pemulihan kesehatan dan ekonomi. Pengembangan vaksin Covid-19 dilakukan secara masif. Hingga akhir 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat 60 kandidat vaksin dalam tahap uji klinis dan 172 kandidat vaksin lainnya dalam tahap uji pre-klinis.

Vaksin dan dunia

Proses pengembangan vaksin dinilai cukup cepat. Beberapa vaksin bahkan telah mendapat persetujuan penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) sehingga proses vaksinasi di sejumlah negara sudah dimulai.

Baca juga: Presiden: Vaksinasi Tunggu Hasil Uji Klinis

Terdapat beberapa hal yang penting untuk terus diperhatikan terkait vaksin dan vaksinasi. Pertama, vaksin harus dipastikan aman dan efektif. Keamanan, tingkat keampuhan (efikasi), dan mutu vaksin tidak dapat ditawar.

WHO telah memberikan panduannya terkait situasi kedaruratan yang sedang dihadapi dunia, salah satunya tingkat efikasi. Sesuai WHO Target Product Profiles for Covid-19 Vaccines April 2020, dalam masa pandemi dan kedaruratan, kriteria efikasi vaksin adalah minimal 50 persen.

Keamanan, efikasi, dan mutu vaksin ini selalu menjadi perhatian Presiden Jokowi.

Keamanan, efikasi, dan mutu vaksin ini selalu menjadi perhatian Presiden Jokowi. Dalam beberapa kesempatan, Presiden selalu menekankan pentingnya kehati-hatian dan memperhatikan data keilmuan. Kesehatan dan keselamatan rakyat harus menjadi prioritas utama.

Kedua, upaya keras harus terus dilakukan agar kepercayaan masyarakat atas vaksin meningkat. Keragu-raguan terhadap vaksin (vaccine hesitancy) bukan sebuah fenomena baru. Penelitian London School of Hygiene and Tropical Medicine menunjukkan tingkat kepercayaan terhadap vaksin di 149 negara mengalami penurunan di 2015-2019.

Baca juga: Vaksinasi Covid-19

Khusus vaksin Covid-19, menurut survei World Economic Forum bulan Oktober 2020 di 15 negara, responden yang bersedia divaksin hanya 73 persen, turun 4 persen dari Agustus 2020. Penyebabnya antara lain kekhawatiran terhadap efek samping.

Kekhawatiran terhadap vaksinasi juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan survei harian Kompas Desember 2020, meskipun 64,3 persen responden antusias terhadap adanya vaksin Covid-19, hanya 55,4 persen yang bersedia divaksin.

Ketidakpercayaan terhadap vaksin turut dipicu kampanye anti-vaksin melalui media sosial yang cukup gencar sampai di tingkat global. Hal ini semakin diperkeruh lagi oleh dampak politisasi isu Covid-19 sebagai bagian dari rivalitas antarkekuatan besar.

Untuk itu, diperlukan upaya terus- menerus untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap vaksin. Manfaat vaksin yang lebih besar berbanding dengan risiko perlu menjadi pertimbangan. Sekretaris Jenderal PBB menilai kesediaan divaksin merupakan kewajiban moral masyarakat.

Ketiga, pentingnya akses vaksin yang merata, aman, dan terjangkau bagi semua negara. Virus tidak mengenal batas negara. Jika dunia ingin segera terbebas dari pandemi, penyelesaiannya pun harus bersifat lintas batas, lewat kerja sama internasional yang kuat.

Baca juga: Problematika Vaksin Covid-19

Dalam kaitan inilah, secara konsisten Indonesia terus menyuarakan pentingnya kerja sama penanganan Covid-19. Atas inisiasi Indonesia bersama Ghana, Liechtenstein, Norwegia, Singapura, dan Swiss, Sidang Majelis Umum PBB telah mengesahkan resolusi pertamanya terkait Covid-19 pada 2 April 2020, ”Global Solidarity to Fight Covid-19”.

Mengamankan vaksin untuk keperluan rakyat masing-masing negara sangatlah penting. Namun, jika dilakukan berlebihan, apalagi di tengah keterbatasan ketersediaan vaksin, otomatis akan merugikan negara lain, terutama negara berkembang dan kurang berkembang.

Menurut Dirjen WHO, saat vaksin masih terbatas, memvaksinasi beberapa orang di semua negara akan lebih efektif daripada memvaksinasi semua orang di beberapa negara.

Dalam kaitan inilah, secara konsisten Indonesia terus menyuarakan pentingnya kerja sama penanganan Covid-19.

Data Bloomberg menunjukkan sejumlah negara maju sudah mengamankan pemesanan vaksin dalam jumlah yang lebih dari populasinya sendiri, bahkan ada yang hingga 2-3 kali lipat. Padahal, masih banyak negara yang baru dapat mengamankan pesanan vaksin hanya untuk 5 persen rakyatnya.

Menurut RAND Corporation, distribusi vaksin yang tidak merata bukan hanya akan memperpanjang pandemi, melainkan juga akan menggerus perekonomian global 1,2 triliun dollar AS per tahun.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk memastikan ketersediaan vaksin yang lebih merata, termasuk lewat COVAX Facility. Bagi negara yang tidak mampu membeli, COVAX adalah satu-satunya cara mendapatkan vaksin. Target yang hendak dicapai adalah penyaluran 2 miliar dosis vaksin hingga akhir 2021. Tantangannya, kebutuhan pembiayaan yang tidak sedikit, sekitar 6,8 miliar dollar AS pada 2021.

Diplomasi vaksin Indonesia

Diplomasi adalah alat untuk memperjuangkan kepentingan nasional. Saat pandemi, diplomasi harus bekerja dan berkontribusi, termasuk memastikan tercukupinya vaksin yang diperlukan oleh masyarakat Indonesia.

Dalam menjalankan ”diplomasi vaksin”, beberapa prinsip yang dipegang Indonesia adalah sebagai berikut.

Baca juga: Diplomasi Vaksin

Pertama, memperjuangkan vaksin sebagai barang publik global (global public goods). Sejak awal pandemi, Indonesia menyuarakan agar seluruh negara harus memiliki akses yang merata terhadap vaksin yang aman dengan harga yang terjangkau.

Sekali lagi, dunia tidak akan pulih sepenuhnya apabila masih ada negara yang belum berhasil mengalahkan Covid-19. Presiden Jokowi sendiri aktif mengangkat isu ini di KTT Gerakan Nonblok (GNB), KTT G-20, dan Sidang Majelis Umum PBB.

Kedua, menyelaraskan kepentingan nasional dengan tanggung jawab kontribusi Indonesia kepada dunia. Hal ini dilakukan dengan penandatanganan kesepakatan kerja sama dengan Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI), dan menjadi anggota CEPI Investor Council.

Baca juga: Diplomasi RI di Masa Pandemi

Melalui kerja sama ini, industri farmasi kita akan memperoleh akses terhadap informasi dan teknologi terkini terkait pengembangan vaksin, dan pada saat yang sama berpeluang menjadi pengembang vaksin bagi semua. Dengan Bio Farma mendapatkan hasil uji kelayakan (due diligence) CEPI yang baik tahun lalu, Indonesia siap dijadikan basis manufaktur vaksin dunia.

Ketiga, mempertahankan politik luar negeri bebas aktif. Sejak awal pandemi, Indonesia telah menjalin komunikasi dengan berbagai negara dan pihak untuk urusan vaksin, baik melalui jalur bilateral maupun multilateral.

Dari proses yang cukup panjang tersebut, Indonesia dapat mengamankan vaksin dalam jumlah signifikan untuk rakyat Indonesia.

Bersama Menteri BUMN dan tim Kementerian Kesehatan, saya turun melakukan pendekatan langsung ke Uni Emirat Arab, China, Inggris, dan Swiss. Komunikasi dengan beberapa pengembang dari AS juga sudah dilakukan.

Dari proses yang cukup panjang tersebut, Indonesia dapat mengamankan vaksin dalam jumlah signifikan untuk rakyat Indonesia. Menjelang akhir 2020, tiga juta dosis vaksin jadi dari Sinovac telah tiba di Indonesia.

Baca juga: Strategi Vaksin Covid-19

Indonesia juga telah mengamankan komitmen total 100 juta dosis suplai vaksin dari AstraZeneca dan Novavax. Pembicaraan dengan Pfizer masih terus dilakukan. Dalam waktu dekat, Bio Farma sudah akan mulai proses manufaktur vaksin Sinovac.

Komunikasi dengan WHO, GAVI, Unicef, dan lainnya untuk mengamankan vaksin multilateral juga terus dilakukan setiap hari. Sebagai negara advance market commitment (AMC), diplomasi Indonesia bekerja untuk mengamankan alokasi vaksin bagi 3-20 persen penduduk Indonesia.

Tahun 2020 telah kita lewati. Pengelolaan pandemi dan dampak sosial ekonominya masih akan mendominasi urusan dalam negeri dan hubungan antarnegara. Yang dapat kita lakukan agar tahun 2021 menjadi tahun yang lebih baik bagi kita semua adalah bersatu, memperkuat solidaritas, dan mempererat kerja sama. Bismillah, semoga Allah meridai ikhtiar kita.

Retno LP Marsudi, Menteri Luar Negeri RI.

KOMPAS, KAMIS 07 Januari 2021 Halaman 6.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.