HUKUM LINGKUNGAN: Ketidakseragaman Lemahkan Gugatan Perdata Warga

JAKARTA, KOMPAS — Kajian tentang partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum lingkungan pada  kasus perdata menunjukkan banyaknya ketidakseragaman gugatan khususnya dari penggugat. Oleh karena itu, aturan terkait gugatan warga negara dalam hukum lingkungan dan aturan teknis lainnya mendesak untuk segera dibuat agar perkara dapat diterima hingga berakhir pada putusan pengadilan.

Kajian tentang partisipasi masyarakat dalam penegakan hukum lingkungan dalam kasus perdata tersebut dilakukan oleh Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (Leip). Obyek kajian tersebut yaitu 73 putusan perdata lingkungan di tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali dalam rentang waktu 2003-2019.

Peneliti Leip, Nisrina Irbah Sati, dalam diskusi daring bertajuk ”Partisipasi Masyarakat dalam Penegakkan Hukum Lingkungan”, Selasa (5/1/2021), mengemukakan, 73 perkara yang dikaji dibedakan menjadi empat kategori, yakni kehutanan, lingkungan, mineral dan batubara, serta sumber daya air.

Baca juga : Vonis MA Bukan Soal Menang atau Kalah

Menurut Nisrina, hasil kajian tersebut menunjukkan banyaknya ketidakseragaman gugatan khususnya dari penggugat. Ketidakseragaman ini memiliki implikasi tertentu yang mengakibatkan sejumlah gugatan berstatus tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard/NO).

Dari 73 putusan tersebut, hanya tiga putusan yang memuat perkara tentang tindakan strategis melalui pengadilan untuk menghilangkan partisipasi masyarakat atau lebih dikenal dengan istilah strategic lawsuit against public participation (SLAPP).

Meskipun tidak disebutkan oleh penggugat, dalam salah satu kasus, hakimlah yang memutuskan perkara tersebut  merupakan SLAPP. Hal ini menunjukkan penerapan SLAPP adalah inisiatif dari hakim dan tidak harus menyangkut dalil salah satu pihak.

”Jadi, kami menemukan citizen lawsuit (gugatan warga negara) merupakan perkara dengan ketidakseragaman dan NO yang cukup banyak. Mungkin hal ini disebabkan belum adanya peraturan. Demikian juga perkara SLAPP dan anti-SLAPP yang mana ada beberapa ketidakseragaman, bahkan dalam cara hakim memutuskan,” ujarnya.

Baca juga : Ajukan PK terhadap Gugatan Warga, Pemerintah Dinilai Enggan Jalankan Putusan

Merujuk pada temuan dari kajian tersebut, Nisrina menekankan perlunya dibuat aturan terkait gugatan warga negara dalam hukum lingkungan dan aturan teknis anti-SLAPP. Aturan-aturan tersebut penting dibuat karena gugatan warga negara cenderung berantakan dibandingkan dengan gugatan perwakilan kelompok (class action) yang aturannya sudah cukup rapi.

Kepala Bidang Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBHJ) Nelson Simamora mengatakan, beberapa hambatan dalam gugatan warga negara dan gugatan perwakilan kelompok ini di antarnya banyaknya aturan hukum yang saling bertentangan satu sama lain. Hakim juga dinilai tidak memiliki perspektif lingkungan hidup yang baik dalam menjatuhkan putusan meskipun sudah memiliki sertifikat.

Tertuang di konstitusi

Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Palangkarayas sekaligus anggota Kelompok Kerja Lingkungan Hidup Nasional Mahkamah Agung, Nani Indrawati, mengatakan, dalam konstitusi sudah jelas mengatur tentang jaminan kesejahteraan dan partisipasi masyarakat, termasuk di sektor lingkungan hidup.

Baca juga : Pemerintah Digugat Lagi Terkait Kali Brantas

Beberapa di antaranya ialah Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebut bahwa setiap orang berhak bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sementara jaminan partisipasi tertuang dalam Pasal 28E ayat 3 yang menyatakan bahwa negara menjamin hak setiap orang untuk mengeluarkan pendapat.

Nani menegaskan, aturan anti-SLAPP yang tertuang dalam Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga cukup memberikan perlindungan terhadap pihak yang tengah memperjuangkan haknya dalam mendapatkan lingkungan hidup yang baik. Namun, sayangnya, ketentuan tersebut tidak mendefinisikan siapa saja subyek yang dikualifikasikan sebagai pejuang lingkungan hidup.

Baca juga : Koalisi Masyarakat Gugat Pemkot Medan untuk Mengembalikan Fungsi Lapangan Merdeka

KOMPAS, RABU 06 Januari 2021 Halaman 8.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.