JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah membeli surat utang yang diterbitkan BUMN dan berinvestasi langsung senilai total Rp 19,7 triliun tahun ini dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi nasional. Namun, pemerintah dinilai perlu mengawasi penggunaannya guna memastikan efektivitas dan dampaknya bagi masyarakat luas.
Investasi pemerintah untuk pemulihan ekonomi nasional diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118 Tahun 2020. Investasi yang bersumber dari APBN ini sifatnya nonpermanen. Tahun ini, ada lima BUMN penerima investasi senilai Rp 19,7 triliun, yakni PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Kereta Api Indonesia/KAI (Persero), PT Perkebunan Nusantara (Persero), PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perumnas).
Pelaksana investasi yang ditunjuk pemerintah adalah badan usaha dengan misi khusus dari Kementerian Keuangan (special mission vehicle/SMV) yang terdiri dari PT Sarana Multi Infrastruktur/SMI (Persero), PT Sarana Multigriya Finansial/SMF (Persero), dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata saat dihubungi, Kamis (10/12/2020), mengatakan, seluruh dana investasi pemerintah untuk pemulihan ekonomi disalurkan sampai akhir Desember 2020. Per akhir November 2020, dana terealisasi Rp 4,15 triliun, yakni untuk Perumnas Rp 650 miliar dan PT KAI Rp 3,5 triliun.
Baca juga : Suntikan Dana ke BUMN Mesti Diawasi Ketat

Investasi untuk Perumnas diberikan melalui PT SMF guna mendukung keberlangsungan program satu juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Sementara investasi untuk PT KAI disalurkan melalui PT SMI untuk penyediaan transportasi publik yang murah dan terjangkau.
”Terkait pengawasan dan mekanisme memastikan pengembalian dana, pemerintah dan pelaksana investasi secara periodik akan melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap investasi yang sudah diberikan ke BUMN,” kata Isa.
Pengawasan dan pemantauan dilakukan dengan memastikan sejumlah indikator keberhasilan, yang telah disepakati dalam perjanjian investasi, telah terealisasi. Tak hanya aspek keuangan, indikator keberhasilan juga mencakup perbaikan manajemen BUMN penerima dana investasi.
Direktur Utama PT SMI (Persero) Edwin Syahruzad menambahkan, kajian pemberian investasi tidak hanya ditilik dari aspek finansial, tetapi juga aspek hukum dan kekayaan ekonomi. Pelaksana investasi juga mempertimbangkan faktor-faktor risiko dan upaya mitigasinya.
Sejauh ini PT SMI baru menyalurkan investasi pemerintah senilai Rp 3,5 triliun untuk PT KAI. Dari hasil kajian dan studi kelayakan, PT KAI berhak mendapat investasi pemerintah karena mengalami penurunan pendapatan yang signifikan, berperan penting dalam penyediaan transportasi publik, dan tidak ada penolakan dari pemegang saham dan kreditor.
”Proyeksi keuangan juga mengindikasikan PT KAI mampu mengembalikan dana investasi pemerintah. Diharapkan, dengan adanya investasi pemerintah ini, kinerja PT KAI bisa kembali pulih,” ujar Edwin.
Secara total, pemerintah mengalokasikan anggaran pembiayaan korporasi untuk BUMN dan lembaga senilai Rp 53,57 triliun dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional 2020. Pembiayaan korporasi diberikan dalam bentuk penempatan dana untuk restrukturisasi padat karya, penyertaan modal negara (PMN) untuk 11 BUMN, dan investasi pemerintah untuk 5 BUMN.
Baca juga : BUMN Berutang untuk Bayar Utang
Kinerja BUMN
Dihubungi secara terpisah, Kamis, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Andry Satrio, mengatakan, PT Garuda Indonesia dan PT Krakatau Steel memang membutuhkan bantuan pemerintah. Kinerja keuangan kedua perusahaan itu terganggu akibat utang yang tinggi ditambah hantaman pandemi Covid-19.
Meski demikian, pelaksanaan investasi pemerintah tetap harus diawasi. Pengawasan oleh lembaga legislatif menjadi kuncinya. Investasi pemerintah atau sebelumnya disebut program dana talangan ini harus kembali ke pemerintah. Pengawasan perlu dibarengi evaluasi mengenai efektivitas kebijakan.
”Hal yang paling dikhawatirkan adalah kurangnya evaluasi mengenai efektivitas pemberian dana. Efektivitas ini berbicara sejauh mana BUMN itu berdampak luas kepada masyarakat. Ini suka luput,” ujar Andry.
Selain itu, lanjut Andry, investasi pemerintah dengan membeli surat utang yang diterbitkan BUMN atau lembaga perlu diatur lebih detail. Sebagai contoh, regulasi yang ada tidak mengatur besaran konversi utang menjadi saham sebagai bentuk penyelesaian investasi pemerintah.
Dalam kasus PT Garuda Indonesia, misalnya, dana pinjaman pemerintah saat ini lebih besar dari nilai kapitalisasi pasar saham perusahaan sehingga apabila surat utang dikonversikan menjadi saham akan ada pemegang saham minoritas yang terdelusi. ”Rasio pertukaran antara obligasi menjadi saham perlu diatur lebih detail,” katanya.
Baca juga : Realisasi Pencairan PMN Masih Rendah
Di sisi lain, BUMN harus tetap mewaspadai kondisi masa depan karena ketidakpastian ekonomi masih menyelimuti selama Covid-19 belum tertangani. Bank Pembangunan Asia (ADB) memproyeksikan perekonomian Indonesia tahun 2020 terkontraksi 2,2 persen atau lebih dalam dari proyeksi pada September 2020 yang sebesar minus 1 persen.
Ekonom ADB untuk Indonesia, Emma Allen, mengatakan, perlambatan aktivitas ekonomi masih terjadi sepanjang triwulan IV-2020 sehingga memengaruhi kinerja BUMN dan sektor swasta. Aktivitas ekonomi yang masih melambat ini menyebabkan kontraksi pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih dalam dari proyeksi sebelumnya.
ADB juga memproyeksikan perekonomian RI pada 2021 tumbuh positif 4,5 persen atau lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,3 persen. Perbaikan ekonomi sangat bergantung pada peningkatan konsumsi swasta, peningkatan keyakinan konsumen, dan penanganan Covid-19 yang lebih optimal.
KOMPAS, JUM’AT 11 Desember 2020 Halaman 9.