JAKARTA, KOMPAS — Beban yang harus ditanggung oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara saat pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah 2020, 9 Desember mendatang, bisa berlipat jika ada anggota yang tidak bisa bertugas karena terpapar Covid-19. Komisi Pemilihan Umum diminta mengantisipasi hal ini. Salah satunya, perlu dipikirkan mekanisme penggantian secara cepat untuk mengganti petugas yang terinfeksi Covid-19.
Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) telah diatur mekanisme jika ada anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang berhalangan saat hari pencoblosan.
Pasal 25 ayat 5 disebutkan, jika ada satu hingga dua anggota dari total tujuh KPPS berhalangan pada hari pemungutan suara, pembagian tugas setiap anggota KPPS ditetapkan oleh ketua KPPS. Sementara jika anggota KPPS yang berhalangan lebih dari dua orang sehingga jumlah anggota KPPS kurang dari lima orang dilakukan penggantian anggota KPPS. Penggantian anggota KPPS berpedoman pada peraturan KPU yang mengatur mengenai pembentukan anggota KPPS.
Potensi kekurangan KPPS tersebut cukup besar karena pada masa pandemi sejumlah anggota KPPS terkonfirmasi positif Covid-19. Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, misalnya, ada 13 anggota KPPS terkonfirmasi positif Covid-19. Jumlah tersebut bisa bertambah karena sebagian daerah masih melakukan tes cepat Covid-19 kepada anggota KPPS.
Baca juga : Ratusan Petugas KPPS di Kalsel Wajib Isolasi Mandiri Sebelum Bertugas
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini, dihubungi dari Jakarta, Kamis (26/11/2020), mengatakan, beban petugas KPPS di Pilkada 2020 lebih ringan dibandingkan saat penyelenggaraan Pemilu 2019. Jumlah calon yang berkompetisi di pilkada jauh lebih sedikit serta surat suara yang dihitung juga jumlahnya tidak sebanyak pemilu legislatif dan pemilu presiden pada 2019.
Dengan demikian, jika nanti saat waktu pemungutan suara pilkada petugas KPPS yang bertugas hanya lima orang, ia melihat, penyelenggaraan pemungutan suara masih tetap memungkinkan.
Hanya saja, ia mengingatkan KPU untuk memastikan para anggota KPPS benar-benar memahami dan menguasai semua aturan pemungutan dan penghitungan suara, termasuk penerapan protokol kesehatan selama pemungutan suara.
”Hal ini penting agar mereka tidak mengalami kegagapan saat pada hari pemungutan suara nanti apabila ada dua petugas yang ternyata berhalangan,” kata Titi.
Untuk diketahui, dalam satu TPS terdiri atas tujuh anggota KPPS. Ketua KPPS sebagai anggota KPPS pertama mempunyai tugas memimpin rapat pemungutan dan penghitungan suara serta memberikan penjelasan mengenai tata cara pemberian suara. Anggota KPPS kedua dan ketiga bertugas membantu ketua KPPS di meja ketua, yaitu menyiapkan berita acara beserta sertifikat dan memisahkan surat pemberitahuan berdasarkan jenis kelamin dan/atau tugas lain yang diberikan oleh ketua KPPS.
Anggota KPPS keempat dan kelima berada di dekat pintu masuk TPS dan mempunyai tugas menerima pemilih yang akan masuk ke dalam TPS. Anggota KPPS keenam bertempat di dekat kotak suara, bertugas mengatur pemilih yang akan memasukkan surat suara ke dalam kotak suara. Adapun anggota KPPS ketujuh bertempat di dekat pintu keluar TPS. Tugasnya, mengatur pemilih yang akan keluar TPS dan memberikan tanda khusus berupa tinta di salah satu jari pemilih sebagai bukti bahwa pemilih yang bersangkutan telah memberikan hak pilihnya.
Anggota KPU, Ilham Saputra, pernah mengatakan, semua petugas KPPS akan menjalani tes cepat Covid-19 sebelum bertugas. Jika hasilnya reaktif, mereka diminta melakukan isolasi mandiri selama 14 hari. Kemudian jika sampai pada hari pencoblosan belum sembuh, mereka tidak diizinkan bertugas di TPS.
Namun, sebagian daerah melaksanakan tes cepat kurang dari 14 hari sebelum hari pencoblosan sehingga jika ada yang reaktif Covid-19, waktu isolasi mandiri pasien tersebut tidak memenuhi ketentuan. Sebanyak 1.813 anggota KPPS di Kota Blitar, misalnya, baru akan menjalani tes cepat pada 28-29 November. Bahkan, di Sidoarjo, tes cepat dijadwalkan baru akan selesai pada 4 Desember 2020 atau H-5 pencoblosan.
Anggota KPU Kota Depok, Mahadi Rahman Harahap, mengatakan, anggota KPPS yang hasil tes cepatnya menunjukkan hasil reaktif akan langsung diganti. Penggantian dilakukan untuk meyakinkan pemilih bahwa TPS aman dari penularan Covid-19.
”KPU dan Bawaslu sepakat untuk langsung menganti anggota KPPS yang reaktif. Itu kami lakukan untuk menjaga kepercayaan dan agar warga tidak takut datang ke TPS pada 9 Desember nanti,” kata Mahadi.
Solusi penggantian
Pendiri Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay, mengatakan, KPU harus mengantisipasi kekurangan KPPS. Penggantian KPPS bisa dilakukan dari pendaftar pada periode pertama perekrutan KPPS yang memenuhi syarat. Jika tidak ada, Panitia Pemungutan Suara perlu mengidentifikasi potensi calon petugas KPPS yang ada di lingkungan kelurahan atau desanya, khususnya yang berusia muda, cukup berpendidikan, dan memenuhi persyaratan calon anggota KPPS.
”Antisipasi penggantian KPPS bisa dengan bekerja sama dengan institusi pendidikan, organisasi pemuda, pegiat sosial, demokrasi atau pemilu, dan tenaga pendidik dalam mengidentifikasi calon anggota KPPS,” ujarnya.
Baca juga : Tingginya Penambahan Kasus Harian Tanda Peringatan bagi Pengendalian Covid-19
Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengingatkan, pemeriksaan tes cepat tidak bisa menjadi acuan untuk memastikan seseorang terpapar Covid-19 atau tidak. Oleh karena itu, semua orang yang berada di TPS harus disiplin menjalankan protokol kesehatan dengan baik. Selain itu, ia menganjurkan agar pemilih tidak terlalu lama di TPS setelah selesai mencoblos.
KOMPAS, JUM’AT 27 November 2020 Halaman 11.