JAKARTA, KOMPAS — Daya tarik fiskal Indonesia di sektor hulu minyak dan gas bumi atau migas di bawah rata-rata dunia. Butuh banyak perbaikan agar iklim investasi di Indonesia pulih dan menarik di mata investor. Tantangan lain adalah target produksi 1 juta barel minyak per hari pada 2030 yang tak mudah dicapai.
Menurut Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara pada Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Pande Putu Oka Kusumawardani, berdasarkan penelitian ahli, potensi migas di Indonesia masih menarik untuk dikembangkan. Hanya saja, Indonesia perlu memperbaiki iklim investasi untuk menarik minat investor.
Dalam paparannya, mengutip data dari Wood Mackenzie dan IHS Markit, dari 0 sampai 5, skala Indonesia untuk daya tarik fiskal hulu migas mencapai 2,4 atau di bawah rata-rata dunia yang sebesar 3,3.
”Perbaikan iklim investasi dan kemudahan berusaha di sektor hulu migas harus terus-menerus diperbaiki secara kesinambungan. Beberapa hal yang harus dilakukan adalah penyederhanaan birokrasi, kontrak bagi hasil yang fleksibel, insentif fiskal dan nonfiskal, serta perbaikan data migas,” kata Kusumawardani dalam webinar internasional tentang hulu migas Indonesia, Kamis (19/11/2020).
Kusumawardani menambahkan, industri hulu migas masih sangat penting bagi Pemerintah Indonesia. Sektor tersebut telah menyumbang penerimaan bagi negara sebesar Rp 180 triliun pada tahun 2019. Selain itu, kontribusi sektor migas terhadap produk domestik bruto pada tahun yang sama mencapai Rp 773 triliun atau 4,9 persen.
Dari 0 sampai 5, skala Indonesia untuk daya tarik fiskal hulu migas sebesar 2,4 atau di bawah rata-rata dunia yang sebesar 3,3.
Baca juga: Mendorong Energi Terbarukan Jangan Abaikan Migas
Sementara itu, menurut Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto, migas masih menjadi sumber energi primer yang penting bagi Indonesia di masa mendatang kendati pemanfaatan energi terbarukan terus naik.
Masalahnya, kemampuan produksi minyak di dalam negeri terus menurun di tengah meningkatnya permintaan. Indonesia masih memiliki peluang memperbaiki produksi minyak lantaran masih ada 68 cekungan yang sama sekali belum dieksplorasi potensinya.
”Apalagi, kami ada target produksi minyak 1 juta barel per hari dan gas bumi 12 miliar kaki kubik per hari di 2030. Tentu ini adalah target yang tak mudah dan membutuhkan cara-cara luar biasa dan terobosan untuk mencapai target tersebut,” kata Dwi.
Beberapa strategi yang disiapkan pemerintah demi mencapai target produksi pada 2030 adalah meningkatkan produksi minyak pada lapangan yang sudah ada, mengakselerasi status potensi migas menjadi cadangan terbukti, penerapan metode pengurasan minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR), serta menggiatkan eksplorasi untuk menemukan sumber cadangan migas baru berskala besar.
”Kami sangat membutuhkan dukungan dan kerja sama dari semua pemangku kepentingan untuk mencapai target produksi di 2030 mendatang,” ujar Dwi.
Pemerintah rajin menawarkan kemitraan pengelolaan hulu migas kepada investor selama masa pandemi Covid-19.
Baca juga: Investasi Hulu Migas Berpotensi Lesu
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial menambahkan, pemerintah rajin menawarkan kemitraan pengelolaan hulu migas kepada investor selama masa pandemi Covid-19. Seharusnya, April 2020 lalu ada lelang sejumlah wilayah kerja migas di Indonesia. Pandemi menyebabkan lelang tersebut ditunda.
”Ada 10 wilayah kerja migas yang hendak kami tawarkan kepada investor dengan total sumber daya sebesar 3,4 miliar barel minyak dan 5 triliun kaki kubik gas bumi yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua,” kata Ego.
Data Kementerian ESDM menyebutkan, cadangan terbukti dan potensi minyak bumi di Indonesia mencapai 3,7 miliar barel. Adapun cadangan terbukti dan potensi gas bumi sebanyak 77,29 triliun kaki kubik.
Baca juga: Menerka Arah Migas Indonesia
KOMPAS, JUM’AT 20 November 2020 Halaman 10.