COVID-19: Tangani Covid-19 agar Perbaikan Ekonomi Tak Semu

Pada pekan terakhir Agustus 2020, jumlah kasus terkonfirmasi Covid-19 melonjak. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mengakui, lonjakan kasus setelah libur panjang pada 20-23 Agustus.

Dua bulan kemudian, 28 Oktober-1 November, terjadi pergerakan masyarakat saat cuti bersama. Sebagian memanfaatkan subsidi harga tiket pesawat dari pemerintah, berupa penghapusan biaya pelayanan jasa penumpang pesawat udara. Subsidi itu membuat harga tiket pesawat domestik yang berangkat dari 13 bandara di Indonesia lebih murah.

Masyarakat yang sudah jenuh terjebak delapan bulan dalam pandemi Covid-19 nekat menantang risiko. Mereka bepergian ke sejumlah lokasi.

Tangani Covid-19 agar Perbaikan Ekonomi Tak Semu

Hal ini tertangkap dalam Matriks Keadaan Ekonomi dan Kesehatan yang diterbitkan Centre for Srategic and International Studies (CSIS). Matriks yang menyandingkan data pergerakan orang dengan data kasus Covid-19 menunjukkan, pada 27 Oktober 2020 atau sehari sebelum cuti bersama dimulai, pergerakan masyarakat di sejumlah daerah meningkat signifikan. Pergerakan masyarakat naik drastis pada 27-31 Oktober di DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pelanggaran protokol kesehatan terdeteksi di beberapa wilayah. Hasil tes cepat di beberapa lokasi wisata, ada pelancong yang reaktif Covid-19. Dalam dua pekan mendatang, kasus Covid-19 diperkirakan meningkat.

Lonjakan kasus Covid-19 setelah libur panjang jadi pelajaran bersama. Masih ada periode libur panjang di akhir Desember 2020 hingga awal Januari 2021. Ada waktu untuk menata kebijakan dan strategi agar tidak terjadi lonjakan kasus Covid-19 lagi.

Baca juga: Ibu Kota Waspadai Kluster Liburan Panjang Akhir Oktober

Data di laman covid19.go.id menunjukkan, ada 425.796 kasus terkonfirmasi Covid-19 per Kamis (5/11/2020). Adapun berdasarkan Worldometers, sampai dengan Kamis, Indonesia menempati urutan ke-21 dalam daftar negara dengan jumlah kasus Covid-19 tertinggi.

Pilkada

Selain cuti bersama dan subsidi harga tiket pesawat, agenda pilkada di 270 daerah pada 9 Desember 2020 juga dikhawatirkan menambah risiko lonjakan kasus Covid-19.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam berbagai kesempatan menekankan, pilkada merupakan salah satu pengungkit ekonomi pada akhir tahun. Sebab, Pplkada diyakni akan memacu konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah. Anggaran penyelenggaraan pilkada juga dialokasikan dalam APBN 2020. Selama ini, anggaran pilkada bersumber dari APBD setiap daerah.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Bidang Perekonomian Iskandar Simorangkir memaparkan, dampak langsung pilkada cukup besar. Dampak dihitung dari anggaran penyelenggaraan dan biaya yang dikeluarkan peserta pilkada.

”Dampak langsung dilihat dari komponen lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga atau LNPRT. Dampak pilkada terhadap perekonomian berkisar 0,2-0,5 persen,” katanya.

Dampak dihitung dari anggaran penyelenggaraan dan biaya yang dikeluarkan peserta pilkada.

Tangani Covid-19 agar Perbaikan Ekonomi Tak Semu

Namun, peneliti senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, berpendapat, tidak ada korelasi kuat antara penyelenggaraan pilkada dan pertumbuhan ekonomi. Apalagi, aktivitas pilkada tidak sebesar penyelenggaraan pemilihan presiden dan wakil presiden.

Hal itu tergambar dalam data statistik pertumbuhan ekonomi. Ingar-bingar persiapan Pemilu 2019 meningkatkan konsumsi LNPRT secara signifikan, yakni 10,62 persen. Namun, pada saat yang sama, konsumsi rumah tangga tumbuh melemah menjadi 5,04 persen dan investasi menjadi 4,45 persen.

Konsumsi LNPRT yang meroket berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi. Pada 2019, perekonomian Indonesia hanya tumbuh 5,02 persen atau lebih rendah dibandingkan dengan 2018 yang sebesar 5,17 persen. Kontribusi LNPRT terhadap PDB 2019 hanya 1,27 persen.

”Penyelenggaraan pilkada hanya mampu mendorong pengeluaran konsumsi LNPRT, bukan pertumbuhan ekonomi karena kontribusinya sangat kecil,” kata Enny.

Perbaikan semu

Pemerintah menggaungkan strategi ”gas dan rem” untuk menunjukkan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi.

Baca juga: Meredam Ongkos Resesi

Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 yang dirilis Badan Pusat Statistik, strategi pemerintah berhasil menjaga perekonomian. Kontraksi ekonomi pada triwulan III sebesar 3,49 persen tidak sedalam triwulan II-2020 yang minus 5,32 persen. Sebab, kondisi sejumlah sektor mulai membaik.

Secara triwulanan, perekonomian tumbuh 5,05 persen.

Kepala BPS Suhariyanto optimistis, pertumbuhan ekonomi pada triwulan III yang tidak sedalam triwulan II menjadi modal untuk melangkah ke triwulan IV-2020.

Akan tetapi, Kepala Ekonom CSIS Yose Rizal Damuri berpendapat, perbaikan itu semu semata selama aspek kesehatan tidak ditangani dengan baik.

”Jika dilihat dari triwulan ke triwulan memang mulai ada kenaikan, tetapi hitungannya masih pelan. Hal ini menunjukkan, persoalan dasarnya, yaitu kesehatan, belum terselesaikan. Selama faktor utamanya belum selesai, pertumbuhan ekonomi akan mandek,” katanya. Perbaikan itu semu semata selama aspek kesehatan tidak ditangani dengan baik.

Pertumbuhan ekonomi yang mandek setelah sempat membaik terjadi di beberapa negara maju di kawasan Eropa. Indikator aktivitas dan mobilitas orang serta konsumsi masyarakat meningkat, ekonomi mulai tumbuh, tetapi cenderung tersendat di titik yang sama. Titik ini jauh di bawah kondisi normal sebelum Covid-19.

Baca juga: Pandemi, Resesi, dan Mitigasi

Berdasarkan data Matriks Keadaan Ekonomi dan Kesehatan oleh CSIS, kendati ada aktivitas dalam empat bulan terakhir, kemajuannya terhitung pelan. Pergerakan orang di sebagian besar provinsi selama Agustus-Oktober 2020 masih terjebak di kisaran yang sama seperti pada Juni 2020, saat pembatasan sosial berskala besar baru dilonggarkan.

”Setelah Juni memang ada kenaikan pesat, tetapi setelah itu tertahan sekitar 5 persen di bawah kondisi sebelum pandemi. Pemerintah dengan kebijakan gas dan remnya mengesankan ada trade off antara ekonomi dan kesehatan. Padahal, seharusnya ada strategi yang bisa menyelaraskan penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi,” kata Yose.

Seharusnya ada strategi yang bisa menyelaraskan penanganan kesehatan dan pemulihan ekonomi.

Tidak serius

Langkah pemerintah memacu laju roda ekonomi melalui cuti bersama, pilkada, dan menggenjot pariwisata mesti diimbangi dengan helaan penanganan kesehatan yang tidak mengandalkan vaksin.

Kunci menyelaraskan ekonomi dan kesehatan adalah tes dan pelacakan yang masif.

Yose meyakini, Indonesia mampu asalkan pemerintah pusat dan daerah serius dan bersedia bekerja keras. Solusi pemerintah yang saat ini terpusat pada produksi, pembelian, dan distribusi vaksin tidak bisa diandalkan karena riskan dan efektivitasnya masih dipertanyakan.

KOMPAS, JUM’AT, 06 Nopember 2020 Halaman 10.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.