INFRASTRUKTUR: Jembatan Teluk Kendari Mengungkit Ekonomi Sultra

KENDARI, KOMPAS — Konektivitas dari pembangunan infrastruktur, seperti Jembatan Teluk Kendari, diharapkan segera menjadi daya ungkit ekonomi daerah yang berdampak secara lokal ataupun regional. Pembangunan kawasan industri, jasa, dan pariwisata menjadi semakin mudah untuk perkembangan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Hal tersebut diungkapkan Presiden Joko Widodo saat meresmikan Jembatan Teluk Kendari di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (22/10/2020) siang. Presiden didampingi Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono, Gubernur Sultra Ali Mazi, Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Hedy Rahadian, Wali Kota Kendari Sulkarnain, dan sejumlah pejabat lain.

”Jembatan ini mempersingkat akses dari yang sebelumnya 30 menit jika melingkar dari Kota Lama ke Poasia, dengan adanya jembatan hanya lima menit. Kelancaran akses dan konektivitas akan membuat mobilitas barang, jasa, dan manusia akan semakin efisien. Dengan demikian, daya saing akan semakin meningkat sehingga Sulawesi Tenggara, khususnya Kota Kendari, menjadi semakin menarik untuk pengembangan usaha-usaha baru,” tutur Presiden dalam sambutannya.

Jembatan ini, kata Presiden, dibangun untuk pengembangan kawasan kota Kendari, Kendari New Port, kawasan industri di Bungkutoko, hingga kawasan industri Konawe. Semua pembangunan ini akan memunculkan sentra-sentra pertumbuhan ekonomi baru di Kendari dan Sultra secara luas.

Infrastruktur, baik jembatan, jalan tol, bandara, maupun pelabuhan, lanjut Presiden, harus memiliki nilai tambah. Pembangunan infrastruktur tersebut harus terintegrasi dengan kawasan pertanian, perkebunan, dan industri yang sudah ada sehingga memberikan daya ungkit terhadap produktivitas dan daya saing.

”Kita harapkan bisa memunculkan lapangan pekerjaan yang lebih banyak. Jembatan ini tidak hanya bermanfaat, tetapi menarik dari arsitektur. Menjadi ikon baru dan kebanggaan masyarakat Kota Kendari,” ujar Presiden.

Baca juga : Jembatan Teluk Kendari, dari Teluk Penuh Ranjau hingga Menjadi Ikon Sultra

Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian menyampaikan, Jembatan Teluk Kendari dengan panjang 1.349 meter merupakan jembatan dengan model bentangan kabel ketiga terpanjang di Indonesia setelah Jembatan Suramadu di Jawa Timur dan Jembatan Pulau Balang di Balikpapan, Kalimantan Timur. Jembatan ini menghubungkan dua kawasan ujung teluk, yaitu Kota Lama dan Poasia.

Secara kawasan, lanjut Hedy, jembatan ini merupakan titik simpul utama konektivitas berbagai kawasan pengembangan di sekitar Kendari. Beberapa di antaranya adalah kawasan wisata bahari, kawasan Pelabuhan Bungkutoko, daerah pengembangan kota baru Kendari, kawasan industri Konawe, dan Bandara Halu Oleo.

Jembatan Teluk Kendari dibangun selama lima tahun oleh konsorsium PT PP (Persero) dan PT Nindya Karya dengan total anggaran Rp 800.906.868.000. Jembatan awalnya ditargetkan selesai dalam empat tahun, tetapi molor karena berbagai kendala. Salah satunya adalah adanya ranjau laut peninggalan Jepang yang tersebar di lokasi pembangunan jembatan. Setelah beberapa kali tambahan waktu, jembatan ini selesai dibangun pada awal Oktober lalu. Sejumlah penyelesaian akhir masih diperlukan, termasuk pengecatan.

Pengerjaan konstruksi jembatan memakan waktu lebih dari empat tahun, terdiri dari pembangunan jalan pendekat atau oprit (602,5 meter), approach span (357,7 m), side span (180 m), dan bentang utama atau main span (200 m). Jembatan dengan tipe cable stayed ini memiliki lebar 20 meter dengan empat lajur serta median dan trotoar.

Sebelum ada jembatan, warga yang ingin bepergian dari Kota Lama ke Poasia biasanya menggunakan perahu kecil dengan tarif Rp 10.000 per orang. Jika memutar dengan kendaraan, mereka harus menempuh jarak sekitar 25 kilometer dengan waktu lebih kurang 30 menit.

Selama satu minggu masyarakat diberi izin datang ke jembatan untuk jalan-jalan, tetapi belum memakai kendaraan.

Wali Kota Kendari Sulkarnain menyampaikan, Jembatan Teluk Kendari merupakan hasil kerja keras bersama yang menjadi kebanggaan baik warga Kendari maupun Sultra secara luas. Kebanggaan ini harus dijaga dan dirawat bersama, terlebih dengan kehadiran Presiden yang meresmikan langsung jembatan ini.

”Selama satu minggu masyarakat diberi izin datang ke jembatan untuk jalan-jalan, tetapi belum memakai kendaraan. Pekan depan baru kendaraan akan lewat,” katanya.

Selain menghadirkan keadilan bagi masyarakat dengan pembangunan yang merata, jembatan ini dipercaya bisa meningkatkan perekonomian secara luas. Sebab, jembatan membuat akses perjalanan jadi efisien dan efektif. Aktivitas ekonomi di wilayah Bungkutoko akan semakin lancar dan mudah. Sektor pariwisata di wilayah Kota Lama, yang berbatasan dengan Kabupaten Konawe, juga semakin berkembang.

Untuk wilayah Bungkutoko, tutur Sulkarnain, telah disiapkan zona industri seluas 2.000 hektar. Nantinya zona ini akan menjadi kawasan industri pelabuhan, jasa, hingga daerah permukiman baru. Semua sektor, baik pemerintah maupun swasta, ditargetkan bisa berperan besar, tetapi tetap dalam pengawasan pemerintah. Rencana detail tata ruang sedang disusun dan akan disahkan dalam waktu dekat.

”Makanya, dengan anggaran Rp 800 miliar, saya rasa nilai itu akan kembali dengan cepat, proyeksi saya 5-6 tahun. Karena pelabuhan kita saja itu pergerakan barangnya tumbuh 20 persen meski dalam kondisi pandemi Covid-19,” ucapnya.

Baca juga : Target Penyelesaian Jembatan Teluk Kendari Melenceng

Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional XXI Kendari Yohanis Tulak Todingara mengatakan, sosialisasi akan dilakukan selama satu pekan ini sebelum jembatan bisa digunakan. Selain itu, persiapan kecil dan penyelesaian tahap akhir juga dilakukan, seperti pengecatan akses dan lainnya.

”Setelah itu baru bisa digunakan penuh. Kami yakin jembatan ini bisa bermanfaat luas dan menjadi kebanggaan masyarakat. Apalagi, waktu tempuh yang biasanya memutar sampai 30 menit saat ini hanya lima menit saja,” ujarnya.

Selain meresmikan jembatan, kunjungan Presiden di Sultra juga dalam rangka meresmikan pabrik gula di Kabupaten Bombana, yang disebut terbesar di Indonesia. Pabrik gula tersebut berdiri di bawah bendera PT Prima Alam Gemilang dengan kapasitas giling hingga 12.000 ton cane per day (TCD).

Pabrik yang dibangun sejak 2016 itu menyerap nilai investasi sebesar Rp 5 triliun. Pabrik itu juga akan memanfaatkan bahan baku dari area tebu inti plasma dengan luas lebih dari 20.000 hektar.

Selama kedatangan Presiden di Sultra, aksi mahasiswa juga terus terjadi. Mahasiswa menuntut dibatalkannya RUU Cipta Kerja yang telah disetujui untuk disahkan oleh DPR. Mahasiswa juga berharap Presiden mengungkap pelaku penembakan terhadap dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Randi dan Yusuf, dalam bentrok dengan aparat pada September 2019. Kedua mahasiswa itu meninggal dalam peristiwa tersebut.

Baca juga : Setahun Penembakan Randi-Yusuf dan Jejak Si ”Parabellum”

KOMPAS, JUM’AT, 23102020 Halaman 1.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.