Keaktifan Pembayaran Iuran Peserta JKN Menurun di Masa Pandemi

JAKARTA, KOMPAS — Keaktifan pembayaran iuran peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat menurun selama masa pandemi. Penurunan ini terutama pada segmen peserta bukan penerima upah atau perserta mandiri.

Berdasarkan data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, tren penurunan keaktifan peserta bukan penerima upah (PBPU) mulai terjadi pada Februari 2020. Hal ini turut berdampak pada peningkatan jumlah peserta nonaktif. Pada Desember 2019, tingkat keaktifan peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sebesar 55,50 persen.

Jumlah ini terus menurun secara berturut-turut, menjadi 51,19 persen (Februari 2020), 47,84 persen (Juni 2020), dan 47,20 persen (September 2020). Adapun jumlah peserta PBPU nonaktif pada September 2020 mencapai 16,15 persen.

Penurunan tingkat keaktifan peserta program JKN, khususnya pada peserta PBPU ini, perlu dikaji lebih lanjut lagi.

”Penurunan tingkat keaktifan peserta program JKN, khususnya pada peserta PBPU ini, perlu dikaji lebih lanjut lagi. Dengan begitu, intervensi yang tepat pun bisa segera dilakukan,” kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Tubagus Achmad Choesni, di Jakarta, Kamis (22/10/2020).

Selain pada tingkat keaktifan peserta, penurunan juga terjadi pada cakupan kepesertaan JKN-KIS. Pada 2019, cakupan kepesertaan program ini mencapai 86 persen atau sekitar 224.149.000 penduduk di Indonesia.

Namun, pada 30 September 2020, cakupan kepesertaan JKN-KIS berkurang sebanyak 1.667.465 penduduk. Penurunan ini dapat berdampak pada cakupan kesehatan semesta (universal health coverage) yang seharusnya dicapai minimal 95 persen penduduk.

Keaktifan Pembayaran Iuran Peserta JKN Menurun di Masa Pandemi

Menurut Choesni, kondisi pandemi Covid-19 memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk pada aspek ekonomi. Hal ini pula yang mungkin memengaruhi kemampuan masyarakat untuk membayar iuran JKN-KIS.

Setidaknya pada September 2020 tercatat ada 1,63 juta orang miskin baru dari periode tahun sebelumnya. Jumlah pengangguran pun meningkat sebanyak 1,76 juta pekerja. Tingkat kemiskinan masyarakat yang sebelumnya terus menurun, kini meningkat dari 9,41 persen pada 2019 menjadi 9,78 persen pada 2020.

Anggaran khusus

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, berbagai strategi telah dilakukan pemerintah untuk menjaga keberlangsung program JKN-KIS, khususnya di masa pandemi Covid-19. Salah satunya dilakukan melalui anggaran khusus bantuan iuran JKN sebesar Rp 3 triliun.

”Peningkatan realisasi belanja bansos (bantuan sosial) tumbuh 79,8 persen dari tahun sebelumnya. Ini dipengaruhi salah satunya oleh pencairan bantuan premi iuran JKN dengan tarif yang lebih besar dalam anggaran untuk Kementerian Kesehatan,” ucapnya.

Keaktifan Pembayaran Iuran Peserta JKN Menurun di Masa Pandemi

Dari besaran bantuan iuran yang disediakan, sampai 16 Oktober 2020, bantuan yang sudah terealisasi mencapai Rp 1,9 triliun. Besaran ini digunakan untuk pembiayaan iuran dari 38,7 juta perserta JKN-KIS.

Selain itu, pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah mengalokasikan dana sebesar Rp 51,2 triliun untuk bantuan iuran bagi peserta JKN segmen PBPU dan bukan pekerja (BP) kelas III serta bantuan iuran bagi peserta segmen penerima bantuan iuran (PBI).

Guru Besar Ekonomi dan Asuransi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Budi Hidayat menuturkan, selama masa pandemi ini juga menimbulkan sejumlah titik kritis dalam keberlanjutan program jaminan sosial tersebut. Itu, antara lain, terkait perubahan pola utilisasi pelayanan kesehatan di masyarakat.

Baca juga: Jaga Keberlanjutan Program JKN

”Perubahan pola utilisasi pelayanan kesehatan cenderung menurun saat Indonesia terkena wabah Covid-19. Penurunan ini ditemukan baik pada angka kontak ke FKTP (fasilitas kesehatan tingkat primer), penurunan pada angka kunjungan ke rumah sakit, serta penurunan angka revisit (kunjungan balik). Kondisi ini perlu kajian lebih dalam,” tuturnya.

Budi berpendapat, penurunan tingkat utilisasi atau pemanfaatan pelayanan kesehatan bisa disebabkan oleh kekhawatiran masyarakat untuk datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Namun, penurunan ini juga bisa terjadi karena pelayanan medis di masa sebelum pandemi tidak sesuai dengan kebutuhan.

Karena itu, kajian serta evaluasi program JKN selama masa pandemi ini perlu segera dilakukan. Ini terutama untuk mengantisipasi risiko yang bisa terjadi di kemudian hari.

Keaktifan Pembayaran Iuran Peserta JKN Menurun di Masa Pandemi

Apabila penurunan utilitas pelayanan kesehatan terjadi karena adanya kekhawatiran masyarakat, pengobatan dan terapi kepada pasien pun bisa tertunda. Akibatnya, kondisi pasien tersebut bisa semakin memburuk sehingga dapat berisiko bagi pasien, sekaligus bisa berdampak pada peningkatan beban pembiayaan kesehatan.

Keberlanjutan

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, menilai, penyelenggaraan program JKN-KIS kini telah berangsur membaik, terutama setelah terbitnya Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam aturan tersebut, sejumlah kebijakan telah diubah salah satunya terkait penyesuaian besaran iuran peserta.

”Setidaknya sekarang ini BPJS Kesehatan sudah tidak mempunyai tunggakan tagihan. Namun, besaran iuran ini tetap harus dikaji ulang secara teratur untuk memastikan iuran masih cukup untuk membiayai pengobatan pasien,” ujarnya.

Direktorat Penelitian dan Pengembangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kunto Ariawan menambahkan, keberlanjutan program JKN-KIS juga dipengaruhi oleh penanganan pada potensi kecurangan yang terjadi di lapangan. Itu meliputi pengadaan alat kesehatan fiktif, penyelewengan dana kapitasi, serta pelayanan kesehatan yang berlebihan.

Untuk itu, sejumlah rekomendasi telah disusun oleh KPK dalam rangka perbaikan tata kelola dan pencegahan kecurangan dalam sistem JKN. Rekomendasi tersebut, antara lain, menyelesaikan target pedoman nasional pelayanan kesehatan (PNPK), menjalankan kapitasi berbasis kinerja, serta menyesuaikan kelas rumah sakit berdasarkan hasil pembinaan Kementerian Kesehatan.

Baca juga: Perbaikan Sistem Jaminan Kesehatan Mesti Berbasis Data

KOMPAS, JUM’AT, 23 Oktober 2020 Halaman 8.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.