PENERBANGAN: Dapat Utangan Pemerintah, Garuda Siapkan Skema

JAKARTA, KOMPAS — Kondisi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang terpuruk di tengah pandemi Covid-19 untuk sementara terselamatkan lewat pemberian dana pinjaman Rp 8,5 triliun dari pemerintah. Namun, di tengah proyeksi turbulensi panjang yang dialami industri penerbangan, Garuda menghadapi ujian lain untuk cepat memulihkan kondisi keuangan dan membayar utang kepada pemerintah.

Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, Rabu (15/7/2020), menjelaskan, pinjaman ke PT Garuda Indonesia berbentuk mandatory convertible bond (MCB) atau obligasi wajib konversi. Dalam skema dana pinjaman ini, pemerintah akan menempatkan dana lewat PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).

Perusahaan pelat merah untuk pembiayaan khusus infrastruktur itu kemudian akan membeli obligasi MCB Garuda. “Bentuknya pinjaman dua tahap dan prosesnya bisnis ke bisnis. Pemerintah menggunakan BUMN di bawah Kementerian Keuangan untuk membantu BUMN,” kata Kartika dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR di Jakarta.

Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan, pemerintah memberi pinjaman karena jumlah penumpang Garuda yang turun drastis sampai 95 persen akibat pandemi Covid-19. Pemerintah memutuskan tidak memberi bantuan dalam bentuk penyertaan modal negara karena saham Garuda tidak sepenuhnya dimiliki pemerintah. ”Jangan sampai intervensi pemerintah ini malah tidak bersahabat ke pasar,” katanya.

Sesuai usulan Garuda dalam rapat, Rabu, pemerintah dan DPR sepakat dana pinjaman pemerintah memiliki tenor 3 tahun atau jatuh tempo pada 2023. Hal ini sejalan prediksi pemulihan industri penerbangan pasca pandemi Covid-19.

Waktu tiga tahun juga diharapkan bisa memberi waktu bagi manajemen Garuda memperbaiki kinerja keuangan perusahaan. ”Kalau lima tahun, kami khawatir manajemen menganggap enteng situasi ini. Kondisi ini tantangan, kami semua harus bekerja keras,” kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra.

Irfan menambahkan, pihaknya memilih mengajukan dana pinjaman daripada penyertaan modal negara untuk mendorong manajemen perusahaan bekerja keras memperbaiki kinerja. ”Kami ingin manajemen berupaya semaksimal mungkin untuk memastikan perusahaan bisa dijaga kelangsungannya, tidak semata-mata mengandalkan dana talangan,” katanya.

Di tengah pandemi Covid-19, Garuda Indonesia mendapat pukulan ganda. Selain kesulitan beroperasi karena kondisi pandemi, maskapai BUMN itu juga tertekan kondisi arus kas dan dibelit tumpukan utang.

Utang Garuda per 1 Juli 2020 mencapai 2,2 miliar dollar AS atau Rp 31,9 triliun. Jumlah itu terdiri dari 668 juta dollar AS utang jangka pendek, 645 juta dollar AS utang jangka panjang, dan 905 juta dollar AS utang operasional. Sementara, kondisi arus kas Garuda per 1 Juli 2020 hanya 14,5 juta dollar AS atau Rp 210,42 miliar.

Akibat pandemi, ekuitas Garuda Indonesia diprediksi menjadi minus 426 juta dollar AS pada akhir 2020. “Penurunan pendapatan Garuda hampir 90 persen, sedangkan biaya operasional hanya mampu diturunkan di level 60 persen sehingga terjadi gap yang cukup signifikan antara pendapatan dan biaya operasional,” kata Irfan.

Tantangan

Kendati mendapat pinjaman, tantangan berat masih akan dihadapi Garuda untuk mengembalikannya dalam waktu tiga tenor. Apalagi, industri penerbangan diprediksi memerlukan waktu lama untuk pulih.

Ketua Pusat Studi Air Power Indonesia Chappy Hakim mengatakan, berbagai kajian menunjukkan, sistem transportasi udara perlu 3-5 tahun untuk pulih dari kondisi terpuruk akibat pandemi.

Skenario optimistis dari Kajian Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memprediksi, sistem transportasi udara global akan kembali pulih pada 2023. Namun, skenario lebih pesimistis dari lembaga lain, seperti S&P Global Rating, industri penerbangan global belum akan kembali normal dalam waktu tiga tahun.

Waktu pemulihan diprediksi lebih lama karena perkembangan kasus Covid-19 dan perilaku masyarakat belum bisa ditebak. Ada pula tantangan besar berupa biaya operasional perusahaan maskapai yang tinggi.

Pengamat kedirgantaraan Gerry Soejatman mengatakan, Indonesia sebagai negara kepulauan perlu menyelamatkan industri penerbangan.

”Tanpa penerbangan, roda ekonomi akan melambat. Transaksi bisnis dan perdagangan tetap butuh pertemuan. Belum lagi industri pariwisata yang menjadi andalan kita, akan ikut kolaps seiring jatuhnya industri penerbangan,” kata Gerry.

Baca juga: Industri Penerbangan Bersiap Turbulensi Panjang

Industri penerbangan menghadapi tantangan besar karena harus menumbuhkan rasa percaya dan aman pada masyarakat untuk bepergian. Jika pada Juni 2020 tidak ada peningkatan jumlah penumpang, maskapai dikhawatirkan bisa bangkrut.

”Harus ada rencana penyelamatan yang tidak hanya diberikan kepada Garuda, tetapi juga maskapai swasta, diberi akses dan jaminan pembiayaan,” katanya.

Irfan mengatakan, manajemen Garuda Indonesia sudah menyusun sejumlah skema pengembalian uang negara dalam waktu tiga tahun. Opsi pertama, mengembalikan pendapatan dan mendorong lebih banyak penerbangan sehingga bisa membayar utang secara tunai. Opsi kedua, menerbitkan instrumen utang baru pada 2023 untuk melunasi pinjaman MCB. Opsi ketiga, menawarkan konversi pinjaman MCB menjadi saham.

”Kami harap dana pinjaman bisa secepatnya diterima sebelum Desember 2020. Sebab, posisi kas kami memang negatif di tahun ini dan akan terus negatif sampai 2025 apabila tidak ada dana pinjaman,” kata Irfan.

Pemulihan kas perusahaan memerlukan langkah efisiensi, mulai dari negosiasi dengan  lessor  (pihak yang menyewakan pesawat) untuk menurunkan harga sewa pesawat, serta mengfisienkan karyawan. Penghematan hingga akhir tahun bisa mencapai 67 juta dollar AS.

Irfan mengatakan, manajemen telah menawarkan cuti di luar tanggungan kepada 800 karyawan berstatus kontrak (PKWT). Opsi pensiun dini juga ditawarkan kepada karyawan berusia di atas 45 tahun. Sampai hari ini, sudah ada 400 karyawan yang mengambil program pensiun itu.

”Kami juga mempercepat kontrak kerja 135 pilot kami serta memotong gaji seluruh jajaran komisaris dan direksi sejak April secara signifikan,” katanya. (AGE)

KOMPAS, KAMIS, 16072020 Halaman 10.

 

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.