RUTAN SALEMBA: Ombudsman RI Berharap Kemenkumham Benahi Lapas dan Rutan

JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman Republik Indonesia menilai kondisi rumah tahanan negara atau rutan belum banyak berubah selama ini. Para pejabat yang berwenang di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia diharapkan sungguh-sungguh menjalankan tugasnya untuk menertibkan penyelewengan di rutan.

Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai, ketika dihubungi, Selasa (14/7/2020), mengatakan, masih adanya praktik jual beli narkoba dan maraknya pungutan liar (pungli) di Rutan Salemba belum sejalan dengan semangat Menteri Hukum dan HAM yang ingin melakukan pembenahan. Terlebih, Amzulian pernah beberapa kali diundang Menkumham untuk mengikuti acara atau seremonial tentang reformasi di Kemenkumham.

”Saya yakin kejadian sesungguhnya jauh lebih banyak dan lebih parah daripada yang dilaporkan,” kata Amzulian.

Masih adanya praktik jual beli narkoba dan maraknya pungutan liar di Rutan Salemba belum sejalan dengan semangat Menteri Hukum dan HAM yang ingin melakukan pembenahan.

Sebelumnya, eks narapidana politik Surya Anta membeberkan kondisi Rutan Salemba yang masih banyak pungli baik dilakukan oleh warga binaan yang telah menjadi pengurus maupun petugas rutan. Ia mengungkap praktik jual beli kamar tahanan, pungli saat menerima kunjungan, dan jual beli narkoba yang dilakukan secara bebas.

Baca juga: Keliaran-keliaran di Penjara yang Terus Berulang

Menurut Amzulian, praktik pungli harus diakui masih ada dan banyak terjadi di rutan-rutan yang lain. Pungli dilakukan terkait dengan berbagai urusan. Demikian pula cerita soal peredaran narkoba di dalam rutan juga bukan hal baru. Amzulian meyakini hal itu tidak mungkin terjadi tanpa sepengetahuan manajemen atau pihak pengelola rutan.

Namun, ia mengaku heran karena meskipun sudah sering dilakukan razia narkoba oleh aparat yang didukung dengan publikasi media, hal itu tidak menghilangkan peredaran narkoba. Dalam beberapa kesempatan, dirinya juga mendapat informasi mengenai hal itu dari Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).

Praktik pungli harus diakui masih ada dan banyak terjadi di rutan-rutan yang lain. Pungli dilakukan terkait dengan  berbagai urusan. Demikian pula cerita soal peredaran narkoba di dalam rutan juga bukan hal baru.

Ombudsman RI pun, katanya, beberapa kali menerima aduan terkait pungli ataupun peredaran narkoba di rutan. Kajian atas pengaduan tersebut sudah dilakukan, demikian pula inspeksi mendadak ke rutan/lembaga pemasyarakatan sudah beberapa kali dilakukan Ombudsman.

Berdasarkan hal tersebut, Amzulian berharap agar Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham bersungguh-sungguh dan meningkatkan kinerjanya dibandingkan pejabat sebelumnya. Demikian pula Inspektur Jenderal Kemenkumham diharapkan benar-benar menjalankan tugasnya.

Harapan itu, menurut dia, tidak berlebihan mengingat kedua pejabat tersebut berasal dari institusi Polri. Dengan latar belakang tersebut, kedua pejabat itu dapat bertindak lebih disiplin dan lebih keras.

”Saya tidak mau mendahului memberikan penilaian, tetapi kedua pejabat ini, Irjen dan Dirjen Pemasyarakatan, kinerjanya ditunggu oleh publik. Saya berharap keduanya mampu menunjukkan kelasnya untuk menjadikan rutan lebih baik sejalan dengan semangat reformasi dari bapak Menteri,” kata Amzulian.

Baca juga:  Tak Dibebaskan, Napi Narkoba Rusak Lapas Manado

Koalisi Pemantau Peradilan menyatakan, kisah Surya Anta tentang kondisi di Rutan Salemba tidak mengejutkan. Namun, kisah itu sungguh memprihatinkan. Koalisi Pemantau Peradilan terdiri dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP), LBH Masyarakat, Kontras, Elsam, YLBHI, PBHI, LBH Jakarta, ICEL, ICW, PSHK, Imparsial, Puskapa, LBH Apik, dan PILNET Indonesia.

”Kondisi ini terus terjadi tanpa adanya solusi komprehensif. Hal ini jelas terjadi seiring dengan kelebihan penghuni rutan dan lapas yang terjadi terus-menerus,” kata Erasmus Napitupulu dari ICJR.

Koalisi Pemantau Peradilan mencatat, sebelum kebijakan pelepasan napi untuk pencegahan penyebaran Covid-19, per Maret 2020, jumlah penghuni rutan dan lapas di Indonesia mencapai 270.466 orang. Padahal, kapasitas rutan dan lapas hanya 132.335 orang. Itu berarti beban rutan dan lapas di Indonesia mencapai 204 persen.

Keadaan kelebihan penghuni tersebut itu terjadi akibat dari minimnya alternatif pemidanaan dalam sistem peradilan pidana serta kebijakan narkotika yang punitif.

Keadaan kelebihan penghuni tersebut itu terjadi akibat dari minimnya alternatif pemidanaan dalam sistem peradilan pidana serta kebijakan narkotika yang punitif. Hal itu turut berdampak pada tingginya jumlah pengguna narkotika di rutan atau lapas di Indonesia.

Dengan melihat akar permasalahan tersebut, Koalisi Pemantau Peradilan memberikan rekomendasi agar pemerintah dan DPR segera melakukan pembaruan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan perbaikan sistem peradilan pidana. Selain itu, pemerintah diharapkan segera mengubah kebijakan punitif menjadi kesehatan masyarakat untuk menangani narkotika.

KOMPAS, RABU, 15072020 Halaman 2.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.