Jangan Meremehkan Peran BUMDes

Badan usaha milik desa atau BUMDes bisa menjadi motor-motor penggerak pemulihan ekonomi yang terpuruk akibat pandemi Covid-19. Dana desa yang digelontorkan pemerintah pusat bisa dijadikan modal usaha. Pekerjaan selanjutnya, bagaimana membina sumber daya yang ada untuk memutar modal tersebut dan meraih manfaatnya.

Desa Ponggok, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, adalah salah satu contoh desa yang sukses memberdayakan BUMDes. BUMDes Tirta Mandiri, sebagai unit usaha milik Desa Ponggok, didirikan pada 2009 dengan modal awal Rp 100 juta yang lini usahanya adalah simpan pinjam. Dalam lima tahun, pendapatan usahanya lebih dari Rp 1 miliar per tahun. Pada 2017, pendapatan usaha Tirta Mandiri melesat di atas Rp 10 miliar (Kompas, 6/12/2017).

Peningkatan pendapatan Desa Ponggok lewat unit usaha Tirta Mandiri ditopang jasa wisata sebagai andalannya. Beberapa kolam mata air yang jernih nan bening disulap menjadi obyek wisata menarik. Yang paling populer bernama Umbul Ponggok, untuk lokasi pemotretan atau swafoto pengunjung. Lini usaha Tirta Mandiri diperlebar hingga ke pembukaan toko kelontong dan peternakan ikan.

Berkah dari BUMDes tak hanya berhenti di situ. Sedikitnya 80 warga Desa Ponggok terserap sebagai karyawan di Tirta Mandiri. Ponggok yang semula masuk dalam kategori desa miskin dengan anggaran pendapatan dan belanja desa Rp 14 juta, kini mengelola dana miliaran rupiah. Aktivitas ekonomi menggeliat dan warga desa memperoleh manfaat.

Data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) menyebutkan, sebelum pandemi Covid-19, ada 37.286 BUMDes yang aktif. Pandemi Covid-19 yang meluluhlantakkan perekonomian global turut menghentikan laju sebagian BUMDes tersebut. Kini, BUMDes yang masih aktif bertransaksi tersisa 10.629 BUMDes.

Dari 10.629 BUMDes tersebut, total transaksinya di masa pandemi Covid-19 mencapai Rp 308 miliar. Mereka tersebar di 368 kabupaten dan kota di 33 provinsi dengan nilai omzet mencapai Rp 938 miliar.

Baca juga: Pemerintah Revitalisasi Badan Usaha Milik Desa yang Terdampak Covid-19

Dari 10.629 BUMDes tersebut, total transaksinya di masa pandemi Covid-19 mencapai Rp 308 miliar. Mereka tersebar di 368 kabupaten dan kota di 33 provinsi dengan nilai omzet mencapai Rp 938 miliar. BUMDes tersebut memiliki bidang usaha simpan pinjam, perdagangan, dan jasa, yang melibatkan tenaga kerja 58.000 orang.Pemerintah tengah berupaya merevitalisasi BUMDes yang sedang mati suri akibat pandemi Covid-19. Upaya ini akan menjadi jalan yang luar biasa jika ditempuh dengan cara yang benar, tepat, sungguh-sungguh, dan konsisten. BUMDes memang memerlukan uluran tangan pemerintah pusat yang memiliki sumber daya komplet dan jejaring yang luas.

Beberapa sumber daya yang bisa dikembangkan adalah desa sebagai lumbung produk pertanian, peternakan, dan perkebunan, yang dapat dipasarkan, bahkan secara digital. Hal itu sudah diterapkan BUMDes Au Wula di Desa Detusoko Barat, Kecamatan Detusoko, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Mereka menggandeng perusahaan pasar dalam jaringan dan media sosial.

Belum lagi potensi jasa wisata. Banyak desa yang memiliki pemandangan indah, baik itu pemandangan gunung, perbukitan, sungai, hutan, maupun obyek wisata perkebunan dan pertanian. Potensi itu bisa dipadukan dengan jasa penginapan dan kuliner. Jasa wisata lain adalah potensi kearifan lokal yang banyak dimiliki desa-desa adat di Indonesia.

Namun, tak semua desa punya pengetahuan tentang pemetaan potensi, pemberdayaan masyarakat, dan cara pemasaran. Di sinilah perlunya kehadiran pemerintah pusat.

Pendampingan dan pengawasan serta membantu membangun jejaring adalah hal-hal yang bisa disumbangkan pemerintah pusat untuk desa. Desa Ponggok semula menggandeng akademisi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dalam memetakan potensi ekonomi dan pemberdayaan sumber daya manusia.

Baca juga: BUMDes Bisa Ringankan Masalah Ekonomi Desa

Semua potensi tersebut, apabila dikelola dengan benar dan profesional, tak menutup kemungkinan, kemiskinan di perdesaan bisa terkikis pelan-pelan.

Kemiskinan memang masih didominasi warga di perdesaan. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, per September 2019, penduduk miskin di Indonesia 24,79 juta jiwa atau 9,22 persen dari jumlah penduduk. Dari jumlah tersebut, 9,86 juta jiwa (39 persen) ada di perkotaan dan 14,93 juta jiwa (61 persen) di perdesaan.

Semua butuh waktu. Semua butuh proses. Dengan usaha yang sungguh-sungguh dari semua pemangku kepentingan, desa bisa keluar dari bayang-bayang kemiskinan dan ketertinggalan. Desa juga bisa maju, modern, dan sejahtera.

KOMPAS, JUM’AT, 10072020 Halaman 9.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.