Krisis kesehatan global akibat Covid-19 mengharuskan diplomasi RI beradaptasi dengan cepat, menyesuaikan dengan tantangan dan tatanan baru yang dinamis.
Hingga saat ini, tak kurang dari 215 negara/teritori dan satu international conveyance terjangkit Covid-19. Angka kasus penularan terus merambat naik, bersamaan dengan kepanikan akan nasib perekonomian dunia.
Bank Dunia memproyeksikan kontraksi perekonomian global 5,2 persen pada 2020. Dana Moneter Internasional (IMF) pun merevisi prediksi kontraksi ekonomi dunia akan lebih dalam dari minus 3 persen menjadi minus 4,9 persen.
Setiap negara dihadapkan pada dua tantangan besar, yakni ancaman kesehatan masyarakat dan perlambatan ekonomi. Di tengah kepanikan global, setiap negara fokus untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya.
Untuk itu, pada awal pandemi, prioritas diplomasi Indonesia dikerahkan untuk memastikan terwujudnya dua hal, keamanan dan keselamatan warga negara Indonesia (WNI) di dalam maupun di luar negeri, serta memastikan ketersediaan alat-alat kesehatan.
Di tengah kepanikan global, setiap negara fokus untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya.
Perlindungan WNI
Diplomasi perlindungan dilakukan untuk membantu WNI yang terpapar Covid-19 di luar negeri, pemenuhan kebutuhan pokok/sembako, hingga membantu evakuasi secara langsung.
Jumlah WNI yang terpapar di luar negeri hingga 6 Juli 2020 sebanyak 1.140 orang, 752 sembuh, dan 311 dalam perawatan di 45 negara dan 24 kapal pesiar. Sementara WNI yang meninggal 77 orang. Perwakilan RI selalu memantau dan memastikan agar WNI itu memperoleh perawatan yang baik di negara setempat.
Pembatasan gerak dan lumpuhnya transportasi domestik dan antarnegara menjadi tantangan tersendiri bagi upaya perlindungan WNI di luar negeri, termasuk dalam membantu kepulangan WNI.
Di saat yang sama, pemerintah harus memastikan agar semua WNI yang pulang menjalani protokol kesehatan untuk melindungi Indonesia dari imported cases, yang saat ini dialami negara-negara lain.
Menyusul keberhasilan evakuasi 238 WNI dari episentrum pandemi di Wuhan, yang saat itu dalam kondisi lockdown, pemerintah mengevakuasi 188 WNI di kapal pesiar World Dream dan 68 WNI di kapal Diamond Princess dari Jepang.
Proses repatriasi sejak itu terus berlanjut. Hingga 6 Juli, total 124.170 WNI telah kembali ke Indonesia dari 55 negara. Mereka terdiri dari 88.710 WNI yang bekerja di Malaysia, 25.026 WNI yang bekerja sebagai anak buah kapal, 10,434 WNI yang kembali secara mandiri dari sejumlah negara.
Protokol kesehatan berhasil dijalankan dengan baik sebelum keberangkatan, maupun di titik-titik debarkasi yang ditentukan di Indonesia, termasuk penyediaan fasilitas karantina. Pemerintah berupaya memastikan WNI tiba di tujuan akhir dengan selamat dan lancar.
Untuk membantu WNI yang terkena berbagai jenis kebijakan pembatasan di luar negeri, perwakilan RI, bekerja sama dengan organisasi masyarakat dan diaspora Indonesia di luar negeri, telah menyalurkan lebih dari 522,973 paket bantuan (bahan kebutuhan pokok) dan alat kesehatan bagi WNI di berbagai kawasan.
Para diplomat berusaha melakukan yang terbaik, berjuang keras di tengah semua pembatasan dan keterbatasan untuk memastikan kesehatan WNI, memfasilitasi kepulangan, hingga meringankan beban WNI yang terdampak.
Kerja sama internasional
Di masa awal pandemi, bersama Satuan Gugus Tugas Nasional Percepatan Penanganan Covid-19, Kemenlu RI berupaya mengidentifikasi dan memfasilitasi kebutuhan kritis yang harus dipenuhi, yakni ketersediaan test kit dan alat kesehatan (diagnostik), masker, ventilator, dan alat medis lainnya.
Diplomasi difokuskan pada upaya mitigasi penyebaran Covid-19, melalui fasilitasi dukungan luar negeri secara tepat guna. Dukungan internasional tak hanya datang dari pemerintah negara sahabat di level pusat, tapi juga pemerintah daerah, swasta, entitas asing, serta organisasi internasional (OI). Per 6 Juli 2020, sebanyak 120 mitra asing (11 negara, 12 OI, dan 97 swasta/nonpemerintah) bekerja sama dengan Indonesia.
Diplomasi difokuskan pada upaya mitigasi penyebaran Covid-19, melalui fasilitasi dukungan luar negeri secara tepat guna.
Di tengah kelangkaan alat kesehatan (alkes), diplomasi dilakukan guna mencari inovasi melalui kemitraan saling menguntungkan dengan negara sahabat. Dengan Korea Selatan dan Jepang, misalnya, Indonesia menjalin kerja sama produksi bersama untuk melancarkan rantai pasok alat pelindung diri (APD) dan jubah operasi untuk kedua negara. Dengan India, dilakukan kerja sama mempercepat pemenuhan bahan baku obat domestik.
Seiring dengan telah terpenuhinya berbagai kebutuhan esensial itu, diplomasi Indonesia saat ini diarahkan untuk menjamin akses, ketersediaan dan keterjangkauan vaksin Covid-19. Vaksin diyakini merupakan faktor penentu (game changer) keberhasilan penanganan pandemi.
Indonesia saat ini sedang melakukan riset, pengembangan, dan produksi vaksin secara mandiri, yang sesuai dengan virus strain asal Indonesia. Untuk melengkapi ini, Indonesia juga berkolaborasi dengan negara mitra, antara lain China, Korea Selatan, Uni Emirat Arab, dan CEPI. Segala upaya akan dilakukan untuk menghasilkan vaksin dengan cepat dan tepat.
Tidak hanya melalui pendekatan bilateral, Indonesia juga secara konsisten menyerukan kerja sama dan kolaborasi, baik di forum ASEAN, G-20, Gerakan Non-Blok, maupun Organisasi Kerja Sama Islam serta berbagai forum informal tingkat menteri luar negeri lainnya. Dalam berbagai forum itu, baik pada tingkat presiden maupun menlu, Indonesia selalu menyuarakan akses dan keterjangkauan harga obat dan vaksin.

Solidaritas global adalah kunci. Pada April 2020, Indonesia menjadi salah satu pengusung ”Resolution on Global Solidarity to Fight against Covid-19” di Majelis Umum PBB, yang didukung 188 negara dan merupakan resolusi pertama yang disahkan virtual.
Diplomasi tatanan baru
Menyongsong era normal baru (new normal), diplomasi Indonesia diarahkan mempercepat pemulihan ekonomi, termasuk mencari peluang baru. Salah satu fokus utama diplomasi adalah pengembangan industri kesehatan. Saat ini, 95 persen bahan baku obat (BBO) diimpor dari negara lain. Indonesia harus mengurangi ketergantungan ini. Kemandirian, kata kunci.
Ketersediaan BBO domestik adalah tiang utama kemandirian industri kesehatan dan ketahanan sistem kesehatan nasional. Alkes buatan Indonesia dan industri alkes Indonesia juga harus difasilitasi dan didorong agar mendukung pertumbuhan ekonomi. Saat ini, baju APD buatan perusahaan Indonesia lulus uji sertifikasi di AS. Diharapkan produk alkes Indonesia lain segera menyusul.
Alkes buatan Indonesia dan industri alkes Indonesia juga harus difasilitasi dan didorong agar mendukung pertumbuhan ekonomi.
Covid-19 belum akan selesai, episentrum terus berpindah dari China, ke Eropa, kemudian berbagai negara dan kawasan. Sementara banyak negara masih harus menangani gelombang pertama, beberapa negara dengan tren membaik mulai terancam gelombang kedua. Di sinilah, kerja sama dan saling berbagi informasi sangat penting artinya sehingga laju penyebaran virus dapat diperlambat bersama.
Diplomasi RI juga diarahkan untuk membantu pemulihan ekonomi. Arahan Presiden sudah sangat jelas, diplomasi tidak hanya ditujukan untuk promosi, tetapi menjadikan promosi mendatangkan hasil. Presiden selalu mengistilahkan ”sampai netes” (sampai berhasil).
Retno LP Marsudi D
Menteri Luar Negeri RI
KOMPAS, KAMIS, 09072020 Halaman 7.