JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperpanjang pembatasan sosial berskala besar atau PSBB masa transisi untuk 14 hari mendatang. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengendalikan pandemi Covid-19 yang angka penularannya masih 1, atau satu orang positif berisiko menularkan kepada satu orang lain. Penggunaan pendekatan represif apabila alternatif lain sudah tidak berpengaruh patut dipertimbangkan.
Keputusan memperpanjang PSBB transisi yang seharusnya berakhir pada 2 Juli ini diumumkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada Rabu (1/6/2020) seusai rapat dengan segenap Gugus Tugas Covid-19 Jakarta. Sejatinya, menurut perhitungan tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), skor Jakarta sudah cukup baik untuk melakukan pelonggaran. Akan tetapi, Pemprov DKI Jakarta memutuskan sebaliknya.
”Skor total Jakarta adalah 71 dengan rincian skor epidemiologi 75, skor kesehatan masyarakat 54, dan skor fasilitas kesehatan 83. Ada tenaga kesehatan yang tertular Covid-19 sehingga beberapa rumah sakit terpaksa ditutup sementara,” kata Anies.
Selain itu, masih ditemukan kasus positif tidak di fasilitas kesehatan tempat warga yang merasa memiliki gejala sakit memeriksakan diri. Penemuan terjadi karena puskesmas melakukan gerakan jemput bola dengan mengadakan tes di berbagai wilayah yang dinilai rentan. Tercatat Jakarta telah melakukan 14.000 tes per 1 juta penduduk yang jumlahnya setara dengan 7,6 persen penduduk Ibu Kota.
Dari jumlah ini, terungkap 3,5 persen orang yang dites ternyata positif Covid-19 dan tidak menunjukkan gejala penyakit. Setelah tes, dilakukan penelusuran jejak dan isolasi. Aspek masih adanya kasus positif ini yang membuat Pemprov DKI Jakarta memutuskan perpanjangan PSBB dengan fokus meningkatkan kedisiplinan masyarakat memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak.
Baca juga: Bekasi Raya Ajukan Perpanjangan PSBB Proporsional, Bisa Sampai 2 Agustus
Anies mengungkapkan, dua tempat rawan penularan Covid-19 ialah pasar dan angkutan umum, terutama kereta rel listrik. Di Jakarta terdapat 303 pasar tradisional yang 153 di antaranya di bawah pengelolaan Perusahaan Daerah Pasar Jaya. Sebanyak 19 pasar sempat ditutup karena para pedagangnya terjangkit Covid-19.
Menurut dia, sistem pembukaan kios pasar ganjil-genap tidak efektif karena tidak mengurangi jumlah pengunjung. Harus dicari sistem yang bisa mengurangi pengunjung hingga 50 persen dari kapasitas pasar. ”Hari Kamis tanggal 2 Juli akan kami rapatkan mengenai pasar dan KRL untuk petunjuk teknisnya,” katanya.
Hari Kamis tanggal 2 Juli akan kami rapatkan mengenai pasar dan KRL untuk petunjuk teknisnya.
Secara terpisah, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Jakarta Weningtyas Purnomorini mengatakan, jumlah pemeriksaan metode rantai reaksi polimerase (PCR) per tanggal 30 Juni adalah 313.450 sampel. Tes terus dilakukan sebagai bentuk pengawasan pengendalian wabah.
Represif
Sosiolog perkotaan Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, mengatakan, berbagai level pendisiplinan masyarakat perlu diterapkan tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di Bogor, Depok, Tangerang, Depok, dan Bekasi sebagai suatu wilayah sinergis. Tahap pertama pastinya melalui sosialisasi kepada masyarakat. Ini fase penting ketika jajaran pemerintah hingga tingkat akar rumput membuat kesepakatan mengenai aturan keselamatan di masa Covid-19.
Baca juga: Hari Ini, Pasar Tanah Abang Ditutup dengan Kebijakan Zonasi
Apabila kesepakatan tersebut dilanggar, sanksi sosial ataupun administratif, seperti denda, boleh dilaksanakan. Namun, jika masih terjadi pelanggaran, aparat penegak hukum diperkenankan melakukan tindakan represif seperti melakukan razia dan membubarkan kerumunan.
”Ada tahapan menuju opsi represif. Agar tidak perlu ke sana, meskipun di masa PSBB transisi pemetaan efektivitas sosialisasi di akar rumput harus terus dipantau,” ujarnya.
Baca juga: Komnas HAM Bentuk Tim Penanganan Kasus Kejahatan Seksual di Gereja Depok
KOMPAS, KAMIS, 02072020 Halaman 1.