JAKARTA, KOMPAS – Presiden Joko Widodo menginstruksikan jajaran Kepolisian Negara Republik Indonesia terus melakukan reformasi diri secara total, membangun sistem dan tata kelola yang partisipatif, transparan, dan akuntabel. Selain itu, juga membangun kultur kerja profesional, modern, dan tepercaya.
Polri juga diperintahkan untuk menerapkan strategi proaktif serta tindakan persuasif dan humanis untuk menangani masalah sosial di tengah masyarakat. Instruksi itu merupakan bagian dari tujuh instruksi Presiden Jokowi yang disampaikan saat peringatan Hari Bhayangkara Ke-74 di Istana Negara, Jakarta, Rabu (1/7/2020), secara virtual.
Peringatan bertema ”Kamtibmas Kondusif Masyarakat Semakin Produktif” menghadirkan undangan terbatas, di antaranya Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, serta ketiga Kepala Staf TNI dan sejumlah menteri. Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga hadir melalui video konferensi bersama jajaran Polri lainnya.
”Terus pegang teguh serta mengamalkan nilai-nilai luhur Tribrata dan Catur Prasetya dalam pelaksanaan tugas. Jaga kehormatan, jaga kepercayaan, jaga kebanggaan sebagai anggota Polri,” ujar Presiden.
Baca Juga: POLRI DIMINTA TINDAK TEGAS PENYELEWENG DANA COVID-19
Selanjutnya, Presiden juga menginstruksikan Polri memantapkan soliditas internal, serta memperkuat sinergi dengan TNI dan elemen pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi tantangan. Polri juga diminta terus meningkatkan pelayanan publik secara modern dan profesional, serta penanganan hukum secara transparan dan berkeadilan.
Jaga kehormatan, jaga kepercayaan, jaga kebanggaan sebagai anggota Polri.
Sebelumnya, hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang diselenggarakan pada 23-25 Juni 2020 mencatat, mayoritas responden, yakni 62,1 persen, menilai citra kepolisian saat ini baik. Dari jajak pendapat berkala, sejak April 2015 hingga Juni 2020, persepsi ini bukan yang terbaik, juga bukan yang terburuk. Catatan terbaik ada pada April 2018, yakni 72,2 persen, sedangkan terendah pada April 2015, yakni 55 persen.
Dari jajak pendapat Juni 2020, terlihat generasi milenial muda (berusia di bawah 30 tahun) menjadi kelompok responden paling skeptis. Misalnya, kelompok ini terbesar dibandingkan dengan kelompok usia milenial dewasa (31-40), generasi X (41-52), dan baby boomers (53 tahun ke atas) dalam menjawab setuju terhadap persepsi ”polisi mudah disuap”. Sebanyak 48,8 persen generasi milenial muda menjawab setuju (Kompas, 1/7/2020).
Masih jadi kultur
”Polisi tak hanya melakukan penyiksaan di tempat tertutup, tetapi juga di tempat terbuka”
Catatan Tim Advokasi untuk Demokrasi pada Hari Bhayangkara mengungkapkan, upaya mereformasi internal Polri dinilai belum berhasil karena masih banyak tindakan represif terhadap masyarakat dan fenomena penempatan perwira aktif di luar institusi Polri. Sejauh ini, mekanisme pengawasan juga dinilai tak efektif.
Baca Juga: DI MATA MILENIAL, POLISI LEBIH MENGAYOMI KERABAT KETIMBANG MASYARAKAT
Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti menyatakan, terdapat 62 kasus penyiksaan setahun terakhir. Dari jumlah itu, 40 kasus sebagai motif untuk pengakuan dan 22 kasus sebagai hukuman. Polisi jadi pelaku tertinggi praktik penyiksaan karena kewenangan sangat luas. ”Polisi tak hanya melakukan penyiksaan di tempat tertutup, tetapi juga di tempat terbuka,” kata Fatia.
Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menambahkan, kewenangan polisi yang sangat luas mulai memakan korban. ”Cita- cita reformasi 98 untuk menempatkan kepolisian yang humanis justru berbalik arah menjadi ancaman proses demokratisasi dan pemenuhan perlindungan HAM,” kata Arif.
KOMPAS, KAMIS, 02072020 Halaman 15.