Pasar Masih Tebar Risiko

Di tengah pertambahan kasus positif Covid-19, masih ada pedagang yang menghindari pemeriksaan. Persoalan ekonomi menjadi pertimbangan utama.

JAYAPURA, KOMPAS —Kluster pasar tradisional masih muncul di sejumlah daerah di tengah pandemi. Di Kota Jayapura, Papua, hasil tes cepat dan uji sampel usap tenggorokan ribuan pedagang di tiga pasar tradisional pekan lalu menunjukkan, 36 pedagang positif Covid-19.

”Sebanyak 140  pedagang di Pasar Youtefa, 4 pedagang dari Pasar Cigombong, dan 495 dari Pasar Paldam yang reaktif Covid-19 telah menjalani pemeriksaan sampel usap. Hasilnya, 20 pedagang di Pasar Youtefa dan 16 di Pasar Paldam positif Covid-19,” papar Ketua Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Jayapura Rustam Saru di sela pembukaan kembali Pasar Youtefa, Kota Jayapura , Selasa (30/6/2020).

Saat ini, 254 pedagang  di Pasar Youtefa  masih menunggu hasil pemeriksaan sampel usap di laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Papua. ”Hanya pedagang yang memiliki kartu keterangan bebas Covid-19 boleh berjualan kembali di pasar,” katanya.

Pasar tradisional merupakan  zona merah penyebaran Covid-19 di Kota Jayapura. Diduga pengidap awal Covid-19 dari kluster Jakarta dan Makassar sempat berinteraksi dengan pedagang di sejumlah pasar.

Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Papua  Antonius Oktavian mengatakan, masih ada 1.011 sampel usap belum diperiksa hingga Selasa siang. Kemampuan memeriksa 300 sampel per hari.

Sementara itu, penerapan protokol kesehatan di sejumlah pasar tradisional di Kota Yogyakarta belum optimal. Di sebagian pasar, warga dan pedagang belum tertib menggunakan masker dan jaga jarak.

Di Pasar Kotagede, pedagang dan warga belum bisa menerapkan jaga jarak, antara lain karena lorong sempit. Belum semua warga dan pedagang

berdisiplin menggunakan masker.

Pengunjung pasar, Ega (24), mengatakan, penerapan protokol kesehatan di Pasar Kotagede perlu ditingkatkan. ”Masih susah jaga jarak, pedagangnya juga dempet-dempetan,” ujarnya.

Pedagang di Pasar Kotagede, Prastowo (35), menuturkan, sebenarnya pedagang sudah diwajibkan bermasker. Hal itu juga berlaku bagi pengunjung.

Pasar Beringharjo lebih baik. Pembatas jalan dipasang untuk jaga jarak pengunjung. Pedagang Pasar Beringharjo, Sakiyem (61), mengatakan, pedagang diminta menggeser lapaknya agar jaga jarak bisa diterapkan. Sebagian pedagang juga diminta menaruh dagangannya di tempat lain.

”Kalau lapaknya terlalu dekat, disuruh mundur supaya bisa jaga jarak. Kami menurut asal masih boleh jualan,” ujar penjual tahu dan tempe itu.

Hindari pemeriksaan

Sekretaris Daerah DI Yogyakarta Kadarmanta Baskara Aji mengakui, penerapan protokol kesehatan di pasar tradisional memang sulit. Mayoritas pasar tradisional memiliki area tak terlalu luas, sedangkan pengunjungnya banyak.

Pemerintah DIY meminta pemerintah kabupaten/kota mengatur ketat penerapan protokol kesehatan di pasar tradisional. ”Jumlah pengunjung harus dibatasi. Kalau penuh, ya distop, tapi harus ada jalan keluar agar pengunjung tidak berdesakan di luar,” katanya.

Sebelumnya, Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengatakan, pergerakan pengunjung di pasar tradisional akan diatur. Itu demi memastikan jaga jarak bisa diterapkan sehingga meminimalkan penularan Covid-19.

Kemarin, terkonfirmasi tujuh pasien positif Covid-19. Jumlah ini terbilang tinggi untuk ukuran harian Yogyakarta.

Di Jakarta, di tengah merebaknya kluster penularan di pasar, mayoritas pedagang justru menghindari pemeriksaan. Alasannya, takut kehilangan pemasukan jika diisolasi mandiri.

Dayat (40), pedagang singkong di Pasar Tomang Barat, misalnya, tidak ikut tes cepat, 16 Juni. Ia menggantungkan penghasilan dari penjualan singkong yang terus merosot. Beberapa hari terakhir, persediaan 1 ton singkong yang biasanya habis dua hari, kini lima hari.

Di Pasar Palmerah, Murtolo (56), pedagang daging, juga menghindari tes cepat lantaran takut diminta menutup lapak. Beberapa pedagang melakukan hal serupa sehingga hanya 93 pedagang ikut tes cepat,

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia Abdullah Mansuri mengakui, tak semua pedagang mau ikut pemeriksaan Covid-19. ”Kami mengakui kesulitan melakukan edukasi. Narasi pemahaman terhadap Covid-19 begitu beragam dan butuh kerja sama dengan berbagai pihak,” ujar Abdullah.

Penelusuran kontak

Terkait kluster penularan di pasar, Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Ede Surya Darmawan mengingatkan, penyebaran Covid-19 terjadi melalui kontak fisik. Pemeriksaan dan penelusuran kontak fisik setiap pasien positif sangat diperlukan.

Hasil penelusuran bisa tidak akurat jika masih ada pedagang menghindari pemeriksaan.

Setiap orang harus memahami pola pikir pencegahan Covid-19 bahwa semakin masif pemeriksaan, semakin cepat pula penanganan yang bisa dilakukan.

Direktur Utama Perumda Pasar Jaya Arief Nasrudin mengumumkan, 68 pasar mengadakan tes usap melibatkan 6.624 pedagang. Dari jumlah itu, 142 positif Covid-19. Hingga Selasa, 4.967 pedagang dipastikan negatif setelah tes usap. Masih ada 1.115 pedagang menunggu hasil uji usap dengan mesin PCR.

Di Sidoarjo, Jawa Timur, pemerintah kabupaten mengevakuasi puluhan orang tanpa gejala klinis Covid-19 dari rumah ke ruang isolasi khusus dan rumah sakit darurat.

Isolasi mandiri dinilai tak efektif. ”Kebijakan ini agar penanganan orang terkonfirmasi positif Covid-19 bisa optimal. Selain itu, mencegah sebaran meluas,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Syaf Satriawarman.

(FLO/HRS/DIV/NIK)

KOMPAS, RABU, 01072020 Halaman 11.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.