PANDEMI: Hati-Hati Menyikapi Obat untuk Covid-19

JAKARTA, KOMPAS—Klaim penemuan obat-obatan yang efektif untuk menyembuhkan pasien Covid-19 memberikan harapan baru, namun tetap harus disikapi hati-hati. Penggunaannya hanya bisa mengikuti panduan dokter dan menuntut evaluasi yang terus dilakukan, terutama efek sampingnya.

“Tiga hari ini kami maraton membahas soal obat-obatan untuk Covid-19, mencermati riset dan pernyataan FDA (The Food and Drug Administration, Amerika Serikat) terkait hidroksiklorokuin. Itu termasuk membahas temuan deksametason,” kata Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPUI) Agus Dwi Susanto, di Jakarta, Rabu (17/6/2020).

Sesuai protokol tata laksana Covid-19 yang dikeluarkan PDPUI bersama sejumlah organisasi profesi kedokteran lainnya, klorokuin atau hidsroksiklorokuin, masih digunakan sebagai salah satu obat bagi pasien Covid-19 atau penyakit yang disebabkan virus korona tipe baru di Indonesia. “Minggu depan kemungkinan ada hasil evaluasi kami,” tuturnya.

Baca juga Penggunaan Deksametason Masih Dikaji

Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat telah mencabut otorisasi persetujuan darurat untuk menggunakan hidroksiklorokuin dan klorokuin dalam pengobatan Covid-19. Salah satu alasannya, penggunaan obat itu dinilai meningkatkan risiko kesehatan jantung. Namun, keputusan ini tidak memengaruhi penggunaan obat-obat ini untuk malaria, lupus, dan rheumatoid arthritis.

Menurut Agus, penggunaan obat-obatan untuk mengatasi Covid-19 harus terus selalu diperbarui dengan dasar data-data ilmiah terbaru. Kehati-hatian juga harus diterapkan terhadap klaim adanya obat-obatan yang efektif, termasuk yang dikeluarkan Universitas Airlangga Surabaya dan belakangan oleh Universitas Oxford dari Inggris.

Agus mengingatkan agar masyarakat tidak merespons berlebihan terhadap temuan obat-obatan baru, apalagi sampai memborongnya. Penggunannya harus sesuai rekomendasi medis, karena ada bahaya dari efek samping yang bisa ditimbulkan.

Memberi harapan

Pada Rabu (16/6/2020), tim peneliti yang tergabung dalam RECOVERY di Inggris merilis temuan mereka tentang efektivitas deksametason, sejenis steoroid, dalam pengobaan pasien Covid-19.

Uji coba yang dipimpin para peneliti dari Universitas Oxford sejak bulan Maret ini melibatkan 2.100 pasien Covid-19 yang diberi deksametason dengan dosis sekitar enam miligram per hari selama 10 hari. Responsnya kemudian dibandingkan dengan sekitar 4.300 pasien yang menerima perawatan standar untuk infeksi Covid-19.

Baca juga Turunkan Risiko Kematian akibat Covid-19, Dexamethasone Tetap Harus dengan Pengawasan Dokter

Kesimpulannya, obat ini dianggap bisa menurunkan risiko kematian bagi pasien Covid-19 pada fase parah. Deksametason disebut mengurangi risiko kematian dari 40 persen menjadi 28 persen untuk pasien yang menggunakan ventilator.

Untuk pasien yang membutuhkan oksigen, namun tanpa ventilator, obat ini bisa mengurangi risiko kematian dari 25 persen menjadi 20 persen. Namun obat ini tidak berdampak bagi pasien dengan gejala ringan.

Kepala tim peneliti, spesialis penyakit menular di Universitas Oxford Peter Horby mengatakan, obat tersebut terbukti mengurangi angka kematian secara signifikan. Terkait temuan ini, Pemerintah Inggris bersiap menggunakannya.

Terkait hal itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dalam siaran pers, menyambut baik hasil uji klinis awal untuk penggunaan deksametason yang dinilai dapat menyelamatkan nyawa pasien kritis karena Covid-19.

“Ini merupakan kabar bagus dan saya mengucapkan selamat kepada Pemerintah Inggris, Universitas Oxford, dan banyak rumah sakit dan pasien di Inggris yang berkontribusi pada terobosan ilmiah ini,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.

Baca juga WHO Menanti Hasil Lengkap Studi Tentang Dexamethasone

Deksametason merupakan steroid yang telah digunakan sejak 1960-an untuk mengurangi peradangan dalam berbagai kondisi, termasuk gangguan peradangan dan kanker tertentu. Obat ini masuk dalam Daftar Model Obat Esensial WHO sejak 1977 dalam berbagai formulasi, dan kini tak memiliki paten serta tersedia dengan harga terjangkau di sebagian besar negara.

Ini merupakan kabar bagus dan saya mengucapkan selamat kepada Pemerintah Inggris, Universitas Oxford, dan banyak rumah sakit dan pasien di Inggris yang berkontribusi pada terobosan ilmiah ini.

Meski demikian, WHO masih menantikan analisis data lengkap yang akan dijadikan dasar analisis untuk meningkatkan pemahaman tentang intervensi ini. Tedros menjanjikan akan memperbarui panduan klinis WHO, meliputi bagaimana dan kapan obat harus digunakan dalam Covid-19.

Hingga saat ini, temuan dari tim RECOVERY ini belum dipublikasikan di jurnal ilmiah. Sebaliknya, terdapat riset yang menyatakan sebaliknya, misalnya publikasi Lei Zha dari Liverpol Universitydan tim di The Medical Journal of Ausralia pada 13 April 2020 yang menyebutkan, kortikosteroid banyak digunakan merawat pasien dengan Covid-19, tetapi tidak ditemukan hubungan antara terapi dan hasil pada pasien.

KOMPAS, KAMIS, 18062020 Halaman 1.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.