Dalam situasi darurat, pembatasan jumlah pembelian perlu untuk meredam kepanikan pasar. Namun, selain pengawasan yang optimal, pemerintah perlu memastikan suplai dan distribusi barang terjamin dengan baik.
Senin siang, 2 Maret 2020, beberapa saat setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus pertama positif Covid-19 di Indonesia, sejumlah toko swalayan dan supermarket di Jabodetabek dibanjiri pembeli yang panik. Mereka mengisi keranjang belanja dengan barang kebutuhan sehari-hari, seperti beras, gula, minyak, mi instan, dan obat-obatan.
Kepanikan berlangsung sampai beberapa hari kemudian. Tak hanya di Jabodetabek, kabar adanya pasien positif Covid-19 yang tersebar ke penjuru Tanah Air mengirim sinyal kecemasan. Warga berupaya mengamankan persediaan pangan dan barang kebutuhan sehari-hari untuk menghadapi situasi terburuk.
Tak hanya di pusat perbelanjaan, supermarket, atau pasar konvensional, kepanikan juga terjadi di situs-situs e-dagang. Warga memburu barang yang telanjur menghilang di pasaran, yakni cairan antiseptik dan masker. Oleh karena permintaan membeludak, harga keduanya segera melambung hanya dalam hitungan jam.
Masker yang sudah sejak beberapa pekan sebelumnya langka mendadak ”lenyap” dari pasaran. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sampai turun menyelidiki kemungkinan adanya monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Hasilnya, tak ada pelanggaran terkait perdagangan masker. Lonjakan harga terjadi karena adanya permintaan yang meningkat signifikan seiring penyebaran virus korona baru penyebab Covid-19.
antiseptik, dan bahan pangan pokok, permintaan rempah yang dinilai berkhasiat meningkatkan daya tahan tubuh, seperti jahe, serai, temulawak, dan kunyit, pun melonjak sehingga harganya terdongkrak beberapa kali lipat. Demikian pula dengan bahan baku dan perlengkapan untuk membuat cairan antiseptik dan disinfektan.
Kini belum ada tanda-tanda Covid-16 melandai. Kepolisian Negara RI melalui surat bernomor B/1872/III/Res.2.1/2020/Bareskrim yang ditandatangani Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri selaku Ketua Satuan Tugas Pangan Brigadir Jenderal (Pol) Daniel Tahi Monang Silitonga, tertanggal 16 Maret 2020, meminta sejumlah asosiasi membatasi pembelian sejumlah bahan pangan untuk kepentingan pribadi. Pembatasan dimaksudkan untuk menjamin ketersediaan bahan pokok penting dan komoditas pangan lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Lewat surat itu, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Pusat Koperasi Pedagang Pasar (Puskoppas), Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI), dan Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkopas) diminta membatasi pembelian beras maksimal 10 kilogram (kg), gula 2 kg, minyak goreng 4 liter, dan mi instan 2 dus. Pembatasan itu diharapkan meredam kepanikan serta menghindari risiko penyimpangan melalui penimbunan bahan pangan.
Akan tetapi, jika menilik tren tiga bulan terakhir, kecuali gula pasir dan bawang putih/bombay, harga sejumlah komoditas itu sebenarnya relatif stabil. Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga rata-rata beras (semua kualitas) stabil pada kisaran Rp 11.800-11.850 per kg dan minyak goreng Rp 13.600-14.100 per kg.
Di antara komoditas pangan pokok lain, gula pasir dan bawang putih yang perlu menjadi perhatian karena kenaikan harganya relatif tinggi meski harga rata-rata nasional daging sapi, bawang merah, minyak goreng, dan daging ayam di atas harga acuan pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan No 7/2020.
Dalam kurun 2,5 bulan terakhir, harga gula melonjak sekitar 20 persen dari Rp 13.950 per kg pada 2 Januari jadi Rp 16.750 per kg pada 18 Maret, sementara bawang putih naik 35,9 persen dari Rp 32.650 per kg menjadi Rp 44.400 per kg.
Dalam situasi darurat, pembatasan jumlah pembelian perlu untuk meredam kepanikan pasar. Namun, selain pengawasan yang optimal, pemerintah juga perlu memastikan suplai dan distribusi barang terjamin dengan baik. Tanpa pasokan yang cukup, juga distribusi yang lancar, usaha apa pun untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga barang bakal sia-sia sebab pasar hanya tunduk pada ”hukum besi” penawaran dan permintaan.
Sumber: Kompas.com. Kamis, 19 Maret 2020.