PEMBEBASAN LAHAN JADI KUNCI PROYEK HULU MIGAS

JAKARTA, KOMPAS — Masalah pembebasan lahan untuk proyek hulu minyak dan gas bumi di Indonesia kerap memakan waktu yang lama dan berpengaruh besar terhadap kecepatan produksi. Pengembangan Blok Masela di laut lepas Maluku memasuki babak baru setelah ditetapkannya lokasi pelabuhan untuk kilang gas alam cair. Blok tersebut direncanakan memproduksi gas alam cair sebanyak 9,5 juta ton per tahun dan gas pipa 150 juta standar kaki kubik per hari.

Dalam keterangan resmi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Pemerintah Provinsi Maluku sudah menetapkan lokasi pembangunan pelabuhan untuk kilang gas alam cair (LNG) Blok Masela. Lahan seluas 27 hektar tersebut diputuskan ada di Desa Lematang, Kecamatan Tanimbar Selatan, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, tepatnya di Pulau Nustual. Namun, belum ada keputusan detail mengenai lokasi kilang LNG.

Menurut pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, pembebasan lahan menjadi salah satu kunci kecepatan dan kemudahan dalam proyek hulu migas di Indonesia. Lahan diperlukan untuk pegerakan alat kerja dan pembangunan konstruksi proyek. Penuntasan masalah sosial di sekitar lokasi proyek juga penting.

”Masalah pembebasan lahan bagi proyek hulu migas di Indonesia sangat signifikan dan menjadi salah satu penentu utama (kelancaran proyek),” ucap Pri Agung, Selasa (17/3/2020), di Jakarta.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan, ada tiga hal yang diperlukan investor dalam berinvestasi di hulu migas di Indonesia. Ketiga hal tersebut adalah kestabilan kontrak, kebijakan fiskal yang konsisten, dan kelengkapan data wilayah kerja migas. Apabila ketiga hal itu tak terpenuhi, dipastikan iklim investasi hulu migas di Indonesia kian lesu.

”Tanpa pukulan harga minyak sekarang ini pun, sebenarnya industri hulu migas belum sepenuhnya pulih akibat kondisi 2015-2016 (saat harga minyak jatuh ke level 30 dollar AS per barel). Bisa dibilang Indonesia sedang krisis,” ujar Marjolijn saat menjadi pembicara dalam diskusi tentang investasi hulu migas di kantor SKK Migas, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Cadangan gas bumi Blok Masela yang ditemukan sejak tahun 1998 itu baru diputuskan model pengolahan gasnya oleh pemerintah pada Maret 2016. Pengolahan gas yang awalnya direncanakan di laut lepas diputuskan dipindah ke darat dengan membangun kilang LNG. Rencana pengembangan (plan of development/POD) gas baru disetujui pemerintah pada Juli 2019.

Menurut Deputi Dukungan Bisnis SKK Migas Sulistya Hastuti Wahyu, setelah penunjukan lokasi pembangunan pelabuhan, SKK Migas bersama Inpex Masela Ltd, selaku operator pengembangan gas Blok Masela, dan Badan Pertanahan Nasional segera memproses pengadaan tanah tersebut. Selain pembebasan tanah, Inpex juga menyelenggarakan tender desain proyek sebagai dasar pengambilan keputusan investasi akhir (final investment decision/FID).

”Dukungan masyarakat lewat konsultasi publik membuat proses ini berjalan cepat,” ujar Sulistya lewat keterangan resmi.

Sementara itu, menurut Corporate Communication Manager Inpex Masela M Kurniawan, Inpex akan terus melanjutkan koordinasi dan konsultasi dengan para pihak untuk kelanjutan proyek pengembangan gas Masela. Pihaknya berkomitmen menuntaskan proyek sesuai dengan POD yang sudah disetujui pemerintah. Gas dari Blok Masela dijadwalkan bisa diproduksi mulai triwulan II-2027 dengan nilai investasi mencapai 19,8 miliar dollar AS.

Sebelumnya, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menyinggung potensi Indonesia yang akan menjadi pemain penting pemasok LNG di masa mendatang. Menurut dia, kapasitas kilang LNG di Indonesia saat ini mencapai 16,2 juta ton yang terdiri dari 7,6 juta ton kilang LNG Tangguh dan 8,6 juta ton kilang LNG Bontang. Kapasitas tersebut akan bertambah apabila proyek Masela dan Tangguh Unit III rampung.

”Penyelesaian proyek hulu gas di Indonesia, yaitu Blok Masela dan Tangguh Unit III, akan kian memperkuat pasokan LNG ke pasar ekspor utama, yaitu China, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand. Di masa mendatang, Indonesia akan menjadi pemain penting dalam hal pasokan LNG dunia,” tutur Dwi.

Mengutip data SKK Migas, produksi gas bumi Indonesia pada 2019 sebesar 6.140 miliar British thermal unit (BBTU). Penyaluran dalam bentuk LNG mencapai 2.025 BBTU dengan alokasi untuk domestik sebesar 508 BBTU dan ekspor sebesar 1.417 BBTU.

Sumber: Kompas.com. Rabu, 18 Maret 2020.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.