JAKARTA, KOMPAS–Pemerintah membahas insentif keringanan pajak bagi sektor utama yang terdampak pandemi Covid-19. Sektor yang terdampak antara lain pariwisata dan transportasi, serta pendukungnya.
Rencana tersebut masih perlu dihitung bersama Kementerian Keuangan untuk mengkaji dampak fiskalnya.
Adapun stimulus insentif untuk sektor pariwisata berupa diskon harga tiket pesawat, serta keringanan pajak hotel dan restoran, dievaluasi. Stimulus itu dinilai kurang efektif.
“Seperti disampaikan Pak Menko (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto), stimulus ini tidak berhenti di stimulus kedua, pemerintah masih terus mengevaluasi dan membahas perkembangan kondisi ekonomi terbaru di berbagai sektor, terutama sektor yang paling terdampak,” kata Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono saat dihubungi di Jakarta, Minggu (15/3/2020).
Pembebasan pajak hotel dan restoran serta diskon tiket pesawat, ujarnya, sebenarnya untuk menarik wisatawan. Namun, seiring pandemi Covid-19, masyarakat memilih membatasi perjalanan sehingga tidak menarik kunjungan wisatawan domestik.
Baca juga : Stimulus Pariwisata Bisa Tidak Relevan
Adapun stimulus berupa relaksasi pajak untuk sektor manufaktur dan sektor tertentu merupakan upaya menjaga industri manufaktur dan mendorong kinerja ekspor-impor.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno mengatakan, penjualan paket perjalanan pada Februari-Maret 2020 sudah anjlok 90 persen. Akibatnya, kerugian yang dibukukan pada Februari 2020 sebesar Rp 4 triliun.
Berdasarkan data Astindo, ada 8.000 perusahaan biro perjalanan di Indonesia yang mempekerjakan 1,4 juta orang, termasuk sopir dan pemandu wisata.
“Kalau tidak ada perbaikan, kami terpaksa melakukan PHK pada bulan April. Pemerintah perlu mulai memikirkan cara untuk menghindari hal ini terjadi,” ujarnya.
Ketua Umum Serikat Pekerja Pariwisata Reformasi Sofyan mengatakan, meskipun PHK belum terjadi, namun manajemen hotel dan restoran menyiasatinya dengan program pensiun dini. Program ini mulai ditawarkan sebelum wabah Covid-19, yang diperkirakan semakin banyak di tengah kelesuan industri pariwisata.
Kartu prakerja
Susiwijono menambahkan, pemerintah juga mempercepat penerapan Kartu Prakerja untuk semua sektor. Program yang semula dijadwalkan berlaku pada Agustus 2020 ini akan dirilis pada akhir Maret 2020. Pemerintah menganggarkan Rp 10 triliun untuk 2 juta peserta kartu pekerja pada 2020.
“Program ini untuk memberi insentif bagi pekerja yang terkena PHK karena dampak ekonomi dari Covid-19. Kami percepat dan akan segera diterapkan secara bertahap,” katanya.
Kartu Prakerja ditujukan bagi calon pekerja yang sedang mencari kerja, korban PHK, serta pekerja yang perlu meningkatkan kompetensi. Peserta program dapat mengikuti pelatihan yang dibiayai pemerintah serta mendapat insentif uang saku Rp 500.000 untuk mengganti biaya transportasi selama pelatihan. Diharapkan, karyawan korban PHK bisa lebih mudah mencari kerja.
Secara terpisah, Sekretaris Eksekutif Labor Institute Indonesia Andy William Sinaga berpendapat, pemerintah harus hati-hati dalam menimbang kebijakan terkait rencana menerapkan lockdown atau mengisolasi wilayah tertentu terkait pandemi global Covid-19. Sebab, kebijakan ini dapat menggerus pendapatan pekerja informal yang menggantungkan nasib pada pendapatan harian.
“Akibat perusahaan mengurangi produksi, pekerja yang biasanya dapat upah lembur atau upah harian bisa tidak mendapatkannya lagi,” kata Andy.
Labor Institute Indonesia menilai, masyarakat akan sulit mendapatkan kebutuhan pokok jika perusahaan yang memproduksi ikut tutup. Oleh karena itu, Labor Institute Indonesia berharap pemerintah memperhitungkan dampak negatif dari rencana mengisolasi wilayah tertentu tersebut. (AGE/CAS)
KOMPAS, Senin, 16032020. Hal. 13.