JAKARTA, KOMPAS — Organisasi Perdagangan Dunia menyebutkan, perdagangan jasa global terus melemah mulai akhir 2019 hingga triwulan I-2020. Proteksi perdagangan dan wabah Covid-19 yang disebabkan virus korona baru merupakan dua faktor utama yang akan memengaruhi perlambatan perdagangan jasa dunia.
Dalam hasil laporannya tentang Baromater Perdagangan Jasa Global pada 11 Maret 2020, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menunjukkan, pertumbuhan aktivitas perdagangan jasa tetap positif, tetapi telah melambat sekitar setahun terakhir. Secara tahunan, pertumbuhan perdagangan jasa global turun sebesar 2,8 persen pada triwulan III-2019. Angka itu turun dari posisi tertinggi pada triwulan IV-2018 yang sebesar 5,7 persen.
Sementara barometer perdagangan jasa dunia pada akhir 2019 berada di level 96,8 atau di bawah ambang batas ideal, yakni 100. Angka itu turun dari barometer perdagangan global pada September 2019 yang berada di level 98,4. Penurunan itu belum sepenuhnya mengindikasikan dampak ekonomi yang disebabkan wabah Covid-19 yang disebabkan oleh virus korona baru.
WTO menyebutkan, penurunan barometer perdagangan jasa dunia disebabkan oleh penurunan sejumlah indikator. Penurunan terbesar ada di sektor jasa perjalanan udara penumpang dengan indeks sebesar 93,5 dan pengiriman peti kemas 94,3 yang pertumbuhannya sudah moderat sebelum wabah Covid-19.
Penurunan terbesar ada di sektor jasa perjalanan udara penumpang dengan indeks sebesar 93,5 dan pengiriman peti kemas 94,3.
WTO menyebutkan, kedua indeks itu juga mencakup perkembangan kedua sektor tersebut hingga Januari 2020 dan sebagian mencerminkan upaya awal untuk menghentikan penyebaran wabah Covid-19 yang semakin intensif menjelang akhir Januari. Penurunan indeks pengiriman kontainer didorong oleh volume pengiriman yang lebih rendah di Asia, sementara perlambatan perjalanan udara penumpang jauh lebih luas karena juga mencakup Amerika Utara, Amerika Selatan, dan Eropa.
Baromater Perdagangan Jasa Global yang dirilis Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 11 Maret 2020.
WTO juga menunjukkan, indeks transaksi keuangan global sebesar 97,7 dan layanan teknologi informasi komunikasi sebesar 97. Keduanya juga turun di bawah tren. Adapun indeks konstruksi masih relatif stabil, yaitu 99,8.
Baca juga: WTO: Perdagangan Melemah
Adapun indeks manajer pembelian layanan global berada di level 96,1. ”Rendahnya indeks yang mencerminkan ekspektasi kalangan pengusaha pengguna layanan jasa global ini menunjukkan bahwa Covid-19 kemungkinan akan terus membebani perdagangan jasa dalam jangka pendek,” sebut WTO.
Rendahnya indeks yang mencerminkan ekspetasi kalangan pengusaha pengguna layanan jasa global ini menunjukkan bahwa Covid-19 kemungkinan akan terus membebani perdagangan jasa dalam jangka pendek.
Perkembangan indeks perdagangan jasa global dan sektor pendorong perdagangan jasa global yang diterbitkan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada 11 Maret 2020.
Pada Januari-Februari 2020, jasa penerbangan Indonesia sudah mulai terdampak wabah Covid-19. Pergerakan pesawat internasional di bandara-bandara yang dikelola PT Angkasa Pura II (Persero) atau AP II turun 4 persen dari pergerakan rata-rata 2.300 pesawat yang lepas landas dan mendarat setiap hari.
Sementara pergerakan penumpang turun 6 persen-7 persen dari rata-rata 200.000 pergerakan penumpang yang datang dan pergi setiap hari. PT AP II belum menghitung potensi kerugian itu.
Adapun PT AP I (Persero) menyebutkan, potensi kerugian sepanjang Januari-Februari 2020 sebesar Rp 207 miliar. Dari 15 bandara yang dikelola AP I, ada total 12.703 pembatalan penerbangan yang terdiri dari 11.680 pembatalan untuk domestik dan 1.023 untuk penerbangan internasional.
Baca juga: Penerbangan Lesu, Angkasa Pura II Mencari Sumber Pendapatan Lain
Dengan gelombang pembatalan itu, AP I kehilangan 1,672 juta penumpang sepanjang Januari-Februari, yang terdiri dari 1,5 juta penumpang domestik dan 172.000 penumpang internasional.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, kondisi perusahaan di bidang transportasi yang tengah meradang itu merupakan dampak epidemi Covid-19 yang tidak bisa diprediksi. Itu merupakan risiko yang harus dihadapi perusahaan sehingga tidak bisa bicara untung-rugi dalam konteks epidemi.
”Yang bisa dilakukan adalah mengantisipasi bagaimana agar kepastian karyawan tetap bisa bekerja dan tidak ada oknum-oknum yang bermain,” ujar Erick.
KOMPAS, Jum’at, 13032020 Hal. 13.