JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan teknologi menciptakan disrupsi di segala lini profesi, tak terkecuali pekerja sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah atau SPPUR, terutama bagi mereka yang selama ini belum memiliki kompetensi terstandar.
Para pekerja SPPUR akan mendapat pelatihan serta standardisasi untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan kebijakan, infrastruktur, dan teknologi terkini agar tidak tergerus otomatisasi pada era digital serta menjamin keamanan sistem keuangan.
Menjawab tantangan pada era digital itu, Bank Indonesia bersama Kementerian Ketenagakerjaan dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) menandatangani nota kesepakatan untuk bekerja sama menetapkan standar kompetensi bagi para pekerja SPPUR.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Jakarta, Senin (9/3), mengatakan, globalisasi dan digitalisasi yang berkembang pesat tidak bisa direpons dengan hanya berjalan di tempat. Untuk memajukan kinerja sistem pembayaran di industri perbankan, pembayaran, dan berbagai lembaga pengelolaan uang, diperlukan sumber daya manusia yang kompeten dan terstandar.
”(Penandatanganan kesepakatan) Ini cara untuk bersama-sama memajukan SDM agar bisa langsung mendukung berbagai kebijakan dalam konteks pengelolaan sistem pembayaran dan uang rupiah,” kata Perry.
Selama ini, kondisi pekerja di bidang SPPUR belum terstandar. Dengan kompetensi yang belum memadai dan terukur itu, potensi risiko operasional bisa berdampak sistemik terhadap stabilitas sistem keuangan.
Direktur Eksekutif Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Onny Widjanarko mengatakan, standar kompetensi itu menjadi langkah memitigasi risiko operasional untuk mencegah terjadi efek beruntun atau penularan krisis ekonomi.
Selama ini, kondisi pekerja sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah belum terstandar.
Menurut Onny, ada banyak risiko yang membayangi jika sistem keuangan tidak terkelola dengan baik, salah satunya adalah serangan siber (cyber attack). Menurut hasil riset PwC Indonesia yang bertajuk ”Global Economic Crime and Fraud Survei PwC 2018”, ancaman keamanan siber mempunyai risiko besar terhadap bisnis perbankan dalam dua sampai tiga tahun ke depan.
Sektor keuangan menjadi salah satu target utama serangan siber karena ada motif keuntungan finansial serta akses kerahasiaan data penting di baliknya. Risiko lainnya adalah kejahatan di sektor keuangan, seperti munculnya ruang-ruang praktik pencucian uang (money laundering).
”Semua risiko itu tidak bisa diatasi tanpa kemampuan infrastruktur dan jaringan. Harus kita mitigasi dengan baik. Ini juga sejalan dengan peningkatan daya saing pekerja di sektor keuangan dalam menghadapi pasar bebas tenaga kerja serta dalam memasuki era otomatisasi profesi,” ujar Onny.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memberi keterangan seusai penandatangan nota kerja sama terkait standardisasi kompetensi bagi pekerja sistem pembayaran dan pengelolaan uang rupiah di Gedung Bank Indonesia, Senin (9/3/2020).
Menurut Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, sektor jasa keuangan memiliki pengaruh serta risiko tinggi. Era digitalisasi juga membawa disrupsi yang mengancam lapangan pekerjaan SDM yang gagal memenuhi tuntutan perkembangan zaman membuat tingkat turn over bagi pekerja di sektor keuangan semakin tinggi.
Pemerintah menetapkan perlunya standardisasi kompetensi lewat BNSP untuk menghindari human error yang mengakibatkan persoalan dalam tata operasional perbankan yang bisa memengaruhi sistem perbankan dan sistem keuangan nasional.
Menurut Ida, dalam konteks ketenagakerjaan, kompetensi operasional bagi para pekerja perbankan itu sudah tertuang dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah pada 2017.
Adapun cakupan materi pada rancangan SKKNI dan KKNI Bidang SPPUR terdiri dari 7 (tujuh) subbidang, yaitu pengelolaan transfer dana, penatausahaan surat berharga nasabah, pengelolaan uang tunai (cash handing), pemrosesan transaksi pembayaran, penukaran valuta asing dan pembawaan uang kertas asing (UKA), setelmen transaksi tresuri, dan setelmen pembayaran transaksi trade finance.
Langkah selanjutnya, ujar Ida, adalah menerapkan SKKNI itu melalui program pendidikan dan pelatihan bersama BNSP. ”Penerapan ini tentu butuh pengawalan dan supervisi, baik dari BI, Menaker, maupun BNSP profesi sesuai kewenangan masing-masing. Itu sudah dituangkan secara formal dalam MOU,” kata Ida.
KOMPAS, Selasa, 10032020 Hal. 14.