JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mendongkrak kinerja ekspor-impor di tengah lesunya perdagangan global. Kebijakan itu fokus pada masalah lalu lintas barang melalui kemudahan impor bahan baku industri serta kelonggaran tata niaga ekspor.
Akan tetapi, pelonggaran kebijakan saja dinilai tidak cukup melecut kinerja ekspor nasional. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani mengingatkan pemerintah soal perhatian pada kualitas produk ekspor.
”Ekspor nonmigas tidak bisa dikatrol hanya dengan kebijakan perdagangan karena masalah yang mengganjal produktivitas dan kinerja sektor industri penghasil produk ekspor sifatnya sistematik,” katanya di Jakarta, Jumat (6/3/2020).
Shinta mengingatkan pentingnya memanfaatkan masa-masa lesunya pasar global saat ini untuk membenahi industri dalam negeri sekaligus mendorong daya saing produk. Dengan demikian, saat pasar kembali menggeliat, produk dalam negeri lebih berdaya menembus pasar global.
Persoalan yang saat ini dihadapi sebagian pelaku industri terkait dengan efisiensi proses produksi serta kualitas dan diversifikasi produk. ”Pembukaan pasar ekspor seluas apa pun tidak akan ada artinya jika yang disoroti hanya kebijakan perdagangannya, tetapi tanpa membenahi (problem) inefisiensi dan rendahnya daya saing produk,” ujarnya.
Pemerintah memberikan sejumlah kelonggaran untuk memacu kinerja ekspor terkait merebaknya wabah penyakit Covid-19 akibat virus korona baru. Kelonggaran itu antara lain diberikan melalui penyederhanaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk produk-produk kayu, standar sertifikasi kesehatan pangan bagi produk Indonesia yang dieskpor ke luar negeri, serta surat keterangan asal atau sertifikasi asal barang.
Pemerintah juga membidik negara-negara di luar tujuan ekspor selama ini. Beberapa di antaranya Tunisia, Turki, Chile, Paraguay, Guatemala, serta beberapa negara Asia Selatan, seperti Pakistan dan Sri Lanka. Berbagai perundingan perjanjian dagang dijajaki dan berpotensi difinalisasi dalam waktu dekat.
Baca juga: Indonesia Berebut Pasar di Luar China
Dengan berbagai kebijakan itu, meski sejumlah lembaga memproyeksikan perlambatan pertumbuhan perdagangan dan ekonomi dunia, Kementerian Perdagangan tak merevisi target ekspor. Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, surplus perdagangan ditargetkan 300 juta dollar AS tahun ini.
Menurut Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, optimisme perlu dipertahankan, apalagi kondisi di China dan sejumlah negara berangsur pulih setelah didera Covid-19. ”Di balik (wabah Covid-19) ini, pasti ada peluang. Selain China, Indonesia harus beralih ke negara lain. Ada indikasi positif. Penjajakan perjanjian dagang tetap jalan,” kata Agus.
Fokus
Ketua Komite Tetap Bidang Ekspor Kadin Indonesia Handito Joewono menyatakan, pemerintah perlu terlebih dulu memetakan komoditas atau produk berorientasi ekspor yang jadi prioritas. Setelah itu, pemerintah perlu mendukung perusahaan meningkatkan daya saing produknya, seperti di industri makanan dan minuman yang bahan bakunya relatif bisa dipenuhi dari dalam negeri.
”Indonesia harus berani memutuskan, mau menjadi produsen apa, produk apa yang akan ditingkatkan dan diprioritaskan untuk dipasarkan, selama ini kebanyakan dan tidak fokus. Jadi, jangan gegabah cari pasar baru dulu. Fokus memprioritaskan komoditas utama dan membenahi industri dalam negeri,” kata Handito.
Terkait fokus pemetaan ekspor itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan, pihaknya berusaha memetakan kebutuhan pasar global dengan persediaan produk dari usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
”Kami upayakan UMKM siap karena akan dibuka perwakilan-perwakilan untuk memasarkan produk mereka di luar negeri. Namun, belum tentu (produknya) sesuai kebutuhan pasar. Jadi, produk apa yang dibutuhkan pasar luar, bagaimana kemampuan produksi, kami petakan dulu,” kata Oke.
Baca juga: Kejutan Perdagangan di Awal Tahun
KOMPAS, Sabtu, 07032020 Hal. 13.