IBU KOTA NEGARA: Dasar Hukum Pembentukan Badan Otorita IKN Dipertanyakan

JAKARTA, KOMPAS – Pembentukan badan otorita melalui Peraturan Presiden dinilai terlalu dipaksakan. Sebab, Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara pun belum dibahas, apalagi disahkan bersama DPR.

Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari mempertanyakan landasan hukum Peraturan Presiden tentang Badan Otoritas Ibu Kota Negara yang akan segera disahkan Presiden Joko Widodo.

“Bagaimana bila kesepakatan pembuat undang-undang berbeda dengan PP (peraturan pemerintah) dan Perpres yang sudah diterbitkan? Landasan PP dan Perpres juga tidak ada, padahal PP dan Perpres seharusnya bersandar pada Undang-Undang,” tutur Feri kemarin di Jakarta.

Baca juga: Badan Otorita Diusulkan

Feri menilai pembentukan badan otorita ibu kota negara tanpa aturan perundangan yang melandasi adalah problematik dan tidak taat prosedur. Sebab, sebuah badan bisa menyusun peraturan karena dibentuk atas dasar aturan perundangan.

“Jangan karena tidak ada dalam konstitusi, lalu dimaknai boleh membuat produk (hukum) apapun. Sebab, apapun yang ditentukan undang-undang, untuk membentuk (sesuatu) yang baru, harus dengan undang-undang juga,” tambah Feri.

Jakarta ditetapkan sebagai Ibu Kota Negara melalui aturan perundangan, yakni UU No 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota NKRI. Karenanya, semestinya pemindahan Ibu Kota Negara juga ditetapkan dalam aturan perundangan yang melandasi berbagai aturan teknis.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyebutkan empat nama yang menjadi kandidat Kepala Badan Otorita Ibu Kota Negara. Mereka adalah Bambang Brodjonegoro yang saat ini Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Basuki Tjahaja Purnama mantan Gubernur DKI Jakarta yang saat ini menjabat Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Abdullah Azwar Anas selaku politisi yang kini Bupati Banyuwangi, dan Tumiyono yang saat ini menjabat Direktur Utama PT Wijaya Karya (Persero) Tbk.

Presiden menambahkan, peraturan presiden mengenai Badan Otorita Ibu Kota Negara akan segera ditandatangani. Adapun kepala abadan otorita tersebut diputuskan dalam pekan ini.

Draf ditunggu

Pemindahan ibu kota negara adalah kerja besar dan kompleks. Untuk itu, kepala badan otorita yang akan memimpin mulai perencanaan, pemindahan, sampai pengelolaan wilayah di masa-masa awal semestinya memiliki kapasitas yang lengkap.

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia menyebutkan, tak hanya memiliki visi dan konsep pembangunan suatu kawasan yang luas, sosok kepala badan otorita ibu kota negara juga harus memiliki kemampuan teknis. Pengalaman di pemerintahan juga diperlukan serta jaringan dan kemampuan komunikasi yang baik.

“Ini pekerjaan berat dan melibatkan banyak stakeholder. Jadi, kalau belum pernah membangun komunikasi dengan para stakeholder, pasti akan sulit,” tutur Doli.

Doli menambahkan, pemilihan kepala badan otorita tentu adalah kewenangan Presiden. Sebab, Presiden adalah penanggung jawab, penggagas pemindahan ibu kota negara, serta yang memilih lokasinya. “Mungkin Presiden sudah punya preferensi sendiri,” katanya.

Sementara itu, DPR juga menunggu draft Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara. Omnibus law terkait pemindahan ibu kota negara ini menjadi salah satu dari tiga omnibus law yang diusulkan pemerintah, selain RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan. Dalam pertemuan ketua-ketua fraksi dan enam menteri beberapa waktu lalu, menurut Doli, disepakati RUU IKN akan dibahas Komisi II DPR.

Secara prinsip, lanjut Doli, Komisi II bila diminta membahas RUU IKN. Karena itu, saat ini DPR menunggu draft RUU IKN bersama Surat Presiden. Pekan lalu, Menteri Perencanaan Pembangunan Suharso Monoarfa mengatakan, RUU IKN akan diserahkan ke DPR setelah masa reses ini.

KOMPAS, 03032020 Hal. 3.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.