JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah membuka peluang merevisi aturan jual beli perumahan. Dalam revisi itu, perlindungan konsumen tetap diutamakan.
Sejak diundangkan pada Juli 2019, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah dipandang kalangan pengembang hanya menguntungkan konsumen.
Peraturan itu mengatur syarat pemasaran, informasi pemasaran, pembayaran, dan keharusan perjanjian pengikatan jual beli atau PPJB di hadapan notaris.
Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi Abdul Hamid, Selasa (4/2/2020), di Jakarta, mengatakan, hingga kini pemerintah menampung masukan dari berbagai pihak, termasuk pengembang, tentang aturan tersebut.
Sebab, kata Khalawi, pemerintah tengah mencari solusi, termasuk membuka kemungkinan merevisi Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No 11/2019 tentang Sistem Perjanjian pendahuluan Jual Beli Rumah tersebut.
”Hal ini menyangkut dua sisi. Di satu sisi ada pengembang dan di sisi lain konsumen. Jadi, Permen PUPR itu akan dievaluasi lagi. Bisa jadi opsinya permen direvisi atau opsi lain. Kami akan mengambil yang di tengahnya,” kata Khalawi.
Menurut Khalawi, Badan Perlindungan Konsumen Nasional sudah memberi masukan, termasuk jika Permen PUPR tersebut akan direvisi. Di satu sisi pemerintah ingin agar hak konsumen terlindungi, di sisi lain pemerintah ingin agar investasi di sektor properti tidak terhambat. Khalawi memastikan pemerintah akan mengambil jalan tengah yang dapat diterima semua pihak.
Secara terpisah, Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Arief Safari menyampaikan, Peraturan Menteri PUPR No 11/2019 itu merupakan terobosan dalam perlindungan konsumen.
Pada 2019, BPKN menerima 1.510 pengaduan, yang 90 persen di antaranya terkait perumahan. Dari pengaduan itu, sekitar 67 persen di antaranya terkait legalitas.
”Peraturan ini memperkuat sekaligus solusi bagi konsumen di bidang perumahan. Sementara, Undang-Undang No 20 tentang Rumah Susun belum ada aturan turunan berupa peraturan pemerintah. Jadi permen nomor 11 ini terobosan untuk perlindungan hak konsumen,” kata Arief.
Menurut Arief, BPKN tetap memperhitungkan kemungkinan adanya kesulitan yang dihadapi pelaku usaha.
Secara keseluruhan, kata Arief, Permen PUPR tersebut akan melindungi konsumen sekaligus memastikan agar pengembang bertindak profesional. Selain itu, PPJB di hadapan notaris juga memberi kedudukan hukum lebih kuat dibandingkan dengan perjanjian bawah tangan. BPKN telah memberi tanggapan, termasuk masukan untuk beberapa pasal yang ditolak untuk direvisi jika akan dilakukan revisi. (NAD)
KOMPAS, 05022020 Hal. 13.