ELPIJI: Matangkan Skema Baru Subsidi Elpiji

JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah mewacanakan perubahan skema subsidi elpiji 3 kilogram, yakni dari subsidi harga menjadi subsidi langsung ke penerima, mulai tahun ini. Harapannya, penyaluran subsidi bisa lebih tepat sasaran, yakni ke masyarakat miskin.

Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Alimuddin Baso, dalam diskusi yang digelar Bisnis Indonesia di Jakarta, Kamis (30/1/2020) menyebutkan, konsumsi elpiji 3 kilogram yang terus meningkat menyebabkan subsidi semakin besar.

Pada tahun 2019, realisasi penyaluran elpiji 3 kilogram (kg) mencapai 6,845 juta ton, naik dibandingkan realisasi tahun 2018 yang 6,532 juta ton atau tahun 2017 yang 6,293 juta ton. Realisasi tahun 2017 dan 2018 bahkan melebihi kuota.

Tahun ini kuota volume elpiji dinaikkan jadi 7 juta ton dengan nilai subsidi diperkirakan mencapai Rp 51 triliun. Padahal, dari total kebutuhan elpiji pada 2019, sebanyak 75 persen di antaranya merupakan impor. “Kami sudah rapat kerja dengan DPR, tidak ada perubahan skema (penyaluran) yang mengakibatkan perubahan harga, elpiji 3 kg tetap ada,” kata Alimuddin.

 

Anggota Komisi VII Fraksi Gerindra, Kardaya Warnika berpendapat, pada dasarnya subsidi diberikan agar rakyat makin sejahtera. Namun, ketika pemerintah berencana mengubah skema subsidi elpiji 3 kg, rencana itu perlu dipersiapkan dengan matang terlebih dulu.

Perubahan skema dari harga barang menjadi langsung ke masyarakat yang berhak, kata Wardaya, memang diperlukan agar subsidi tepat sasaran. Namun, pemerintah dinilai belum memastikan data dan teknis penerimaannya. Dengan kajian yang belum matang, wacana yang kemudian dilontarkan ke publik tersebut malah menimbulkan kepanikan.

Baca juga: Pemerintah Tertibkan Subsidi Elpiji

“Saya usul, hal yang menyangkut hajat hidup orang banyak, pertama-tama dasarnya harus dikaji dulu, kedua dites dulu atau ada pilot project. Berikutnya, kalau mau diubah, ubahlah undang-undangnya. Jangan ditabrak,” kata Kardaya.
Sebelum mengubah skema penyaluran karena dinilai tidak tepat sasaran, kata Kardaya, pemerintah perlu mengevaluasi pengawasan peredaran elpiji 3 kg. Sebab Kementerian ESDM memiliki penyidik pegawai negeri sipil yang dapat menjalankan fungsi itu.

Warga panik

Pengamat ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi berpendapat, wacana tentang perubahan skema telah terlontar ke publik dan menciptakan kepanikan di beberapa tempat. Akibatnya, ada kelangkaan yang dibarengi kenaikan harga elpiji 3 kg, yakni dari Rp 16.000-20.000 menjadi Rp 35.000 per tabung.

Dalam jangka pendek, kata Fahmy, pemerintah perlu mengubah skema penyaluran, misalnya dengan sistem kode bar atau menggabungkannya dengan bantuan beras sejahtera.

Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, rencana mengubah skema subsidi dari terbuka jadi tertutup berakar dari kepanikan pemerintah terkait fiskal dan moneter. Di sisi fiskal, penerimaan pajak tidak tercapai beberapa tahun terakhir. Oleh karena itu, pemerintah berupaya mengurangi defisit transaksi berjalan.

“Saya melihatnya tujuannya bagus. Maka niat bagus harus dilakukan dengan cara-cara yang bagus,” kata Komaidi,

Alimuddin menambahkan, selain pengendalian subsidi elpiji, pemerintah berencana meningkatkan jaringan gas kota untuk mengalirkan gas bumi ke rumah tangga secara langsung melalui pipa.

KOMPAS, 31012020 Hal. 13.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.