JAKARTA, KOMPAS— Para pendiri dan eksekutif usaha rintisan mengakui, kini investor lebih memilih bisnis yang memiliki proyeksi bisnis ke depan lebih berkualitas dibandingkan dengan angka valuasi yang berdasar jumlah pengguna.
Sejumlah pendiri dan CEO usaha rintisan yang tidak menggunakan model bisnis ”bakar uang” kepada Kompas, pekan lalu dan Senin (20/1/2020), mengungkapkan, sejak awal mereka memang ingin meraup untung dan tidak tergoda valuasi. Mereka mengakui, dulu investor kurang tertarik, tetapi kini mereka malah didekati.
Fenomena ini muncul setelah usaha rintisan global Uber gagal mencapai valuasi yang diinginkan pasca-penawaran saham perdana. Selain itu, WeWork batal menawarkan saham karena investor pasar privat tidak yakin dengan bisnisnya.
Sejak awal nilai ekonomisnya harus masuk akal sehingga tidak ada bakar uang.
Pendiri Kopi Kenangan, James Prananto, mengatakan, sejak awal berdiri tiga tahun lalu, dirinya menekankan pentingnya menjadi perusahaan yang meraup untung. Dengan demikian, produk minuman kopi didesain dengan harga terjangkau, yakni memenuhi kekosongan permintaan konsumen yang selama ini hanya disodori kopi merek asing mahal atau kopi instan kemasan murah. Kualitas produk pun selalu dijaga, mulai dari bahan baku hingga penyajian. Dengan strategi ini, dia meyakini Kopi Kenangan tidak pernah melakukan praktik menyubsidi kepada konsumen, atau lazim disebut ”bakar uang”.
”Sejak awal nilai ekonomisnya harus masuk akal sehingga tidak ada bakar uang,” ujarnya. James mengatakan, pada awalnya Kopi Kenangan memiliki delapan gerai fisik. Modal usaha berasal dari kantong pribadi dia bersama dua pendiri lainnya. Kemudian, setelah itu perusahaan modal ventura, Alpha JWC Ventures, masuk menyuntikkan dana.
Pada Juni 2019, Kopi Kenangan memperoleh suntikan investasi Seri A tambahan senilai 20 juta dollar AS dari beberapa perusahaan modal ventura. Saat ini, gerai fisik Kopi Kenangan mencapai 240 unit.
Pendiri Kulina, Andy Fajar Handika, mengakui, investor mulai berhati-hati. Kecenderungannya, kini investor usaha rintisan memasuki fase kebutuhan memperlihatkan imbal balik. Dengan berbagai kejadian belakangan ini, investor makin paham dunia usaha rintisan, dan mereka ingin melihat peta jalan bisnis secara mendalam dari setiap usaha rintisan.
Karena itu, meski Kulina diakui masih kecil, akhir tahun ini diperkirakan menghasilkan keuntungan. Kunci kesuksesan bisnisnya selama ini ialah kemampuan membangun kepercayaan konsumen sehingga mereka tetap memakai produk Kulina.
Dicari investor
Sementara itu, CEO PrivyID Marshall Pribadi menambahkan, pilihan tidak membakar uang memang tergolong berat sejak awal. Namun, seiring kehati-hatian investor, ia malah sudah dikontak enam investor dalam tiga bulan terakhir. Pada waktu era ”bakar uang”, investor tak terlalu tertarik dengan model bisnis yang pertumbuhan penggunanya lambat.
”Saya mendengar perusahaan pendanaan global Softbank pun sekarang melihat potensi profit masa depan. Saat ini enggak memberi untung tidak masalah asal peta jalan menuju keuntungan jelas,” katanya.
Masuk bursa
Sumber pendanaan tak melulu dari perusahaan ventura. Direktur Keuangan PT Yello Integra Datanet Tbk (Passpod) Wewy Suwanto menjelaskan, Passpod yang menyediakan layanan koneksi internet untuk wisatawan yang akan bepergian keluar negeri mencari dana lewat bursa.
Pada Februari 2018, perusahaan bergabung dalam IDX Incubator milik Bursa Efek Indonesia (BEI). Kemudian, pada Oktober 2018, perusahaan melakukan penawaran saham umum publik perdana atau IPO di BEI.
Berdasarkan laporan tahunan Passpod 2018, perusahaan membukukan pendapatan bersih Rp 27,41 miliar, laba tahun berjalan Rp 2,9 miliar, total aset Rp 85,7 miliar, dan ekuitas Rp 80,5 miliar. Sejak IPO sampai sekarang, ia mengklaim perusahaan tak sulit mencari permodalan karena bisa menggali dari dana publik.
KOMPAS, 21012020 Hal. 1.