Tegakkan Aturan Reklamasi Tambang

JAKARTA, KOMPAS – Indonesia telah memiliki sejumlah peraturan untuk mengatasi dampak buruk di area bekas tambang. Salah satunya, Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral, dan Batubara, yang mewajibkan setiap usaha tambang untuk melakukan kegiatan reklamasi dan pascatambang.

UU No 4/2009 menyebut reklamasi sebagai kegiatan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata serta memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Adapun kegiatan pascatambang yang bersifat terencana, sistematis, dan berkelanjutan dilakukan setelah akhir dari sebagian atau seluruh aktivitas pertambangan guna memulihkan fungsi lingkungan alam ataupun sosial.

Aturan teknis reklamasi dan kegiatan pascatambang diturunkan di Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi Pascatambang. Selain itu, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara.

Kami memberi surat peringatan agar segera dilakukan kewajiban reklamasi.

Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas ESDM Kalimantan Selatan Gunawan Harjito mengatakan, Dinas ESDM selalu mendorong pemilik izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi untuk  melakukan reklamasi.

”Untuk area bekas tambang yang masa berlaku IUP-nya telah berakhir, kami memberi surat peringatan agar segera dilakukan kewajiban reklamasi. Bentuk reklamasinya, menata area lahan terganggu serta menjalankan penanaman kembali di lahan itu,” ujar Gunawan di Banjarmasin, Kalsel, Jumat (10/1/2020)

Menurut dia, Pemerintah Provinsi Kalsel berupaya menekan pemegang IUP untuk mereklamasi serta membatasi persetujuan produksi dan penjualan batubara setiap tahun. ”Kami pun tak memberikan pelayanan perizinan dan pengusahaan bagi pemegang IUP yang tak melaksanakan reklamasi dalam wilayah IUP mereka,” katanya.

Namun, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemegang Izin dan Kontraktor Tambang (Aspektam) Kalsel Muhammad Solikin mengatakan, rencana dan program kerja perusahaan kadang tak dijalankan dengan baik karena rendahnya pengawasan pemerintah. ”Selain itu, sebagian pengusaha menganggap tak perlu melakukan reklamasi karena telah membayar jaminan reklamasi,” ucapnya.

Sejak kewenangan atas pertambangan dilimpahkan dari kabupaten ke provinsi dan berlaku mulai 1 Januari 2017, Pemprov Kalsel mematok besaran jaminan reklamasi mulai dari Rp 90 juta sampai Rp 110 juta per hektar. Saat kewenangan pertambangan masih berada di pemerintah kabupaten, besar dana jaminan reklamasi Rp 15 juta sampai Rp 20 juta per ha.

Hasil pemantauan Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) hingga akhir 2018 menunjukkan, ada 3.092 lubang bekas tambang batu bara yang belum direhabilitasi. Kalimantan Timur menjadi provinsi dengan jumlah titik bekas tambang terbanyak. Di Kaltim, ada 1.735 lubang bekas tambang. Kalsel di urutan kedua dengan 814 lubang, diikuti Sumatera Selatan (163 lubang), Kalimantan Tengah (163), dan Jambi (59).

Di sejumlah area bekas tambang dijumpai lubang bekas galian yang belum ditutup dan terisi air berwarna kehijauan. Lubang ini mengancam akses jalan warga, seperti ditemukan antara lain di Desa Makmur Mulia, Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel (Kompas, 13/1/2020).

Dimanfaatkan lagi

Kepala Seksi Pembinaan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dinas Kehutanan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Hasanudin mengatakan, sejumlah perusahaan sudah menuruti program reklamasi. Namun, banyak proses reklamasi tidak optimal karena lahan bekas tambang digunakan lagi oleh warga untuk mencari sisa tambang timah. Hal ini terjadi antara lain karena pengamanan kurang memadai sehingga memberi celah bagi penambangan ilegal.

Direktur Eksekutif Walhi Kepulauan Bangka Belitung Jessix Amundian berujar, lemahnya pengawasan menyebabkan proses reklamasi gagal. ”Tak ada sanksi untuk menindak perusahaan yang lalai,” katanya. Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, mengatakan, pengawasan pascatambang seharusnya dilakukan instansi di luar Dinas ESDM. Cara ini dinilainya bisa meningkatkan kualitas pengawasan.

Menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama pada Kementerian ESDM Agung Pribadi, izin usaha pertambangan diterbitkan gubernur. Maka, pengawasan dan pembinaan kegiatan pascatambang ada di bawah pemerintah daerah yang bersangkutan. Namun, dia mengakui, segala aturan mengenai kegiatan pascatambang diterbitkan pemerintah pusat.

KOMPAS, 14012020 Hal. 1.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.