MIGAS: Situasi Hulu Migas Makin Krisis

JAKARTA, KOMPAS — Situasi di hulu minyak dan gas bumi di Indonesia kian krisis. Pasalnya, produksi siap jual atau lifting kedua jenis sumber energi primer tersebut terus merosot dari tahun ke tahun. Perlu perbaikan sesegera mungkin untuk menaikkan produksi dan menarik investasi sebesar-besarnya di dalam negeri.

Berdasar data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), lifting minyak pada 2019 tercatat sebanyak 746.000 barel per hari atau di bawah target 775.000 ba

rel per hari. Adapun realisasi lifting gas bumi di tahun tersebut hanya 1.060 barel setara minyak per hari dan masih di bawah target yang sebesar 1.250 barel setara minyak per hari. Penurunan lifting minyak terjadi sejak 2016, sedangkan lifting gas bumi terus merosot sejak 2014.

Menurut pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, situasi hulu migas di Indonesia sudah bisa dikatakan krisis. Selain produksi yang terus merosot, investasi hulu migas di Indonesia juga berada dalam situasi krisis. Apabila situasi tersebut tak kunjung ada perbaikan, kondisi hulu migas Indonesia akan terpuruk semakin dalam.

“Krisis dan kritis. Begitulah kondisi hulu migas di Indonesia. Disebut krisis karena investasi yang ada belum mampu menjawab masalah produksi yang terus merosot. Disebut kritis kalau situasi ini terus berlanjut,” kata Pri Agung di Jakarta, Senin (13/1/2020).

Dari sisi investasi hulu migas, sepanjang tahun 2019 terkumpul sebanyak 12,5 miliar dollar AS atau lebih rendah dari target yang sebesar 13,4 miliar dollar AS. Tahun 2018, realisasi investasi hulu migas adalah 12,6 miliar dollar AS. Dalam kurun lima tahun terakhir, investasi tertinggi tercatat di tahun 2015 yang sebesar 17,9 miliar dollar AS.

“Indonesia belum cukup mampu menarik investasi dari pelaku hulu migas kelas dunia, baik untuk proyek penemuan cadangan migas yang baru atau proyek pengembangan untuk menaikkan produksi. Investasi hulu migas selama ini, sekitar 60-70 persen, hanya untuk biaya operasional rutin yang ada,” ucap Pri Agung.

Perbaikan investasi hulu migas sebaiknya dimulai dari cara pandang negara mengelola sumber daya alam.

Pri Agung menambahkan, perbaikan investasi hulu migas sebaiknya dimulai dari cara pandang negara mengelola sumber daya alamnya. Menurut dia, sumber daya migas seharusnya dijadikan sebagai modal penggerak pembangunan di dalam negeri, bukan sebagai komoditas ekspor untuk mengumpulkan devisa. Selain itu, perbaikan kebijakan dalam hal perpajakan, fiskal, dan bagi hasil migas juga mendesak.

Produksi migas Indonesia belum mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri. Konsumsi bahan bakar minyak nasional mencapai 1,5 juta barel per hari, sedangkan produksi minyak dalam negeri kurang dari 800.000 barel per hari. Adapun konsumsi elpiji sekitar 7 juta ton per tahun, separuhnya harus diimpor. Kondisi itu menyebabkan Indonesia kerap defisit pada neraca perdagangan migasnya.

Kebebasan

Akhir pekan lalu di Jakarta, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, pemerintah tidak akan lagi mewajibkan skema bagi hasil berdasarkan produksi bruto (gross split) dalam lelang wilayah kerja migas yang baru. Kontraktor diberikan kebebasan memilih, yaitu gross split dan biaya produksi yang dapat dipulihkan (cost recovery). Sebelumnya, untuk wilayah kerja migas yang baru, bagi hasil yang dikenakan pemerintah kepada kontraktor adalah gross split.

“Sudah bisa dua (gross split atau cost recovery), tapi akan dibenahi terlebih dahulu skema cost recovery-nya,” ujar Arifin saat ditanya skema bagi hasil pada lelang wilayah kerja migas mendatang.

Sebelumnya, dalam rapat umum tahunan Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA), Wakil Presiden IPA Ronald Gunawan menyinggung bahwa investor membutuhkan kepastian kontrak untuk stabilitas investasi. Pasalnya, investasi hulu migas adalah investasi yang padat modal dan berisiko tinggi. Kestabilan kontrak dipercaya dapat meningkatkan daya tarik investasi hulu migas Indonesia di mata investor.

“Untuk penyederhanaan birokrasi, dalam dua atau tiga tahun terakhir sudah ada sinyal positif. Kami berharap akan terus ada perbaikan berkesinambungan di masa mendatang,” ujar Ronald.

Baca juga: Ladang Minyak yang Tak Lagi Subur

KOMPAS, 14012020 Hal. 13.

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Related Posts

Comments are closed.