JAKARTA, KOMPAS – Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin (6/1/2020) ini dijadwalkan membahas pola kerja dan pengaturan kode etik untuk pegawai dan pimpinan KPK yang harus menjadi prioritas. Pembahasan pola kerja dan pengaturan kode etik untuk pegawai dan pimpinan KPK tersebut dilakukan menyusul terbitnya Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2019 tentang Organ Pelaksana Dewas KPK.
Hal itu diungkapkan Hardjono saat dihubungi, Minggu (5/1), di Jakarta. ”Besok (Senin) baru akan kami bahas lebih detail,” ujarnya.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tak mengatur mengenai kode etik anggota dan pimpinan Dewan Pengawas (Dewas).
Namun, Dewas KPK, sesuai Pasal 37 B UU No 19/2019 tersebut, justru menyusun dan menetapkan kode etik pimpinan dan pegawai KPK, bahkan menindaklanjuti hingga menyidangkan jika ada laporan pelanggaran terhadap kode etik yang dilakukan pimpinan dan pegawai KPK.
Baca Juga: FIGUR BERAGAM LATAR BAKAL ISI DEWAN PENGAWAS KPK
“Peraturan Presiden (Perpres) No 91/2019 yang diundangkan pada 31 Desember 2019 merupakan salah satu dari tiga perpres yang diterbitkan pemerintah menyusul adanya UU No 19/2019.”
Sejauh ini Peraturan Presiden (Perpres) No 91/2019 yang diundangkan pada 31 Desember 2019 merupakan salah satu dari tiga perpres yang diterbitkan pemerintah menyusul adanya UU No 19/2019.
Perpres tersebut di antaranya mengatur keberadaan Sekretariat Dewas KPK sebagai organ pelaksana pengawas yang nantinya dibentuk oleh Dewas KPK. Sekretariat Dewas KPK mempunyai tugas memberikan dukungan administratif dan teknis operasional kepada Dewas KPK dalam mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Sekretariat Dewas KPK ini dipimpin oleh kepala sekretariat dan berstatus sebagai pegawai KPK, begitu pula dengan jajarannya.
Dengan terbitnya Perpres No 91/2019, maka dua perpres lainnya masih ditunggu, yaitu Perpres tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK serta Perpres tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN).
Terkait Manajemen ASN dan alih tugas ASN ini, KPK di akhir kepemimpinan Ketua KPK Agus Rahardjo sebelumnya telah meminta persetujuan atau izin prakarsa untuk menyusun Peraturan Pemerintah tentang Manajemen ASN dan Peralihan Pegawai.
Bukan lewat perpres
Sementara itu, anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, menyatakan, berbeda dengan organ pelaksana Dewas KPK yang memang disebutkan akan diatur melalui perpres sebagaimana tertuang dalam UU No 19/2019, pengaturan Organisasi dan Tata Kerja KPK justru tak disebutkan diatur lewat perpres, tetapi melalui peraturan komisi.
Menurut Arsul, UU KPK baik UU No 30/2002 maupun UU No 19/2019 tidak mendelegasikan kewenangan pengaturan terkait organisasi dan tata kerja KPK kepada presiden untuk menerbitkan perpres.
”Apakah pas kalau organisasi dan tata kerja tersebut diaturnya lewat perpres? Ini menimbulkan pertanyaan hukum”
”Apakah pas kalau organisasi dan tata kerja tersebut diaturnya lewat perpres? Ini menimbulkan pertanyaan hukum,” ujar Arsul.
Pengajar Sekolah Tinggi Jentera Bivitri Susanti menambahkan, persoalan pengaturan organisasi dan tata kerja KPK ini diselesaikan lewat peraturan komisi dan bukan lewat perpres. ”Delegasi pengaturan ditentukan oleh UU. Ketentuan dalam UU mengenai prosedur tata kerja KPK disebutkan diatur lebih lanjut dengan keputusan KPK,” ujar Bivitri.
Poin ini terdapat pada Pasal 25 Ayat 2 dan Pasal 26 dalam UU No 30/2002 yang tidak ikut direvisi UU No 19/2019. Dalam pasal 25 ayat 2 disebutkan, ketentuan prosedur tata kerja KPK diatur lebih lanjut dengan keputusan KPK. Demikian pula dengan pasal 26 yang mengatur tugas bidang-bidang dan setiap subbidang diatur dengan keputusan KPK.
KOMPAS, 06012020 Hal. 2.