JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tengah mengkaji nilai saham yang ditawarkan PT Freeport Indonesia sebesar 10,64 persen dengan nilai 1,7 miliar dollar AS. Dengan menggunakan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS adalah Rp 13.800, nilai saham tersebut setara dengan Rp 23,46 triliun. Pemerintah menyiapkan empat badan usaha milik negara untuk membeli saham tersebut.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyanto mengatakan, penawaran saham oleh PT Freeport Indonesia (PT FI) sudah diterima. Secara keseluruhan, saham PT FI bernilai 16,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp 223,5 triliun.
“Tawaran PT FI sudah kami terima. Selanjutnya, kami akan menilai kepantasan saham yang ditawarkan PT FI kepada pemerintah. Ini perlu melibatkan lintas kementerian, termasuk kemungkinan meminta auditor independen untuk menilai saham tersebut,” kata Bambang, Kamis (14/1), di Jakarta.
Soal badan usaha yang ditunjuk untuk membeli saham yang dilepas PT FI, menurut Bambang, hal itu belum dapat diputuskan segera. Pemerintah berkonsentrasi untuk mengkaji nilai saham yang sudah diajukan tersebut. Pihak yang akan dilibatkan selain Kementerian ESDM adalah Kementerian Badan Usaha Milik Negara dan Kementerian Keuangan.
“Kami ada waktu selama 60 hari untuk merespons tawaran saham dari PT FI. Semakin cepat semakin baik. Apabila sudah ada keputusan kajian nilai saham, selanjutnya akan kami bicarakan dengan pihak PT FI sampai ada kesepakatan antarkedua pihak,” kata Bambang.
Saat ini, kepemilikan saham pemerintah di PT FI sebesar 9,36 persen. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, PT FI harus melepas saham kepada pemerintah menjadi 20 persen dalam setahun sejak aturan itu berlaku.
Sementara itu, Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies Budi Santoso mengatakan, pemerintah perlu mengkritik nilai saham PT FI yang sudah diajukan tersebut. Menurut dia, nilai 1,7 miliar dollar AS untuk 10,64 persen saham mereka terbilang besar. Padahal, usia operasi PT FI hanya sampai 2021.
“Nilai yang mereka ajukan harus dikritisi. Apa betul nilainya sebesar itu? Aset-aset sebuah perusahaan yang umurnya lebih dari 40 tahun saya rasa tidak sampai sebesar itu,” kata Budi.
Menurut Budi, pemerintah harus teliti betul soal pengkajian nilai saham yang ditawarkan PT FI. Jangan sampai cadangan bijih yang bukan menjadi hak PT FI sampai 2021 dimasukkan dalam portofolio saham mereka. Apabila benar, itu sama saja pemerintah membeli barang miliknya sendiri.
Secara terpisah, Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan, BUMN siap membeli saham PT FI. “Skemanya konsorsium empat BUMN, yaitu PT Bukit Asam (Persero) Tbk, PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), dan PT Timah (Persero) Tbk. Jadi itu konsorsium, sumber dananya bisa patungan. Yang jelas mereka, konsorsium, mendanai, kemudian kekurangannya kita ambil dari perbankan,” kata Aloysius.
Menurut Aloysius, sudah ada bank BUMN yang tertarik untuk ikut mendanai. (APO/NAD)
Kompas 15012016 Hal. 18