JAKARTA, KOMPAS — Dari 96 rute pelayaran perintis yang dikeluarkan pemerintah untuk tahun 2016, baru 33 rute yang dioperasikan. Sisanya masih ditenderkan, terkendala aturan, dan kondisi kapal yang rusak. Akibatnya, masyarakat di kepulauan tak mendapatkan layanan perintis sejak 1 Januari 2016.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Bobby R Mamahit mengatakan, dari 96 rute perintis itu, sebanyak 52 rute diserahkan ke Pelni dengan menggunakan kapal negara. Sementara sisanya, 44 rute, diserahkan ke swasta untuk dioperasikan dengan kapal milik swasta sendiri.
“Dari 52 rute yang diberikan, ternyata Pelni hanya bersedia menjalankan 44 rute. Namun, ke-44 rute itu, semuanya belum jalan karena Pelni belum mendapatkan Perpres Penugasan. Saya dengar perpres sudah ditandatangani Presiden, tetapi masih dicatatkan ke Kementerian Hukum dan HAM,” kata Bobby, di Jakarta, Selasa (12/1).
Sementara untuk yang swasta, sudah 33 rute ditender dan dikontrakkan sehingga sudah berjalan. Sementara yang 11 rute lagi, masih dalam taraf tender.
“Rute yang ditolak oleh Pelni akan di tender ke swasta,” ujar Bobby.
Sementara menurut Direktur Armada PT Pelni (Persero) Sodikin, Pelni bukannya menolak rute-rute yang tidak diambil. “Namun, kondisi kapal negara yang diberikan tidak semuanya bagus. Ada tujuh kapal negara yang rusak parah sehingga tidak mungkin kami pakai,” kata Sodikin.
Sementara Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Perusahaan Pelayaran Nasional Indonesia (INSA) Budi Halim mengatakan, kosongnya layanan kapal perintis saat ini karena masa berlaku kontrak yang diberikan pemerintah hanya satu tahun. Kurun waktu ini dinilai terlalu pendek untuk pengembalian modal swasta.
“Bagi swasta, kontrak satu tahun juga merugikan. Kami menghitung, untuk pengembalian modal pembuatan atau pembelian kapal membutuhkan waktu tiga tahun. Kalau kontrak hanya satu tahun, lalu tahun depan kami tidak mendapat kontrak lagi, bagaimana,” ujar Budi.
Senada dengan Budi, Bobby mengatakan kontrak satu tahun ini membuat adanya kekosongan sementara dalam pelayanan perintis. “Kondisi ini tiap terulang terus tiap tahun. Kami sebenarnya sudah minta ke Kementerian Keuangan agar kontrak bisa dilakukan untuk tahun jamak, tetapi sampai sekarang belum dikabulkan,” ujar Bobby.
Dijelaskan Bobby, alasan yang dikemukakan Kementerian Keuangan karena pemerintah belum bisa menjamin apakah tahun berikutnya ada anggaran untuk perintis atau tidak.
“Selain itu pemerintah harus selalu melakukan evaluasi, apakah rute perintis itu sudah ramai apa belum? Kalau sudah ramai, rute itu menjadi rute komersial dan tidak mendapat subsidi lagi,” kata Bobby.
Total subsidi yang diberikan oleh pemerintah untuk rute perintis ini Rp 936 miliar. Jumlah ini dibagi dua. Subsidi perintis untuk 52 rute yang dijalani Pelni Rp 575,23 miliar. Sementara subsidi perintis untuk 44 rute swasta diberikan Rp 360,76 miliar.
“Karena Pelni tidak menjalani semua rute yang diberikan, akan ada penghitungan lagi,” kata Bobby.
Dikeluhkan
Ketidakpastian administrasi pelayaran perintis dikeluhkan kalangan usaha. Rencana pengalihan pengoperasian angkutan laut perintis pada tahun ini sebanyak 52 kapal negara untuk dialihkan ke PT Pelni tanpa proses lelang dinilai tidak tepat.
Direktur PT Lautan Kumala Suryo Purwanto mempertanyakan langkah pemerintah menyerahkan pelayaran publik kapal perintis milik negara ke PT Pelni tanpa mengikutsertakan operator kapal perintis swasta yang selama ini turut memberikan pelayanan angkutan kepada masyarakat. Apalagi sejumlah perusahaan swasta sudah mengikuti lelang sejak November 2015 untuk operator pelayaran perintis pada tahun 2016.
“Bagaimana proses pelelangan yang sudah terjadi dan sudah ada pemenang? Kepastian hukum berusaha tidak ada di negara kita,” ujar Suryo.
Ia menilai tidak adil jika pemerintah mengadu persaingan usaha antara perusahaan pelat merah dengan swasta. Modal swasta terbatas. Sementara masih banyak pulau di Indonesia belum tersentuh pembangunan. Aksesibilitas keluar belum terjangkau transportasi perintis.
Pelayaran angkutan laut perintis dimulai tahun 1974. Belum tersedianya kapal negara untuk angkutan laut perintis, pengoperasian diserahkan ke perusahaan pelayaran nasional swasta sebagai operator subsidi pemerintah. (LKT/ARN)
Kompas 13012016 Hal. 18