JAKARTA, KOMPAS — Penyedia jasa konstruksi berharap proses tender proyek pemerintah berorientasi pada kualitas, bukan hanya harga terendah. Untuk itu, rencana pemerintah memeriksa penawaran harga hingga 20 persen lebih rendah dari nilai proyek perlu konsisten dilakukan.
“Kami telah memberikan masukan kepada pemerintah agar penawar terendah dalam proses lelang tidak mutlak menjadi pemenang. Tidak hanya di proyek Kementerian PUPR, tetapi semua proyek pemerintah. Kami ingin pemerintah mengutamakan kualitas,” kata Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Andi Rukman Karumpa, Minggu (20/12), di Jakarta.
Andi mengatakan, persoalan harga dalam proses tender sangat krusial karena menyangkut kualitas. Dengan harga yang rendah, dikhawatirkan kualitas pembangunan dapat dikorbankan.
Oleh karena itu, menurut Andi, pemerintah harus melihat dengan cermat komponen penawaran dengan harga lebih rendah dari 20 persen. Namun, hal itu bukan berarti harga yang rendah pasti mengorbankan kualitas.
“Bisa jadi kontraktor tersebut sudah memiliki stok material, seperti batu dan semen dan memiliki alat. Tugas pemerintah adalah mengecek bahwa penawaran yang rendah itu ada dasarnya,” kata Andi.
Selain itu, Andi berharap kontraktor besar menggandeng kontraktor lokal atau daerah untuk mengerjakan proyek besar sehingga bukan persaingan yang dibentuk, melainkan kerja sama.
Secara terpisah, sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, untuk menghindari kompetisi harga yang tidak sehat, pihaknya akan melihat lebih detail penawaran dengan harga kurang dari 20 persen.
“Kami sedang memikirkan, penawaran kurang dari 80 persen harus dilihat lebih detail karena di dalam aturan lelang, (pemenang tender adalah) penawaran terendah yang dapat dipertanggungjawabkan secara teknis,” ujar Basuki.
Kriminalisasi
Menurut Basuki, dalam proses tender, kelompok kerja ataupun unit lelang pengadaan (ULP) sering ragu atau takut untuk memutuskan pemenang jika bukan yang terendah. Sebab, jika pemenang lelang bukan penawar dengan harga terendah, hal itu akan menimbulkan pro-kontra. Hal itu juga berpotensi menjadi kasus atau yang istilahkan Basuki sebagai “dikriminalisasi”.
Oleh karena itu, lanjut Basuki, jika harga penawaran mencapai 80 persen atau lebih rendah dari itu, proses lelang akan ditangani oleh direktorat jenderal terkait untuk melihat detail penawaran yang diajukan. “Jadi, orientasinya kualitas,” katanya.
Seperti diberitakan, Presiden Joko Widodo meminta kementerian dan lembaga mengerjakan proyek infrastruktur sejak awal Januari 2016. Selain itu, terobosan diperlukan untuk mempercepat pembangunan. Hingga saat ini, 3.538 paket proyek senilai Rp 32,17 triliun sudah dilelang (Kompas, 17/12). (NAD)
Kompas 21122015 Hal. 20