JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) merancang kerangka acuan ataucorrective action plan (CAP) terkait pelaksanaan rekomendasi dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) perihal kecelakaan pesawat AirAsia Indonesia dengan nomor penerbangan QZ 8501 pada 28 Desember 2014. Kerangka itu akan menjadi pedoman Kemenhub dalammemantau pelaksanaan rekomendasi oleh berbagai pihak.
Staf Khusus Bidang Keterbukaan Informasi Publik Menteri Perhubungan Hadi M Djuraid menjelaskan, selain Kemenhub, beberapa rekomendasi itu tertuju kepada maskapai Air Asia, produsen pesawat Airbus, Federal Aviation Administration (FAA), dan European Aviation Safety Administration (EASA). Karena itu, kerangka yang dirancang Kemenhub itu juga akan dipakai untuk memantau pelaksanaan rekomendasi oleh berbagai pihak tersebut,
“Kami membuat corrective action untuk memantau dan melaksanakan semua rekomendasi dan corrective action dari KNKT,” terang Hadi di Jakarta, Rabu (2/12).
Hadi memberi sinyal bahwa dalam CAP itu terdapat rincian atas pelaksanaan audit keselamatan terhadap seluruh pesawat Airbus, khususnya A-320 yang digunakan oleh operator penerbangan nasional. Namun, Hadi tidak menjelaskannya secara detail karena, menurutnya, CAP itu bakal diungkap rinci pada Kamis (3/12).
“Mengenai kelanjutan pembekuan rute Surabaya-Singapura kepada Air Asia juga akan diinformasikan besok (hari ini),” papar Hadi.
Sebelumnya, Ketua Subkomite Kecelakaan Udara KNKT Nurcahyo Utomo mengatakan, KNKT memberikan rekomendasi kepada Air Asia agar membuat standar co-op untuk pilot pada seluruh fase penerbangan. Standar ini merupakan standar pilot untuk mengomunikasikan suatu perintah agar tidak terjadi intrepertasi yang salah.
“Kemudian, KNKT juga merekomendasikan agar seluruh pilot dilatih terutama pada fase kritis, sehingga diharapkan kedua pilot tidak dua-duanyamengendalikan pesawat, jadi harus ada prosedur bagaimana mengambil alih kemudi,” papar dia.
KNKT, sambung dia, memberi rekomendasi kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub supaya selur uh maskapai melakukan pelatihan sesuai dengan training manual atau buku petunjuk pedoman pelatihan yang disahkan kemenhub.
“Ditjen Hubungan Udara juga diharapkan agar semua maskapai memiliki sistem perawatan pesawat yangmampumendeteksi dan memperbaiki kerusakan yang berulang. Lalu, agar ketentuan dari ICAO tentang tugas pilot in command dicantumkan dalam CASR, yakni kewajiban pilot untukmelaporkan kerusakan pesawat pada penerbangan yang mereka jalani,” imbuhnya.
Kepada Airbus, ujar Nurcahyo, KNKT merekomendasikan agar membuat metode yang efektif bagi pilot untuk mengatasi masalah yang berulang dalam suatu penerbangan dan mengurangi gangguan kepada pilot. Intinya di sini, agar ada suatu prosedur yang membatasi kreativitas pilot agar tidak melakukan sesuatu di luar prosedur sehingga menyebabkan kejadian yang tidak diinginkan.
“Airbus juga wajib untuk seluruh pengguna Airbus di dunia, agar kepada pilot diberikan upset training atau bagaimana mengembalikan kondisi pesawat yang mengalami upset,” papar dia. (esa)
Investor Daily, Rabu 3 Desember 2015, Hal. 6