JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan infrastruktur di Indonesia harus membuka ruang sebesar-besarnya untuk sektor swasta. Sebab, kemampuan pemerintah untuk pembiayaan infrastruktur terbatas.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, kebutuhan dana untuk pembangunan infrastruktur rata-rata Rp 1.000 triliun per tahun. Namun, pemerintah hanya dapat menyediakan sekitar Rp 250 triliun per tahun.
“Secara de jure, semua pihak boleh membangun infrastruktur. Namun, secara de facto, pemerintah masih melakukan monopoli pembangunan melalui badan usaha milik negara,” kata dosen manajemen infrastruktur Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Suyono Dikun, dalam diskusi “Emiten Bicara Industri”, di Jakarta, Selasa (17/11).
Menurut Suyono, pemerintah sudah mengajak swasta untuk ikut membangun infrastruktur. Namun, tawaran yang diberikan kurang menarik atau perencanaan proyek tersebut tidak matang. Akibatnya, swasta pun tidak tertarik.
Presiden Direktur Nusantara Infrastruktur Ramdani Basri menyebutkan, pemerintah sudah pernah menawarkan lima proyek yang melibatkan peran swasta (public private partnership/PPP). Namun, ketika swasta menyatakan ikut serta, proyek itu diserahkan ke BUMN.
“Ada juga proyek yang kurang koordinasi antarlembaga atau antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Proyek sudah dibuat studi kelayakan, tetapi pemerintah daerah ternyata tidak setuju dengan proyek ini,” ujar Ramdani.
Ketua Umum Asosiasi Analis Emiten Indonesia Haryajid Ramelan mengatakan, kesempatan bagi swasta harus dibuka sebesar-besarnya. Sebab, pemerintah akan membangun infrastruktur secara masif dalam lima tahun ke depan. “Akan banyak perusahaan pembiayaan asing masuk ke Indonesia. Pekerjaan ada, pembiayaan ada, sekarang tinggal regulasi yang berpihak pada pengusaha,” ujar Haryajid.
Ramdani menambahkan, untuk meningkatkan kemampuan swasta di bidang infrastruktur, swasta harus beraliansi dengan mitra strategis dan belajar tentang teknologi terkini. Apalagi bisnis infrastruktur di Indonesia lebih menarik dibandingkan dengan negara-negara lain.
Secara terpisah, manajemen PT Nusantara Infrastructure Tbk menyiapkan dana hingga Rp 5 triliun untuk ekspansi sampai dengan tiga tahun mendatang. Sekitar 60 persen dari dana itu akan diproyeksikan untuk pengembangan bisnis jalan tol, sedangkan sisanya untuk ekspansi bisnis menara telekomunikasi.
Direktur Pengembangan Bisnis Nusantara Infrastructure Ridwan A Irawan mengatakan, sekitar 70 persen dana itu berasal dari pinjaman bank. Adapun 30 persen sisanya dari ekuitas.
“Kami menargetkan bisa memiliki 3.000 menara hingga 2018,” kata Ridwan.
Saat ini, Nusantara Infrastructure memiliki 1.000 menara. Untuk menambah jumlah menara, pilihan membangun sendiri atau mengakuisisi menara perusahaan lain cukup terbuka.
Pada 2016, perseroan menyiapkan belanja modal Rp 2 triliun. Belanja modal itu diharapkan mendukung fokus bisnis perseroan, yakni bisnis menara. (ARN/BEN)
Kompas 18112015 Hal. 19