Kemitraan Trans-Pasifik : Pertimbangan Menyeluruh Diperlukan

JAKARTA, KOMPAS — Keinginan Presiden Joko Widodo untuk bergabung dengan Kemitraan Trans-Pasifik (Trans-Pacific Partnership) perlu dipertimbangkan secara komprehensif. Selain pertimbangan manfaat bagi Indonesia, yang mendesak dilakukan saat ini adalah mendorong industri manufaktur dalam negeri semakin berdaya saing.

Hal itu terungkap di dalam diskusi publik bertajuk “Menimbang Pentingnya Trans-Pacific Partnership bagi Pembangunan Ekonomi Indonesia” yang diselenggarakan Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Rabu (11/11), di Jakarta.
Tampil sebagai pembicara Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional, Kementerian Koordinator Perekonomian Rizal Affandi Lukman, Profesor Ekonomi Bisnis Prasetiya Mulya Business School Djisman Simandjuntak, Ketua Dewan Pimpinan Harian Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J Supit, dan Presiden Direktur PT Mustika Ratu Tbk Putri Kuswisnu Wardani.
Rizal mengatakan, hingga saat ini, pemerintah sangat hati-hati, bahkan cenderung konservatif, dalam mempertimbangkan keinginan masuk ke dalam Kemitraan Trans-Pasifik. Kementerian Perdagangan pernah mengkaji dan menyimulasikan jika Indonesia tidak ikut perjanjian kerja sama itu. Hasil simulasi menunjukkan, jika tidak masuk kesepakatan perdagangan itu, ekspor Indonesia akan stagnan dalam beberapa tahun ke depan.
Terlebih, Kemitraan Trans- Pasifik merupakan perjanjian perdagangan yang mencakup banyak hal, seperti liberalisasi di sektor pengadaan pemerintah, ketentuan tentang hak kekayaan intelektual, hingga menempatkan BUMN sama dengan perusahaan swasta lain.
Kemitraan Trans-Pasifik merupakan kesepakatan perdagangan 12 negara anggota yang dipimpin Amerika Serikat (AS). Kedua belas negara itu mewakili 40 persen kekuatan ekonomi dunia senilai 28,1 triliun dollar AS produk domestik bruto gabungan, dengan sekitar 792 juta penduduk.

Tak terbuka

Putri berpendapat, pemerintah perlu melihat, sebagian besar industri di Indonesia merupakan industri kecil menengah. Keberlangsungan usaha UKM harus menjadi landasan pemerintah sebelum memutuskan mengikuti Kemitraan Trans-Pasifik. Apalagi, selama ini pemerintah tidak menelurkan kebijakan yang pro industri.
“Pengalaman saya, adanya perjanjian perdagangan bebas tidak membuat negara tujuan semakin terbuka. Mereka justru semakin menyaring produk yang masuk. Apakah UKM kita siap?” tanya Putri.
Menurut Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi, pemerintah tetap akan menjajaki Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) setelah merampungkan negosiasi Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Kawasan (RCEP) dan Kesepakatan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif dengan Uni Eropa (EU-CEPA). (NAD/HEN)
Kompas 12112015 Hal. 20

Print Friendly, PDF & Email

Share this post:

Recent Posts

Comments are closed.